Negosiasi dengan AS, Airlangga: Tak Dibahas Barang Bajakan Mangga Dua

- Airlangga Hartarto menegaskan isu barang bajakan di Mangga Dua tidak masuk dalam agenda negosiasi dagang bilateral dengan AS.
- Fokus utama negosiasi Indonesia-AS adalah penguatan hubungan dagang dan investasi, bukan isu sektoral yang tidak prioritas strategis.
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan isu barang bajakan di kawasan Mangga Dua yang disorot Amerika Serikat (AS) dalam laporan perdagangan terbarunya, tidak masuk dalam agenda negosiasi dagang bilateral.
"Tidak ada pembahasan soal Mangga Dua, jadi ini tidak ada detail inti. Jadi ini pertanyaan yang ramai, ini variasinya banyak kayak bahan bimbingan belajar,” kata Airlangga dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (25/4/2025).
Pasar Mangga Dua di Jakarta Utara sempat menjadi sorotan pemerintah AS karena diduga banyak menjual barang palsu dan minim penindakan hukum. Hal ini diketahui dari dokumen Laporan Estimasi Perdagangan Nasional 2025 tentang Hambatan Perdagangan Luar Negeri dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR).
Pemerintah AS menyebut Pasar Mangga Dua menjadi sarang barang bajakan atau barang palsu, dan dinilai telah menjadi salah satu penghambat dari hubungan dagang antara Indonesia dan AS.
1. Fokus utama negosiasi Indonesia-AS

Menurutnya, fokus utama negosiasi Indonesia-AS saat ini adalah penguatan hubungan dagang dan investasi, bukan pada isu sektoral yang tidak menjadi prioritas strategis. Airlangga menyebut pemerintah mendorong pembahasan terkait pengembangan sektor industri nasional dengan mendorong inovasi teknologi, energi ramah lingkungan, penguatan SDM, dan akses pasar internasional.
“Terkait fundamental yang harus dibenahi, sektor pengembangan industri nasional ini tidak kita bahas dengan negosiasi di AS. Tapi secara nasional tentu kita harus tingkatkan daya saing, pengembangan tekno, energi ramah lingkungan, SDM, tentu juga terkait akses produk industri,” tuturnya.
2. Pentingnya perluasan pasar baru

Ia juga menyoroti pentingnya perluasan pasar baru sebagai bagian dari strategi menghadapi tekanan tarif impor. Salah satunya dengan mempercepat penyelesaian perjanjian dagang strategis seperti Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) serta keanggotaan Indonesia dalam BRICS dan CPTPP.
"Kami menargetkan menyelesaikan IEU-CEPA dan kami sudah berkomunikais dengan komisioner di IEU-CEPA, mereka pada prinsipnya tebruka dan ingin IEU-CEPA diselesaikan. Ini perubahan yang cukup mendasar. Tentu Indonesia baru masuk BRICS dan ini jadi akses pasar baru, dan juga aksesi Indonesia dalam CPTPP ini juga akan buka pasar baru, baik UK, Meksiko, dan beberapa negara Amerika Latin lain,” papar Airlangga.
3. Proses negosiasi masih berlangsung

Menurut Airlangga, proses negosiasi masih berlanjut dan bersifat dinamis sehingga harus menemui kesepakatan antara kedua belah pihak. Namun ia menekankan, pemerintah menawarkan berbagai sektor untuk diperkuat (kerja sama) dengan AS seperti energi, pertanian, dan sektor lainnya.
"Indonesia adalah salah satu yang pertama yang merespons (kebijakan tarif) dengan negosiasi. Ini menjadi keuntungan bagi Indonesia karena ini sebagai salah satu adalah early mover advantage. Kemudian tantangan yang dihadapi tentu karena ini adalah Indonesia adalah satu dari lebih dari 70 negara, sehingga tentu bagi Indonesia adalah bagaimana kita menjadi perhatian pertama," tutur dia.