Perlukah Danantara Jadi Superbody?

- Danantara mendapatkan tugas baru dari Presiden Prabowo Subianto.
- Danantara diminta mengevaluasi kinerja direksi BUMN dan mengelola aset negara yang sebelumnya di bawah Kementerian Sekretariat Negara.
Jakarta, IDN Times - Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) mendapatkan amanah baru dari Presiden Prabowo Subianto. Selain menjadi pengelola aset BUMN, Danantara juga diminta mengevaluasi kinerja direksi BUMN, anak usaha, cucu, hingga cicit usaha BUMN, yang selama ini menjadi tugas Kementerian BUMN.
Tak hanya itu, Danantara juga diamanatkan mengelola aset negara yang selama ini di bawah Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Menurut Anggota Komisi VI DPR RI, Gde Sumarjaya Linggih dari fraksi Golkar, dengan amanat di atas, Danantara memang menjadi lembaga dengan wewenang besar (superbody).
“Ini tentu agent of development sebagai superbody, kan sudah dijelaskan itu ada dua, ada yang dibantu oleh operasional dan dibantu oleh secara investasi, dan itu turunannya juga banyak,” kata Gde saat dihubungi IDN Times, dikutip Kamis (1/5/2025).
1. Harus bisa jadi solusi di tengah ketidakpastian ekonomi global

Meski begitu, Gde melihat Danantara adalah salah satu bentuk transformasi untuk menjawab tantangan di tengah ketidakpastian ekonomi global. Sebab, menurutnya di tengah kondisi ini, cara-cara tradisional sudah tak bisa lagi diandalkan.
“Kita membutuhkan memang ini hal yang tidak business as usual, tapi kita membutuhkan sekali sekarang ini, terobosan-terobosan, semua melakukan terobosan. Kita lihat sekarang Amerika, terobosannya bermacam-macam, bahkan berganti-ganti hampir tiap minggu berganti terobosan. Jadi berpikir secara out of the box,” tutur Gde.
2. Danantara bakal percepat proses optimalisasi keuntungan BUMN

Dia mengatakan, selama ini keuntungan yang diperoleh BUMN disetorkan kepada negara melalui Kementerian Keuangan. Lalu, penggunaannya harus melalui mekanisme anggaran, atau penyertaan modal negara (PMN).
Oleh sebab itu, proses pemanfaatan keuntungan BUMN membutuhkan waktu yang lama. Dengan Danantara, menurutnya keuntungan BUMN bisa dioptimalisasi lebih cepat, dan dialokasikan ke proyek-proyek strategis.
“Kemudian yang untung juga begitu, akan lebih cepat dipacu itu, lebih didukung oleh yang lain. Dulu karena gak nyambung semuanya, akhirnya konsolidasinya gak ada. Akhirnya ada kesempatan-kesempatanyang hilang, terus kemudian juga ada momen-momen untuk perbaikan juga hilang, karena menunggu sistem anggaran,” ucap Gde.
Selain itu, sebelum ada Danantara, BUMN yang mencatatkan keuntungan, akan memiliki modal yang berlebih. Dari modal yang berlebih, BUMN mendirikan berbagai macam anak usaha yang keluar dari bisnis intinya. Hal ini menurutnya tidak efektif, sehingga Danantara diharapkan bisa menjadi pengarah untuk pengelolaan keuntungan BUMN yang lebih efisien.
“Ketika over liquidity, dia mendirikan ruang sakit, dia mendirikan hotel. Nah itu lah yang menjadi jika bakal anak-anak, cucu-cucu perusahaan. Saya hampir 10 tahun di Banggar, BUMN itu setorannya Rp30-40 triliun ke kas negara,” tutur Gde.
3. Semua mata tertuju pada Danantara

Menurut Gde, dalam menjalankan tugas, Danantara juga akan diawasi secara ketat oleh berbagai lembaga berwenang, baik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dia juga menyinggung partisipasi mantan Presiden Republik Indonesia (RI) yang menjadi kini juga sudah menjadi Dewan Pengarah Danantara. Oleh sebab itu, dia meminta semua pihak menunggu hasil dari kinerja Danantara yang baru didirikan Presiden Prabowo Subianto.
“Jadi saya rasa kita biarkan dulu berjalan,“ ucap Gde.