2 Pilihan Kripto Terbaik untuk Bangun Fondasi Investasi yang Kuat

- Bitcoin, aset langka yang jadi penopang portofolio
- Ethereum, kekuatan pertumbuhan dari ekosistem DeFi
Bagi banyak orang, dunia cryptocurrency masih dipandang penuh risiko dan penuh gejolak harga yang sulit diprediksi. Hal ini sering membuat investor pemula merasa ragu untuk memulai. Padahal, jika mampu memilih aset digital dengan fundamental yang kuat, langkah awal dalam berinvestasi bisa jauh lebih aman sekaligus menjanjikan.
Tidak semua koin kripto memiliki prospek jangka panjang, namun ada beberapa yang dapat dipertimbangkan karena memiliki ekosistem kokoh, dan terus menarik perhatian investor global.
Memulai investasi kripto sejak dini tidak ada gunanya jika investor panik lalu menjual aset saat harga jatuh. Mengingat tingginya volatilitas, pemula sebaiknya berfokus pada blockchain utama yang sudah teruji, yaitu Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH).
Kombinasi keduanya bisa menjadi strategi sederhana: Bitcoin sebagai penyimpan nilai yang langka, sementara Ethereum memberikan peluang pertumbuhan dari ekosistem keuangan terprogram. Bitcoin menjadi penopang, sedangkan Ethereum memberi potensi kenaikan dari adopsi teknologi.
1. Bitcoin, aset langka yang jadi penopang portofolio

Bagi investor jangka panjang, Bitcoin layak menjadi prioritas. Jumlah maksimalnya hanya 21 juta koin, dengan 19,9 juta sudah beredar. Mekanisme “halving” setiap empat tahun membuat pasokan baru semakin terbatas.
Keterbatasan ini menjadikan harga Bitcoin cenderung naik seiring meningkatnya permintaan, namun, risiko tetap ada. Fluktuasi tajam bisa terjadi akibat kebijakan pemerintah maupun sentimen pasar. Karena itu, strategi dollar-cost averaging (DCA) atau pembelian rutin dengan jumlah kecil lebih disarankan.
Disiplin menjadi kunci. Investor harus siap menghadapi periode harga turun tanpa panik menjual. Menahan aset dalam jangka panjang terbukti lebih efektif dibanding sering keluar-masuk pasar.
2. Ethereum, kekuatan pertumbuhan dari ekosistem DeFi

Jika nilai Bitcoin berasal dari kelangkaannya, Ethereum tumbuh karena fungsinya. Blockchain ini menjadi rumah bagi smart contract yang menopang decentralized finance (DeFi), stablecoin, NFT, hingga aplikasi terdesentralisasi (dApps).
Untuk mengakses layanan tersebut, pengguna wajib memiliki Ether (ETH) guna membayar biaya transaksi atau “gas fee”. Selain itu, Ether bisa di-staking untuk mendapatkan imbal hasil, sehingga ada insentif jangka panjang bagi investor untuk menyimpannya.
Ethereum juga memiliki mekanisme pembakaran koin ketika aktivitas jaringan tinggi, yang dapat menekan jumlah pasokan. Meski begitu, risikonya berbeda dari Bitcoin: biaya gas sering melonjak, ekosistem luas rentan diretas, hingga potensi regulasi yang lebih kompleks.
3. Strategi praktis untuk investor pemula

Cara sederhana menyusun portofolio kripto adalah menempatkan 70% pada Bitcoin sebagai inti yang lebih stabil, dan 30% pada Ethereum sebagai aset pertumbuhan. Komposisi ini bisa disesuaikan setiap tahun sesuai kebutuhan.
Tidak perlu terburu-buru menumpuk keduanya. Yang terpenting adalah konsistensi membeli dan kesabaran memegang aset melewati volatilitas pasar. Dengan strategi tersebut, investor pemula bisa membangun fondasi kuat untuk jangka panjang.
Dengan memilih dua aset kripto ini, investor pemula memiliki peluang untuk membangun fondasi portofolio yang kuat, stabil, dan minim risiko. Meski pasar kripto terkenal dengan volatilitasnya, aset digital yang memiliki fundamental kokoh dapat menjadi titik awal yang tepat untuk belajar berinvestasi sekaligus meraih potensi keuntungan jangka panjang.