5 Alasan Orang Cerdas Masih Bisa Terjebak dalam Investasi Bodong

- Terlalu percaya pada orang yang dikenal: Banyak skema penipuan muncul lewat orang-orang yang kamu kenal baik. Rasa segan untuk curiga pada orang dekat memperparah situasi
- Terjebak bias kognitif: Korban penipuan mengalami cognitive bias, seperti confirmation bias dan overconfidence bias. Bias ini membuat orang jadi yakin bahwa investasi mereka aman padahal sebenarnya tidak
Punya pengetahuan luas dan logika tajam ternyata gak selalu jadi jaminan kamu bisa selamat dari jebakan investasi bodong. Nyatanya, banyak orang cerdas dan berpendidikan tinggi justru jadi korban penipuan finansial seperti skema Ponzi atau investasi abal-abal.
Hal ini terjadi bukan karena kurang pintar, tapi karena faktor psikologis dan sosial yang secara halus memengaruhi cara seseorang mengambil keputusan. Penipuan jenis ini dirancang dengan cerdik, menyentuh sisi emosional dan bias kognitif manusia. Akibatnya, bahkan orang yang jago menghitung risiko bisa kehilangan logika ketika dihadapkan pada janji keuntungan besar dan rasa percaya pada orang terdekat.
Berikut ini beberapa alasan kenapa orang cerdas pun masih bisa terjebak dalam investasi bodong.
1. Terlalu percaya pada orang yang dikenal

Banyak skema penipuan justru muncul lewat orang-orang yang kamu kenal baik, seperti teman, rekan kerja, atau bahkan keluarga. Dilansir Psychology Today, dalam wawancara dengan jurnalis keuangan Maya Lau, dijelaskan bahwa penipu sering memanfaatkan jaringan kepercayaan untuk membuat korban merasa aman.
Ketika tawaran datang dari seseorang yang kamu percaya, naluri waspada otomatis menurun. Padahal, itulah celah utama yang digunakan scammer untuk membuat korban menaruh uang tanpa berpikir panjang.
Rasa segan untuk curiga pada orang dekat juga memperparah situasi. Kamu mungkin takut terlihat tidak percaya, sehingga lebih memilih ikut berinvestasi meski sebenarnya ada tanda-tanda mencurigakan.
2. Terjebak bias kognitif

Dalam banyak kasus, korban penipuan mengalami apa yang disebut cognitive bias, yakni pola pikir yang membuat seseorang salah menilai situasi. Salah satu bentuknya adalah confirmation bias, di mana kamu hanya mencari informasi yang mendukung keputusanmu dan mengabaikan sinyal bahaya. Bias ini membuat orang jadi yakin investasi mereka aman karena banyak testimoni positif, padahal semua bisa saja palsu.
Ada juga overconfidence bias, ketika seseorang terlalu percaya diri mereka “gak mungkin tertipu”. Ironisnya, justru keyakinan berlebihan inilah yang bikin banyak orang cerdas kehilangan uang dalam jumlah besar.
3. Tergoda janji keuntungan besar tanpa risiko

Penipu tahu betul cara memainkan emosi manusia, terutama keinginan untuk cepat kaya. Janji seperti keuntungan 10 persen per minggu tanpa risiko terdengar menggiurkan, apalagi kalau dikemas dengan bukti palsu berupa testimoni atau laporan hasil investasi.
Menurut Maya Lau, skema seperti ini bekerja karena memainkan FOMO (fear of missing out), rasa takut ketinggalan peluang emas. Begitu kamu melihat orang lain “sudah untung”, kamu terdorong ikut berpartisipasi agar tidak merasa rugi sendiri. Tanpa sadar, keputusan dibuat bukan karena perhitungan rasional, tapi karena dorongan emosi.
4. Enggan mengakui kesalahan

Setelah sadar ada yang janggal, banyak korban justru memilih tetap bertahan. Ini karena cognitive dissonance, ketegangan batin yang muncul saat kenyataan gak sesuai harapan. Otak berusaha menenangkan diri dengan menolak fakta bahwa keputusanmu salah.
Kamu mungkin berpikir, “Ah, ini cuma sementara, nanti juga balik modal". Akhirnya, bukannya berhenti, kamu malah menambah investasi supaya terlihat masih percaya diri. Padahal, di titik inilah penipu semakin leluasa mengambil keuntungan.
5. Merasa terlalu pintar untuk tertipu

Salah satu perangkap paling halus adalah rasa percaya diri berlebihan. Orang cerdas sering merasa sudah paham cara kerja keuangan, sehingga menganggap dirinya kebal terhadap penipuan. Namun menurut hasil wawancara dengan pakar keuangan yang dikutip Maya Lau, para penipu justru menargetkan orang dengan tingkat percaya diri tinggi karena mereka cenderung tidak memeriksa detail kecil atau sumber informasi dengan seksama.
Mereka yakin intuisi dan logika mereka cukup kuat untuk menilai mana investasi yang bagus. Padahal, penipu merancang semua tampak profesional dan meyakinkan, mulai dari website hingga dokumen legalitas palsu. Ketika kamu menilai hanya dari tampilan luar, itu bisa jadi awal dari bencana finansial.
Kecerdasan memang penting, tapi bukan satu-satunya pelindung dari jebakan investasi bodong. Kewaspadaan emosional dan kesadaran terhadap bias diri justru jauh lebih menentukan. Sebelum memutuskan menaruh uang, biasakan untuk riset menyeluruh, periksa izin usaha di lembaga resmi, dan jangan buru-buru tergiur janji manis, ya.
Kalau tawaran investasi datang dari orang dekat, bukan berarti harus langsung dipercaya. Bertanya dan memverifikasi bukan tanda kamu curiga, tapi bentuk tanggung jawab terhadap keuanganmu sendiri. Pada akhirnya, orang paling bijak bukan yang paling pintar menghitung keuntungan, tapi yang tahu kapan harus berkata “tidak” pada sesuatu yang terlalu indah untuk jadi kenyataan.