Di ruang hening, waktu terantuk pada detik yang rawan,
jarum jam kaku, tak lagi mengeja perjalanan.
Ada doa yang terkatung, menggantung di udara,
seperti burung kehilangan arah pulang ke sarang.

Wajah malam menunduk pada cahaya lilin yang goyah,
suara lirih menembus sela ruang, mencari jawab.
Namun, langit diam, hanya memantulkan rindu,
meninggalkan jiwa pada perbatasan antara sabar dan pasrah.

Saat jarum berhenti, bukan akhir yang sejati,
melainkan ruang untuk hati menelusuri sunyi.
Doa pun menjelma jembatan tak terlihat,
mengikat jiwa dengan cahaya yang tak pernah padam.