"Why Rubber Bullets and Bean Bag Bullets Are Dangerous, and What to Do If You’ve Been Shot with One". Healthline. Diakses September 2025.
"Health Impacts of Crowd-Control Weapons: Kinetic Impact Projectiles (Rubber Bullets)". Phys. Diakses September 2025.
"What Tear Gas and Rubber Bullets Do to the Human Body". Wired. Diakses September 2025.
"A history of rubber bullets and other crowd control projectiles". OPB. Diakses September 2025.
Apakah Peluru Karet Mematikan? Ini Penjelasan Risikonya!

Kamu yang sering ikut dalam aksi demonstrasi, mungkin sudah gak asing lagi dengan peluru karet. Sama seperti gas air mata, peluru karet juga seringkali digunakan oleh aparat kepolisian. Paling sering digunakan untuk mengendalikan masa dalam jumlah banyak seperti pada aksi demonstrasi atau kerusuhan yang melibatkan ratusan atau ribuan orang.
Dibandingkan dengan peluru timah, peluru karet seringkali diklaim sebagai senjata yang kurang mematikan. Namun hanya karena diklaim kurang mematikan, bukan berarti penggunaannya gak berbahaya. Sebaliknya, peluru karet justru menyebabkan banyak cedera serius. Pertanyaannya, apakah peluru karet juga bisa mematikan? Begini penjelasannya!
1. Peluru karet gak selalu terbuat dari karet

Peluru karet adalah jenis proyektil benturan kinetik (KIPs) kecil dan padat yang ditembakkan dari senjata atau peluncur. Dilansir Healthline, meski namanya peluru karet, proyektil ini gak selalu terbuat dari karet. Beberapa jenis proyektil juga terbuat dari plastik, PVC, atau komposit yang mengandung logam. Umumnya, peluru karet memiliki ujung tumpul, terbuat dari logam yang kemudian dilapisi karet.
Peluru karet diciptakan oleh tentara Inggris pada tahun 1880-an, dan digunakan pertama kali untuk mengendalikan para perusuh di Singapura. Beberapa tahun setelahnya, Amerika Serikat menggunakan peluru karet pada tahun 1960-an untuk mengendalikan masa selama aksi protes pada Perang Vietnam. Saat ini, peluru karet memang gak lagi digunakan saat peperangan. Namun proyektil ini masih digunakan sejumlah negara untuk mengendalikan masa berjumlah besar dalam aksi demonstrasi atau kerusuhan.
2. Ukuran peluru karet membuat proyektil ini berbahaya

Peluru karet awalnya dirancang untuk menimbulkan rasa sakit dan melumpuhkan seseorang, tanpa perlu menembus tubuh layaknya peluru timah sungguhan. Secara teori, ukuran peluru karet yang lebih besar seharusnya memperlambat pergerakannya, dan membuat risiko peluru menembus kulit jadi kecil. Namun itu hanya sebatas teori, karena kenyataannya peluru karet juga gak kalah berbahaya.
Dilansir Physicians for Human Rights, jika ditembakkan dari jauh, ukurannya yang lebih besar serta pergerakan yang lamban membuat peluru sering kali melenceng dari sasaran. Lebih parahnya lagi, gak jarang tembakan peluru karet mengenai bagian tubuh yang rentan dan menyebabkan cedera tumpul yang memicu kerusakan internal tanpa merusak lapisan kulit.
3. Apakah peluru karet mematikan?

Tembakan peluru karet memang gak selalu bikin kamu berdarah. Namun bukan berarti cedera yang dihasilkan dapat dianggap enteng. Bila terkena mata, tembakan peluru karet dapat menyebabkan sobekan pada lapisan bola mata serta trauma pada struktur sekitarnya yang hampir selalu berakhir dengan kebutaan.
Pada sistem kardiorespirasi, tembakan peluru karet bisa menyebabkan memar pada jantung atau paru-paru hingga memicu terjadinya pendarahan dan serangan jantung yang berakhir dengan kematian jika gak ditangani dengan cepat. Jika terkena kepala, peluru karet dapat menyebabkan gegar otak, berbagai jenis pendarahan, hingga cedera otak yang parah. Dilansir Physicians for Human Rights, pada tahun 2017 sebuah studi menemukan bahwa sekitar 3 persen orang yang terkena peluru karet meninggal dunia karena cedera parah yang mereka alami, sedangkan 1.984 lainnya hidup dengan cedera permanen.
Peluru karet memang gak mematikan seperti peluru timah yang sering kali digunakan polisi untuk memburu penjahat. Namun bukan berarti peluru jenis ini gak bisa menyebabkan kematian. Jika ditembakkan dari jarak dekat atau ditembakkan ke organ tubuh tertentu, peluru karet juga dapat menyebabkan kematian.
Referensi