Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

12 Dampak Migrain yang Bisa Membahayakan Kesehatan

ilustrasi migrain (freepik.com/jcomp)
ilustrasi migrain (freepik.com/jcomp)
Intinya sih...
  • Migrain adalah gangguan neurologis kompleks yang dapat memengaruhi kualitas hidup secara signifikan dan, dalam beberapa kasus, menyebabkan komplikasi kesehatan serius.
  • Migrain terkait dengan sindrom iritasi usus besar dan nyeri punggung bawah, serta meningkatkan risiko stroke, gangguan pendengaran, kejang, dan masalah kognitif.

Migrain lebih dari sekadar sakit kepala parah; migrain adalah gangguan neurologis kompleks yang dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang secara signifikan dan, dalam beberapa kasus, menyebabkan komplikasi kesehatan serius.

Memahami dampak migrain yang dapat membahayakan kesehatan penting agar kamu dapat mengambil langkah-langkah pengelolaan dan pencegahan yang sesuai.

1. Masalah pencernaan

Migrain dan sindrom iritasi usus besar/irritable bowel syndrome (IBS) sering terjadi secara bersamaan, walaupun alasan pastinya belum diketahui. Namun, para ahli meyakini perubahan yang sama pada sistem saraf memicu sakit kepala dan masalah pencernaan. Orang dengan IBS sering mengalami diare dan sembelit secara bergantian, dan mereka mungkin juga merasa kembung atau ingin selalu ke kamar mandi.

Selain itu, tampaknya migrain dan IBS memiliki hubungan dua arah—orang dengan migrain memiliki peningkatan risiko terkena IBS dan sebaliknya.

Menurut studi, orang dengan migrain 4,13 kali lebih mungkin untuk memiliki IBS daripada orang tanpa migrain. Sementara itu, studi lain menemukan bahwa orang dengan IBS memiliki risiko 60 persen lebih tinggi atau 1,6 kali lebih mungkin untuk mengalami migrain daripada orang tanpa IBS.

Tak hanya itu, sebuah studi menemukan bahwa orang yang hidup dengan migrain dan IBS mempunyai gejala migrain yang lebih parah. Menurut studi lainnya, pasien migrain dengan frekuensi sakit kepala yang lebih tinggi, riwayat sakit kepala yang lebih lama, dan gangguan kecemasan lebih mungkin juga mengalami IBS.

Sumbu otak-usus tampaknya menjadi pusat hubungan antara migrain dan IBS. Sumbu ini memungkinkan terjadinya komunikasi antara sistem gastrointestinal dan sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang).

2. Sakit punggung

ilustrsi sakit punggung (unsplash.com/Sasun Bughdaryan)
ilustrsi sakit punggung (unsplash.com/Sasun Bughdaryan)

Nyeri punggung bawah yang frekuensinya sering menyerang sekitar 13 hingga 18 kali lebih banyak orang dengan migrain kronis dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami sakit kepala.

Selain itu, tinjauan sistematis tahun 2019 menyimpulkan bahwa individu dengan nyeri punggung bawah persisten sekitar dua kali lebih mungkin menderita sakit kepala kronis, termasuk migrain, dan sebaliknya.

Mekanisme pasti yang menghubungkan migrain dan nyeri punggung bawah belum sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa faktor mungkin berkontribusi:​

  • Sensitisasi sentral: Kedua kondisi tersebut melibatkan peningkatan sensitivitas sistem saraf, yang menyebabkan peningkatan persepsi nyeri.​
  • Ketegangan otot dan postur tubuh: Postur tubuh yang buruk dan ketegangan otot dapat menyebabkan sakit kepala dan nyeri punggung.​
  • Faktor risiko bersama: Stres, kurang olahraga, dan faktor gaya hidup tertentu dapat meningkatkan risiko migrain dan nyeri punggung bawah.

Memahami hubungan ini sangat penting untuk pengobatan yang efektif. Mengatasi migrain dan nyeri punggung secara bersamaan dapat menghasilkan hasil yang lebih baik daripada mengobati masing-masing kondisi secara terpisah.

3. Risiko stroke

Migrain, terutama yang disertai aura, dapat meningkatkan risiko stroke.

Migrain dengan aura dikaitkan dengan risiko stroke iskemik yang lebih tinggi, yang terjadi saat gumpalan darah menghalangi aliran darah ke otak. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan migrain dengan aura memiliki risiko stroke iskemik sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami migrain.

Risiko khususnya lebih tinggi untuk:

  • Perempuan usia di bawah 45 tahun.
  • Perokok.
  • Pengguna kontrasepsi hormonal.

Faktor-faktor ini dapat memperparah risiko yang terkait dengan migrain dengan aura.

Penting untuk dicatat bahwa walaupun risiko relatif meningkat, tetapi risiko absolut terjadi stroke pada orang dengan migrain tetap rendah.

4. Masalah penglihatan

ilustrasi migrain (pexels.com/andrea)
ilustrasi migrain (pexels.com/andrea)

Diperkirakan hingga 30 persen orang yang mengalami migrain mengalami gejala penglihatan. Keterlibatan penglihatan yang terkait dengan migrain dapat meliputi:

  • Gangguan penglihatan (aura)

Gangguan penglihatan dapat terjadi sebelum migrain. Beberapa orang mungkin juga mengalami masalah penglihatan bahkan setelah sakit kepala migrain dimulai. Berbagai jenis gangguan penglihatan dapat berkembang, termasuk:

    • Garis zig-zag bergerak melintasi bidang penglihatan.
    • Melihat titik, bintang, atau bintik.
    • Bintik buta.
    • Penglihatan kabur.
    • Objek tampak terlalu kecil atau terlalu besar.

Gangguan penglihatan yang terkait dengan migrain biasanya berlangsung selama 20–30 menit.

Migrain dapat berubah sepanjang hidup seseorang. Beberapa orang mungkin mengalami perubahan jenis masalah penglihatan yang mereka alami selama migrain.

  • Migrain okular

Jika kamu mengalami gejala aura di atas tanpa sakit kepala, ini disebut migrain okular dan biasanya berlangsung singkat.

  • Migrain retina

Migrain retina melibatkan kehilangan penglihatan tanpa rasa sakit yang mungkin hanya memengaruhi satu mata. Biasanya, kehilangan penglihatan hanya berlangsung sekitar 30 menit. Meskipun kehilangan penglihatan hanya berlangsung sebentar, tetapi ini tetap dapat membingungkan. Orang yang rentan terhadap migrain klasik juga dapat mengalami migrain retina.

5. Gangguan tidur

Migrain sering kali mengganggu kualitas tidur. Banyak penderita migrain mengalami serangan pada malam hari atau dini hari, yang dapat membangunkan tidur dan sulit untuk tidur kembali. Gangguan ini dapat menciptakan siklus di mana kurang tidur memicu migrain yang lebih sering dan parah.

Risiko kesehatan gangguan tidur akibat migrain meliputi:

  • Perkembangan migrain kronis: Gangguan tidur yang terus-menerus dapat menyebabkan perkembangan migrain episodik menjadi migrain kronis, yang didefinisikan sebagai migrain yang dialami selama 15 hari atau lebih per bulan. ​
  • Masalah kesehatan mental: Kualitas tidur yang buruk dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi dan kecemasan, yang umumnya dikaitkan dengan migrain. ​
  • Masalah kardiovaskular: Gangguan tidur dan migrain merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular, termasuk stroke dan penyakit jantung, terutama pada perempuan dan individu dengan migrain aura.

5. Gangguan pendengaran

ilustrasi mengalami gangguan pendengaran (freepik.com/stockking)
ilustrasi mengalami gangguan pendengaran (freepik.com/stockking)

Migrain dapat menyebabkan masalah pendengaran, termasuk gangguan pendengaran dan tinitus (telinga berdenging).

Salah satu penjelasannya melibatkan vasospasme—penyempitan pembuluh darah secara tiba-tiba—yang terjadi selama migrain. Kejang ini dapat mengurangi aliran darah ke telinga bagian dalam, yang berpotensi merusak struktur halus yang bertanggung jawab untuk pendengaran. Mekanisme ini dianggap berkontribusi terhadap gejala pendengaran pada orang dengan migrain. ​

Selain itu, migrain dapat meningkatkan risiko kehilangan pendengaran sensorineural mendadak (SSHL), kehilangan pendengaran cepat yang dapat terjadi dalam waktu singkat. Individu dengan migrain memiliki risiko lebih tinggi mengalami SSHL dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami migrain.

Migrain vestibular, subtipe migrain, juga dapat menyebabkan gejala pendengaran seperti pendengaran yang tidak jelas, rasa penuh di telinga, dan tinitus. Gejala-gejala ini diyakini disebabkan oleh sensitisasi sistem saraf pusat selama serangan migrain.

7. Kejang

Migrain—terutama yang disertai aura—dapat memicu kejang. Fenomena ini dikenal sebagai "migralepsi", yaitu kejang yang terjadi selama atau dalam waktu satu jam setelah migrain aura. Penting untuk diketahui bahwa migralepsi sangat jarang terjadi dan masih menjadi subjek penelitian yang sedang berlangsung. ​

Hubungan antara migrain dan kejang diperkirakan berasal dari mekanisme neurologis yang sama. Kedua kondisi tersebut melibatkan aktivitas listrik abnormal di otak. Pada migrain dengan aura, gelombang perubahan listrik—yang dikenal sebagai depresi penyebaran kortikal—berpotensi menurunkan ambang kejang pada individu yang rentan.

Meskipun kejadian kejang yang dipicu oleh migrain jarang terjadi, tetapi individu yang mengalami gejala neurologis yang tidak biasa bersamaan dengan migrain harus berkonsultasi dengan dokter.

8. Nyeri kronis

ilustrasi sakit kepala (freepik.com/stefamerpik)
ilustrasi sakit kepala (freepik.com/stefamerpik)

Migrain dan nyeri kronis saling terkait. Banyak pasien migrain kronis juga mengalami kondisi nyeri kronis lainnya, seperti fibromialgia, IBS, dan gangguan sendi temporomandibular. Tumpang tindih ini diduga terjadi akibat mekanisme bersama dalam sistem saraf yang meningkatkan sensitivitas nyeri.

Penelitian menunjukkan, orang dengan migrain kronis lebih mungkin mengalami kondisi nyeri kronis lainnya, menunjukkan adanya hubungan dua arah. 

Mengatasi migrain dan nyeri kronis bisa jadi menantang, karena pengobatan yang efektif untuk satu kondisi mungkin tidak berhasil untuk kondisi lainnya. Nyeri kronis dapat memicu serangan migrain dengan meningkatkan stres dan mengganggu tidur, yang menekankan pentingnya strategi manajemen yang komprehensif.

Memahami hubungan antara migrain dan nyeri kronis sangat penting untuk pengobatan yang efektif.

9. Tekanan darah tinggi

Migrain, terutama yang disertai aura, dikaitkan dengan risiko tekanan darah tinggi selama kehamilan. Perempuan dengan riwayat migrain memiliki peluang lebih besar untuk mengalami hipertensi gestasional dan preeklamsia.

Misalnya, sebuah studi menemukan bahwa perempuan dengan migrain sebelum hamil memiliki risiko komplikasi yang lebih besar, termasuk persalinan prematur, hipertensi gestasional, dan preeklamsia.​

Selain itu, migrain dapat dikaitkan dengan disfungsi pada sistem saraf otonom, yang mengendalikan fungsi tak sadar seperti tekanan darah dan detak jantung. Disfungsi ini dapat menyebabkan fluktuasi pada tanda-tanda vital ini, yang berpotensi berkontribusi terhadap migrain dan hipertensi. Disautonomia—gangguan sistem saraf otonom—dapat menyebabkan gejala seperti ketidakteraturan tekanan darah dan kelainan detak jantung.​

10. Masalah kesehatan mental

ilustrasi cemas (pexels.com/ محمد عزام الشيخ يوسف)
ilustrasi cemas (pexels.com/ محمد عزام الشيخ يوسف)

Migrain juga terkait dengan kondisi kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan gangguan bipolar. Hubungan ini lebih dari sekadar stres karena mengantisipasi serangan migrain berikutnya.

Penelitian menunjukkan, migrain dan gangguan kesehatan mental ini sering terjadi bersamaan karena mekanisme biologis yang sama. Misalnya, penelitian menemukan bahwa individu dengan migrain berisiko lebih tinggi mengalami depresi dan kecemasan. Satu penelitian mencatat bahwa hampir setengah dari orang dengan migrain juga mengalami depresi, dan sekitar 60 persen melaporkan gangguan kecemasan.

Tumpang tindih ini mungkin berasal dari jalur otak yang sama dan ketidakseimbangan neurotransmiter. Baik migrain maupun gangguan suasana hati melibatkan disregulasi serotonin dan dopamin, zat kimia yang berperan dalam persepsi nyeri dan pengaturan suasana hati.

Selain itu, sifat migrain yang tidak dapat diprediksi dan kronis dapat menyebabkan peningkatan stres dan tekanan emosional, yang berpotensi memperburuk atau memicu masalah kesehatan mental. Hubungan dua arah ini berarti bahwa mengelola satu kondisi dapat memengaruhi kondisi lainnya secara positif.

11. Sakit kepala yang lebih sering

Migrain kronis dapat membuat seseorang sering mencari obat untuk meredakannya. Namun, jika menggunakan obat pereda nyeri lebih dari dua atau tiga kali seminggu, kamu dapat mengalami sakit kepala berulang (sakit kepala rebound).Sakit kepala ini terjadi ketika efek obat berkurang lebih cepat setiap kali dan nyeri kembali lebih kuat dari sebelumnya.

12. Penurunan kognitif

ilustrasi otak manusia (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi otak manusia (pexels.com/cottonbro studio)

Migrain dapat memengaruhi fungsi kognitif seperti memori dan perhatian, terutama selama serangan. Gangguan ini biasanya bersifat sementara, tetapi dapat lebih persisten pada individu dengan migrain yang sering atau kronis. Sebuah studi menyoroti orang-orang dengan migrain kronis dan episodik mengalami tantangan kognitif yang secara signifikan memengaruhi kualitas hidup mereka.

Meskipun migrain dapat menyebabkan masalah kognitif sementara, tetapi bukti penurunan kognitif jangka panjang beragam. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa migrain tidak selalu menyebabkan penurunan kognitif progresif dari waktu ke waktu. Namun, sebuah metaanalisis menemukan bahwa individu dengan migrain memiliki sedikit peningkatan risiko terkena demensia, termasuk penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.

Migrain lebih dari gangguan sakit kepala yang mengganggu, tetapi juga dapat membawa dampak signifikan bagi kesehatan fisik dan mental. Jadi, penting untuk mengelola migrain dan kondisi medis terkait dengan tepat. Dengan penanganan yang sesuai, migrain dapat dikendalikan dan dampak negatifnya terhadap kesehatan bisa diminimalkan.

Referensi

"11 Ways Migraines Are Dangerous for Your Health". Healthgrades. Diakses April 2025.
"The Relationship Between Migrain and Irritable Bowel Syndrome". Association of Migraine Disorders. Diakses April 2025.
Abdulrahman, Khalid a. Bin, Nawaf S. Alenazi, et al. “Association of Migraine and Irritable Bowel Syndrome in Saudi Arabia: A Nationwide Survey.” BioMed Research International 2022 (January 18, 2022): 1–8.
Cole, J Alexander, Kenneth J Rothman, et al. “Migraine, Fibromyalgia, and Depression among People with IBS: A Prevalence Study.” BMC Gastroenterology 6, no. 1 (September 28, 2006).
"Back Pain and Migraines". Jaffe Sports Medicine. Diakses April 2025.
Min-Suk Yoon et al., “Chronic Migraine and Chronic Tension-type Headache Are Associated With Concomitant Low Back Pain: Results of the German Headache Consortium Study,” Pain 154, no. 3 (December 28, 2012): 484–92.
"Persistent headache or back pain 'twice as likely' in the presence of the other." ScienceDaily. Diakses April 2025.
"Migraine and Stroke: Reducing Your Risk." American Migraine Foundation. Diakes April 2025.
"Does migraine with aura increase stroke risk?" British Heart Foundation. Diakses April 2025.
"What migraine sufferers need to know about stroke risk." American Heart Association. Diakses April 2025.
"Visual Disturbances: Related to Migraine or Not?" American Migraine Foundation. Diakses April 2025.
"Vision Problems with Migraines | Migraines Awareness Month." Kadrmas Eye Care New England. Diakses April 2025.
"5 Diseases That Commonly Coexist With Migraine." Verywell Health. Diakses April 2025.
"The Link Between Migraines and Hearing Loss." Diakses April 2025.
Masoud Mohammadi, Mohammad Hosein Taziki Balajelini, and Abdolhalim Rajabi, “Migraine and Risk of Sudden Sensorineural Hearing Loss: A Systematic Review and Meta‐analysis,” Laryngoscope Investigative Otolaryngology 5, no. 6 (October 20, 2020): 1089–95, https://doi.org/10.1002/lio2.477.
"Vestibular Migraines." American Academy of Audiology. Diakses April 2025.
"Epilepsy and Migraine: What Is the Relationship?" Verywell Health. Diakses April 2025.
"Migraine and Seizure: What’s the Connection?" Healthline. Diakses April 2025.
Paul T. G. Davies and C. P. Panayiotopoulos, “Migraine Triggered Seizures and Epilepsy Triggered Headache and Migraine Attacks: A Need for Re-assessment,” The Journal of Headache and Pain 12, no. 3 (April 23, 2011): 287–88.
Jason C. Ray, Manjit Matharu, and Elspeth Hutton, “Relationship of Migraine and Other Forms of Chronic Pain,” Handbook of Clinical Neurology, January 1, 2024, 517–24.
"Migraine history may be marker of pregnancy complications." The Harvard Gazette. Diakses April 2025.
"The Relationship Between Migraine and Mental Health." American Migraine Foundation. Diakses April 2025.
López-Medina, D.C., Arboleda-Ramírez, A., Ríos-Díaz, S. et al. "Cognition, mental health, and quality of life in patients with chronic and episodic migraine during the interictal period." BMC Neurol 25, 108 (2025).
Vuralli, D., Ayata, C. & Bolay, H. "Cognitive dysfunction and migraine." J Headache Pain 19, 109 (2018).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Misrohatun H
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us