Disestesia: Gejala, Penyebab, Diagnosis, Jenis, dan Perawatan

Disestesia atau dysesthesia adalah nyeri kronis yang dipicu oleh gangguan pada sistem saraf pusat. Ini melibatkan sensasi aneh pada area kulit seperti gatal, sensasi terbakar, atau mirip tersetrum.
Area tubuh yang paling sering terdampak ialah bagian ekstremitas, seperti tangan dan kaki. Namun, tidak menutup kemungkinan area tubuh lainnya bisa terdampak.
Kondisi ini sering dikaitkan dengan beberapa kondisi medis, termasuk stroke dan multiple sclerosis (MS). Menurut laporan dalam buku Multiple Sclerosis: Perspectives in Treatment and Pathogenesis, diperkirakan sebanyak 12 sampai 28 persen orang dengan MS mengembangkan disestesia.
1. Gejala

Gejala disestesia bisa bervariasi pada masing-masing penderitanya. Tergantung penyebab yang mendasarinya, sensasi ini bisa bersifat akut maupun kronis. Di sisi lain, banyak kasus disestesia yang terjadi secara progresif atau memburuk dari waktu ke waktu.
Gejala umum disestesia meliputi:
- Sensasi gatal dan terbakar. Ini sering diasosiasikan dengan sesuatu yang merayap di bawah kulit.
- Rasa sakit yang tajam dan menusuk.
- Rasa sakit yang mengiritasi, bahkan tanpa kontak langsung maupun dari sentuhan ringan.
- Rasa sakit mirip nyeri otot.
- Sensasi seperti tersengat listrik.
- Nyeri yang menyebar ke area tubuh lain yang tidak bisa dijelaskan.
- Jika memengaruhi kulit kepala, bisa menyebabkan rambut rontok.
2. Jenis

Studi dalam Journal of the American Academy of Dermatology menjelaskan, berbagai jenis disestesia dapat memengaruhi bagian tubuh yang berbeda. Kendati demikian, semua area yang terdampak tetap mengembangkan sensasi yang tidak nyaman.
Dilansir Medical News Today, disestesia dapat dibagi ke dalam beberapa jenis, meliputi:
- Cutaneous dysesthesia: Digambarkan sebagai kondisi kulit sensitif yang merespons rangsangan dengan cara yang tidak biasa. Contohnya adalah pakaian longgar yang dikenakan atau angin sepoi yang mengenai kulit dapat memicu sensasi nyeri, terbakar, bahkan iritasi.
- Occlusal dysesthesia: Jenis ini memengaruhi area gigi, membuat penderitanya merasa tidak nyaman dengan gigitannya tanpa alasan jelas. Dalam kasus yang jarang, occlusal dysesthesia bisa muncul karena efek samping prosedur khusus yang melibatkan gigi.
- Oral dysesthesia: digambarkan dengan sensasi sakit atau terbakar pada bagian mulut, yang mencakup lidah, gusi, dan rahang. Beberapa pengidapnya juga bisa mengalami perubahan rasa pada indra pengecap dan mengembangkan respons berlebihan terhadap suhu. Kemungkinan lain yakni dapat mengalami kesulitan makan dan berbicara.
- Scalp dysesthesia: Jenis ini memengaruhi area kulit kepala. Sama perti jenis lainnya, orang yang mengembangkan disestesia kulit kepala akan mengalami sensasi gatal dan terbakar. Pada beberapa kasus, scalp dysesthesia bisa menandakan masalah pada tulang belakang di bagian leher.
3. Kondisi terkait

Disestesia mengacu pada gejala yang melibatkan masalah terkait kerusakan saraf, khususnya sistem saraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Kondisi ini lebih umum dialami pasien MS, yang mana respons tubuh merusak mielin atau selubung saraf yang membungkus akson.
Pada dasarnya, apa pun masalah kesehatan yang melibatkan kerusakan saraf dapat berisiko menimbulkan disestesia. Masalah kesehatan tersebut di antaranya:
- Diabetes.
- Stroke.
- Penyakit Lyme.
- Sindrom Guillain-Barré.
- Herpes zoster.
- Cedera saraf.
4. Diagnosis

Dokter akan mendiagnosis disestesia berdasarkan gejala yang dilaporkan pasien. Karena ada banyak jenis lain dari perubahan sensasi kulit terkait MS, diagnosisnya akan sangat bergantung pada mengesampingkannya.
Sebagai contoh, disestesia tidak boleh disamakan dengan anestesi atau hipoestesia, yang mengacu pada hilangnya sensasi, atau parestesia yang mengacu pada sensasi yang terdistorsi (seperti ketika anggota badan "tertidur"). Disestesia berbeda karena dapat, tetapi tidak selalu, merujuk pada sensasi spontan tanpa adanya rangsangan.
5. Perawatan

Dilansir Healthline, disestesia umumnya bisa diatasi dengan beberapa obat-obatan yang diresepkan oleh dokter, seperti:
- Krim pereda nyeri yang mengandung lidokain atau kapsaisin.
- Obat antikonvulsan, seperti gabapentin, fenitoin, dan pregabalin.
- Obat antidepresan, seperti desipramin dan amitriptilin.
- Pemberian tramadol pada kasus yang parah.
- Pemberian antihistamin hidroksizin untuk meredakan gatal dan sensasi terbakar pada pasien MS.
Selain itu, pengobatan alami juga bisa dilakukan, yang meliputi:
- Melakukan latihan peregangan ringan.
- Mengompres daerah yang terdampak dengan kompres dingin atau hangat.
- Mengolesi kulit dengan pelembap (misalnya calamine) untuk meredakan rasa gatal, sakit, dan tidak nyaman.
- Mandi dengan garam Epsom dan oatmeal koloid.
6. Kapan harus menemui dokter?

Meskipun disestesia tidak selalu membutuhkan intervensi medis, tetapi penting untuk mengetahui penyebab kemunculannya. Jika disestesia timbul secara persisten, tentu ini akan mengganggu kualitas hidup penderitanya secara signifikan.
Dalam beberapa kasus, disestesia persisten termanifestasi ke dalam beberapa masalah yang mengganggu, meliputi:
- Iritasi kulit yang menyakitkan.
- Perasaan lekas marah, cemas, dan bahkan depresi.
- Terganggunya aktivitas harian karena rasa sakit yang muncul kian intens.
- Kelelahan dan tidak dapat tidur nyenyak sebagai bagian dari dampak disestesia.
- Penderitanya cenderung mengisolasi diri dan menghindari situasi sosial.
Beberapa masalah di atas bisa menjadi beban bagi orang-orang dengan disestesia, terlebih jika gejala makin parah dari hari ke hari. Jadi, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, lebih baik temui dokter. Dokter akan membantu mengidentifikasi gejala dan mendiagnosis penyebabnya agar perawatan bisa segera diberikan.