Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Waspadai COVID-19 Varian Arcturus, Bisa Sebabkan Lonjakan Kasus

ilustrasi virus penyebab COVID-19 (unsplash.com/Fusion Medical Animation)
ilustrasi virus penyebab COVID-19 (unsplash.com/Fusion Medical Animation)

Pandemi COVID-19 sudah berlangsung sekitar 3 tahun. Virus SARS-CoV-2 masih terus bermutasi sehingga varian baru bermunculan, termasuk varian Arcturus. Varian baru tersebut memicu kenaikan kasus COVID-19 di sejumlah negara, salah satunya India. 

Varian Arcturus dikabarkan telah masuk di Indonesia beberapa waktu lalu. Oleh sebab itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan masyarakat agar tetap waspada.

1. Sudah ada 29 negara melaporkan varian Arcturus

ilustrasi peta negara (pexels.com/Suzy Hazelwood)
ilustrasi peta negara (pexels.com/Suzy Hazelwood)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) tengah mengawasi subvarian Omicron baru yaitu XBB 1.16 alias varian Arcturus.

Menurut Dr. Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis COVID-19 untuk WHO pada konferensi pers 29 Maret 2023, subvarian XBB. 1.16 telah diidentifikasi setidaknya di 22 negara. Subvarian tersebut telah memicu lonjakan kasus di India dan menjadi subvarian dominan menggantikan varian lainnya.

Dalam kesempatan konferensi pers Update Perkembangan COVID-19 Varian Arcturus tanggal 17 April 2023, juru bicara Kemenkes, dr. Mohammad Syahril, SpP, MPH, menyampaikan bahwa sudah ada 29 negara yang melaporkan varian Arcturus. Negara terbanyak yang melaporkan antara lain India, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Australia.

 

2. Subvarian Arcturus ditemukan di Indonesia

Kemenkes menyebutkan adanya temuan kasus varian baru COVID-19 Arcturus di Indonesia. Varian Arcturus masih subvarian dari Omicron.

Varian Arcturus disebut memiliki gejala yang cenderung ringan. Meski demikian, subvarian tersebut cepat menular. Dengan kemampuan penularan yang cepat dikhawatirkan subvarian tersebut berpotensi menyebabkan lonjakan kasus COVID-19 dalam waktu singkat, seperti yang terjadi di India dan sejumlah negara lainnya.

Oleh sebab itu, Kemenkes mengimbau masyarakat agar berhati-hati dan mewaspadai varian tersebut. Senantiasa melakukan protokol kesehatan dan melengkapi vaksinasi booster untuk perlindungan optimal.

3. Gejala Arcturus mirip varian COVID-19 sebelumnya

ilustrasi demam (pexels.com/Karolina Grabowska)
ilustrasi demam (pexels.com/Karolina Grabowska)

Dokter Syahril menyampaikan bahwa saat ini ada penambahan kasus Arturus di Indonesia sebanyak 5 orang, sehingga total kasus menjadi 7 orang. Sebelumnya, terdapat dua kasus pertama varian Arcturus, yang mana satu kasus merupakan pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) sementara satu kasus lainnya merupakan transmisi lokal.

Untuk saat ini, subvarian Arcturus belum mendominasi kasus COVID-19 di Indonesia. Kasus COVID-19 di Indonesia masih didominasi oleh varian COVID-19 sebelumnya.

Menurut dokter Syahril, gejala hampir sama dengan gejala COVID-19 varian sebelumnya, seperti batuk, demam, nyeri tenggorokan, dan gejala lainnya.

Ada sebagian laporan gejala khas dari sejumlah negara, seperti kemerahan pada mata dan adanya kotoran mata, tapi tidak semua kasus mengalaminya.

4. Arcturus dikelompokkan dalam variant under monitoring

ilustrasi virus penyebab COVID-19 Omicron subvarian XBB (freepik.com/Freepik)
ilustrasi virus penyebab COVID-19 Omicron subvarian XBB (freepik.com/Freepik)

XBB. 1.16 atau Arcturus dikelompokkan dalam variant under monitoring (VUM), tidak termasuk variant of concern. Menambahkan penjelasan dari laman GAVI, kategori VUM merupakan kelompok yang mana ada perubahan genetik yang diduga memengaruhi perilaku virus yang mungkin menunjukkan penularan lebih cepat, tetapi dampaknya masih belum pasti sehingga perlu pemantauan.

Ketika muncul varian COVID-19 baru, WHO akan menginvestigasi dan mengategorikan virus berdasarkan kriteria tertentu, seperti potensi penyebaran dan lainnya. WHO mengelompokkannya menjadi variant under monitoring (VUM), variant of interest (VOI), atau variant of concern (VOC).

5. XBB. 1.16 terbukti lebih menular daripada XBB. 1.5 pada penelitian lab

ilustrasi peneliti di laboratorium (pexels.com/Polina Tankilevitch)
ilustrasi peneliti di laboratorium (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Menurut Maria, XBB. 1.16 sangat mirip dengan XBB. 1.5. Namun, subvarian tersebut memiliki satu mutasi tambahan pada spike protein.

Menambahkan penjelasan dari laman WebMD, dalam penelitian laboratorium, XBB. 1.16 terbukti lebih menular daripada XBB. 1.5. Namun, penyakit yang lebih berat belum ditemukan pada orang yang benar-benar telah terinfeksi varian baru tersebut.  

Saat ini, subvarian Arcturus telah masuk di Indonesia. Varian ini diduga dapat menular lebih cepat sehingga dikhawatirkan memicu kenaikan kasus COVID-19 dalam waktu singkat. Oleh sebab itu, Kemenkes mengimbau agar kita senantiasa melakukan protokol kesehatan dan melengkapi vaksinasi booster.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dewi Purwati
EditorDewi Purwati
Follow Us