1 Tahun Prabowo, Walhi Sebut Ambisi Pemerintah Berdampak Rakyat-Lingkungan

- Dalam rangka satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, Walhi menyoroti adanya perencanaan buruk untuk target pertumbuhan ekonomi.
- Pemerintah dinilai mengorbankan lingkungan hidup hingga mengajarkan masyarakat jadi konsumtif.
- Masyarakat juga mengalami tindak represif dari aparat keamanan, dampak kebijakan pemerintah.
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Boy Jerry Even Sembiring, mengkritisi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang akan genap berusia satu tahun pada 20 Oktober 2025.
Boy secara khusus menyoroti target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen yang belakangan terlihat dampaknya, karena dianggap mengorbankan kemanusiaan dan lingkungan hidup.
"Catatan kami terkait satu tahun pemerintahan Prabowo itu ternyata tidak banyak situasi yang berubah, dan tidak ada perubahan signifikan yang memberikan perlindungan terhadap kepentingan kemanusiaan dan lingkungan hidup," kata dia dalam jumpa pers bertajuk Evaluasi 1 Tahun Pemerintahan Prabowo di kantor Walhi, Mampang, Jakarta Selatan, Selasa (14/10/2025).
1. Perencanaan buruk pemerintahan Prabowo-Gibran

Boy menilai, negatifnya nasib sektor lingkungan hidup di satu tahun belakangan ini, terjadi karena perencanaan buruk yang didesain pemerintahan Prabowo. Ia menyebut krisis yang terjadi belakangan, termasuk lingkungan hidup dan HAM, terjadi karena dipengaruhi target ambisius pemerintah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Dalam memenuhi target ini, Boy menjelaskan, pemerintah perlu mendongkrak Produk Domestik Bruto (DPB). Caranya dengan mendorong konsumsi masyarakat, investasi, dan mengontrol pengeluaran negara seperti meningkatkan ekspor dan mengurangi impor.
"Kalau terkait PDB lalu apa indikator hitungannya? Tentu ada konsumsi rakyat, investasi, pengeluaran negara, lalu ditambah nilai ekspor dikurangi impor," tuturnya.
2. Mengorbankan lingkungan hidup hingga mengajarkan masyarakat jadi konsumtif

Karena itu, Boy melanjutkan, demi memenuhi target pertumbuhan ekonomi tersebut, pemerintah terus menggenjot investasi, yakni yang paling relevan terkait dengan industri ekstrasi dan lingkungan hidup.
"Kemudian terkait dengan konsumsi, negara juga sedang mengajarkan rakyatnya teruslah mengonsumsi, teruslah mengekstraksi. Ini bisa kita lihat dari beberapa perubahan undang-undang, salah satunya Minerba. Bagaimana rakyat yang sedang berada di bawah ancaman ekologis dan krisis, diajak jadi bagian mengakselerasi kerusakan. Mereka diberikan kewenangan untuk ambil bagian dalam proses ekstraksi," ucap dia.
Upaya yang dilakukan pemerintah ini, menurut Boy, memang baik dari segi ekonomi. Namun sebaliknya, tidak baik bagi keberlanjutan generasi ke depan.
3. Masyarakat mengalami tindak represif

Pada akhirnya, Boy mengatakan, target tinggi pemerintah Prabowo juga menimbulkan perilaku represif yang dilakukan aparat kepada rakyat.
"Kami melihat bahwa konteks pertumbuhan ekonomi ini, diikuti dengan cara represif untuk memastikan kita gak tahu apakah ini konspirasi, atau peralihan tuan-tuan barunya, atau bentuk penguatan kapitalis," kata dia.
Hal itu juga semakin terlihat pasca-terbitnya Perpres Nomor 5 Tahun 2025, tentang Penertiban Kawasan Hutan. Aturan ini justru memperlihatkan bagaimana negara menggunakan militer dan kejaksaan untuk merampas tanah yang kemudian digunakan dan dikelola melalui peleburan tiga Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Agrinas.
"Pertanyaannya, ketika tanah ilegal yang berada di hutan di-takeover, lalu dijadikan kepemilikan negara melalui perusahaan Agrinas. Lalu legalitas Agrinasnya di mana?" tanya Boy.