Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

2 Warga Jakarta Gugat MK, Minta Kolom Agama Bisa Ditulis Tak Beragama

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Sherlina Purnamasari)
Intinya sih...
  • Dua warga Jakarta menggugat UU Adminduk soal kolom agama dalam KK dan KTP di Mahkamah Konstitusi.
  • Pemohon ingin kolom agama dapat diisi dengan "tidak beragama" karena merasa agama tidak boleh dipaksakan.
  • Para pemohon juga mengajukan pengujian materi terhadap beberapa undang-undang lain terkait kebebasan beragama dan hak konstitusional.

Jakarta, IDN Times - Dua warga Jakarta menggugat Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) mengenai biodata penduduk yang memuat keterangan agama dalam Kartu Keluarga (KK) maupun Kartu Tanda Pengenal (KTP) ke Mahkamah Konstitusi. Para pemohon ingin kolom agama tersebut dapat diisi dengan “tidak beragama”.

Pemohon tersebut yakni, Raymond Kamil dan Indra Syahputra yang menilai agama adalah sesuatu yang tidak boleh dipaksakan.

“Pada kenyataannya tidak memeluk salah satu dari tujuh pilihan dan yang tidak beragama dipaksa keadaan untuk berbohong atau tidak dilayani,” ujar pendamping para pemohon, Teguh Sugiharto, dikutip dari laman mkri.id, Jumat (25/10/2024).

1. Para pemohon mengaku tak memeluk agama dan kepercayaan

Dua pemohon UU Administrasi Kependudukan ke MK. dok MKRI

Teguh mengatakan, para pemohon mengaku tidak memeluk agama dan kepercayaan manapun termasuk yang agama dan kepercayaan yang telah diakui negara Indonesia.

"Para pemohon menyatakan telah mengalami kerugian hak konstitusional karena harus mengisi kolom agama tersebut dengan memilih agama atau kepercayaan, padahal dirinya ingin diinput tidak beragama," ujarnya.

2. Alami diskriminasi untuk isi kolom agama

Ilustrasi KTP Elektronik. (IDN Times/Reza Iqbal Ghafari)

Teguh menambahkan, Raymond Kamil dan Indra Syahputra telah mengalami diskriminasi karena petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menolak agar kolom agama dalam KK maupun KTP dituliskan tidak beragama.

"Menurut para pemohon, ketentuan yang diuji mewajibkannya untuk memeluk agama atau kepercayaan tertentu, apalagi isian kolom agama tidak bersifat isian terbuka melainkan pilihan tertutup yang memaksa," imbuhnya.

3. Minta setiap orang bebas memeluk agama dan tidak memeluk agama

Potret Suster dari Santa Ursula bersama seorang perempuan berhijab di dekat Masjid Istiqlal saat menyambut kedatangan Paus Fransiskus. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Teguh mengungkapkan, Raymond mengaku mendapat penolakan untuk tidak mengikuti pendidikan agama dari petugas dinas pendidikan. Dia juga berkeinginan untuk menikah kembali, tetapi dirinya tidak mungkin memenuhi hak konstitusional dimaksud kecuali melakukan kebohongan mengaku sebagai penganut agama tertentu yang diakui.

Karena itu, selain UU Adminduk, para pemohon juga mengajukan permohonan pengujian materi Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 12 ayat (1) huruf a dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta Pasal 302 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam petitumnya, pada pokoknya para pemohon meminta Mahkamah menyatakan pasal-pasal yang diuji tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai secara positif dan negatif, yaitu setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan bebas untuk tidak memeluk agama dan kepercayaan serta kebebasan untuk mengikuti atau tidak mengikuti pendidikan agama.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
Dini Suciatiningrum
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us