Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Aksi Predator Seksual di Pesantren Sumenep

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN times/Aditya Pratama)
Ilustrasi kekerasan seksual (IDN times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Pada 2018 ada korban yang hamil dan mengugurkan kandungannya.Kasus ini terungkap ketika salah satu korban melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya. Polisi telah menangkap pelaku pada 20 Juni di Situbondo.
  • Korban dipaksa tidak menceritakan kekerasan seksual itu pada siapapun.Salah satu korban, berinisial F, takut melawan karena pelaku adalah pemilik atau pengasuh Pondok pesantren. Pelaku melakukan perbuatan rudapaksa kepada korban dengan modus yang sama.
  • Tiga korban sudah dapat pendampingan.Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Sumenep sudah memberikan pendampingan berupa asesmen awal dan pendampingan hukum kepada tiga

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mengecam kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang pengasuh pondok pesantren di Pulau Kangean, Sumenep, Jawa Timur, Moh. Sahnan, 51 tahun. Ada sembilan santri yang menjadi korban kekerasan seksual ini. Kasus ini diduga sudah terjadi sejak 2016 hingga 2024.

“Tindakan kekerasan seksual, terlebih jika dilakukan oleh pihak yang seharusnya berperan sebagai pendamping dan pelindung bagi anak merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Negara berkomitmen hadir dan bertindak atas setiap kasus kekerasan karena kami meyakini tidak satu pun perempuan dan anak boleh menjadi korban kekerasan, terlebih kekerasan seksual,” ujar Arifah, dikutip Senin (28/9/2025).

1. Pada 2018 ada korban yang hamil dan mengugurkan kandungannya

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Kasus ini terungkap ketika salah satu korban melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya. Setelah dilakukan pendalaman kasus, pada 2018, salah seorang korban mengalami kehamilan dan kemudian mengugurkan kandungannya

“Korban berhak mendapatkan perlindungan, pemulihan menyeluruh, dan akses terhadap keadilan, termasuk restitusi,” kata Menteri PPPA.

Kasus kekerasan seksual ini dilaporkan kepada Polres Sumenep pada 3 Juni 2025, dan berkasnya telah dilimpahkan kepada Kejaksaan pada 17 Juli 2025. Polisi telah menangkap Moh. Sahnan pada 20 Juni di Situbondo.

"Kami akan terus memantau proses hukum yang berjalan, agar pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata Arifah.

2. Korban dipaksa tidak menceritakan kekerasan seksual pada siapa pun

WhatsApp-Image-2025-07-20-at-12.35.30-750x375 (1).jpeg
Plt Kasihumas Polres Sumenep, AKP Widiarti (Dok/ Humas Polres Sampang)

Sementara, Polres Sumenep, Plt. Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti mengatakan kasus ini terjadi pada 2021 saat salah seorang korban berinisial F diminta tersangka mengambil air dingin, dan mengantarkan ke dalam kamarnya. Namun, korban malah mengalami kekerasan seksual. F takut melawan karena Moh. Sahnan adalah pemilik atau pengasuh pondok pesantren.

“Usai melakukan rudapaksa, tersangka lalu menyuruh korban untuk tidak menceritakan kepada siapa pun tentang kejadian itu,” kata AKP Widiarti dalam keterangannya, Kamis, 12 Jun 2025.

3. Korban lebih dari satu orang

Ilustrasi kekerasan seksual. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi kekerasan seksual. (IDN Times/Aditya Pratama)

Hasil pemeriksaan Moh. Sahnan tak hanya memperkosa F sekali saja. Selang lima hari kemudian, dengan modus yang sama, dia kembali melakukan perbuatan yang sama kepada F. Hingga akhirnya terungkap bukan hanya F yang menjadi korban nafsu bejat Moh. Sahnan.

Sebelum ditangkap, Moh. Sahnan sempat melarikan diri. Akibat perbuatannya, Moh. Sahnan dijerat dengan Pasal 81 ayat (3) (2) (1), 82 ayat (2) (1) UU RI Nomor 17 Tahun 2016, tentang perubahan UU RI Nomor 35 Tahun 2014, tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman 15 tahun penjara.

4. Tiga korban sudah dapat pendampingan

IMG_20250725_111533_271.jpg
Menteri PPPA Arifah Fauzi. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Arifah juga menjelaskan sudah ada koordinasi KemenPPPA dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sumenep dalam pendampingan korban.

Saat ini, tiga korban sudah dapat pendampingan berupa asesmen awal dan pendampingan hukum. Selain itu, UPTD PPA Kabupaten Sumenep berkoordinasi dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sumenep dan pondok pesantren untuk memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan korban.

“Kami menekankan pentingnya pemulihan korban secara menyeluruh, termasuk aspek kesehatan mental, pendidikan, dan perlindungan dari risiko berulangnya kasus,” kata Arifah.

5. Moh. Sahnan dapat dikenakan pemberatan hukuman pidana

Ilustrasi penangkapan seorang tersangka menggunakann borgol di tangannya (Foto: IDN Times/Halbert Caniago)
Ilustrasi penangkapan seorang tersangka menggunakann borgol di tangannya (Foto: IDN Times/Halbert Caniago)

Pemilik atau pengasuh Pondok pesantren itu, kata Arifah, dapat dikenakan pemberatan hukuman pidana, yaitu sepertiga dari ancaman pidana pokok dan pengumuman identitas karena menyalahgunakan relasi kuasa dengan para korban dan melakukan kekerasan seksual lebih dari satu korban.

Ini telah termuat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.

Kemen PPPA mendorong agar aparat penegak hukum dapat menerapkan pemberatan hukuman tersebut.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us