5 Fakta Aksi Tolak UU TNI di DPR

Jakarta, IDN Times - Aksi Tolak Undang-Undang TNI (UU TNI) di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 20 Maret 2025, berakhir ricuh. Sejumlah demonstran ditangkap dan mengalami kekerasan dari aparat kepolisian.
Aksi yang diikuti berbagai elemen masyarakat, mulai dari lembagas sosial masyarakat, aktivis, mahasiswa, hingga buruh ini digelar sebagai respons atas pengesahan rancangan UU TNI oleh DPR tanpa mendengarkan suara rakyat.
Di balik aksi yang digelar, terdapat beberapa fakta yang mesti diketahui mengenai demontrasi tolak perubahan UU TNI ini. Berikut sejumlah faktanya!
1. Demonstran gelar camping sejak dini hari

Para demonstran sudah bermalam di depan gerbang DPR sejak Kamis, 20 Maret 2025 dini hari dengan mendirikan tenda dan membawa peralatan berkemah untuk memblokir akses masuk ke Gedung DPR. Momen ini diunggah di akun media sosial X @barengwarga.
Dalam keterangannya, para demonstran mengajak berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, buruh, dan pelajar, untuk bergabung dalam aksi penyegelan Gedung DPR.
2. DPR tetap ngotot sahkan UU TNI di tengah gelombang penolakan publik

Meskipun UU TNI mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat, DPR tetap memilih mengesahkan RUU Nomor 34 Tahun 2004 di tengah demonstrasi yang berlangsung di depan Gedung DPR.
Pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang dibahas dalam rapat paripurna ke-15 masa persidangan II, dan disetujui seluruh peserta dalam rapat tersebut.
3. Demonstrasi memanas, penolakan UU TNI berujung ricuh

Demonstrasi pada awalnya berjalan dengan damai, tertib, dan teratur. Aksi massa juga melakukan berbagai orasi dan membawa sejumlah poster yang bertajuk penolakan terhadap UU TNI yang disahkan.
Namun, pada sore hari hingga menuju malam, para demonstran menjebol pagar pembatas sayap kiri dan kanan gedung, serta melakukan aksi pembakaran. Masyarakat kesal karena DPR mengesahkan RUU TNI, dan naggota Dewan tak mau menemui demonstran.
Kondisi semakin ricuh ketika masyarakat merangsak masuk ke halaman DPR RI. Semakin larut, demonstrasi semakin ricuh dan chaos. Dalam situasi ini, polisi berusaha membubarkan dan memukul mundur demonstran dengan tameng, menyemprotkan air menggunakan water cannon, hingga menembakkan gas air mata ke arah massa.
4. Represi aparat: kekerasan dan intimidasi aparat terhadap mahasiswa hingga jurnalis

Selain itu, aparat kepolisian juga melakukan tindakan represif dan kekerasan terhadap demonstran hingga jurnalis dan driver ojek. Polisi melakukan pengejaran dan memukuli sebagian massa hingga beberapa ada yang terluka dan harus dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Bahkan, dua demonstran patah kaki setelah berhasil merangsak masuk ke dalam DPR. Kemudian, driver ojek online yang tengah mangkal di bawah flyover sekitar JCC, senayan dikeroyok puluhan aparat kepolisian hingga terluka.
Jurnalis IDN Times juga diintimidasi saat merekam polisi mengejar massa, dan beberapa mahasiswa terluka di bagian kepala serta badan akibat dipukuli oleh pentungan aparat.
5. Polisi tak pakai gas air mata

Sedikit berbeda dari biasanya, demo kali ini aparat kepolisian tidak memakai gas air mata untuk menghalau massa. Polisi beralibi, penggunaan gas air mata sebagai pilihan terakhir.
Polisi memilih menggunakan water cannon untuk menghalau demonstran di penghujung unjuk rasa. Kendati, polisi tetap saja brutal memakai kekerasan menangkapi demonstran.