Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

86 Persen Jurnalis Perempuan Pernah Mengalami Kekerasan

Massa Forum Jurnalis Medan menggelar aksi tutup mulut di depan Gedung Pemko Medan, Senin (19/4/2021). Mereka menuntut Wali Kota Bobby Afif Nasution untuk meminta maaf atas insiden dugaan perintangan dan intimidasi oleh tim pengamanan terhadap jurnalis beberapa waktu lalu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Jakarta, IDN Times - Hari Pers Nasional (HPN) diperingati setiap 9 Februari. Isu pers bukan hanya terkait dengan komitmen yang lekat dengan etika pemberitaan dan edukasi pada masyarakat, tapi juga termasuk kemerdekaan serta kebebasan pers.

Jurnalis perempuan juga dekat dengan kelamnya kondisi kemerdekaan pers, tak jarang jurnalis perempuan yang turun ke lapangan mengalami tindakan yang merenggut kemerdekaan mereka sebagai pers dan juga sebagai perempuan.

Melansir dari Survei PR2Media yang bertajuk “Kekerasan terhadap jurnalis perempuan Indonesia” 2021, jurnalis perempuan kerap mendapat kekerasan di ranah digital dan fisik. Kondisi ini jadi catatan bahwa jelang Hari Pers Nasional 2022 kondisi pers masih terkurung gelapnya kemerdekaan.

1. Survei dilakukan pada 1.256 responden jurnalis perempuan

Aksi Jurnalis didepan Mapolda Gorontalo, Elias/IDN Times

Survei ini dilakukan pada 30 Agustus-17 September 2021 dengan melibatkan 1.256 responden di 191 kota dari 33 provinsi di Indonesia, dan satu provinsi di Washington, DC, Amerika Serikat.

Pengumpulan data digunakan dengan teknik snowball sampling, mengandalkan jaringan kolega dan margin of error berkisar kurang lebih 2,7 persen, serta tingkat kepercayaan 95 persen. 

Survei dilakukan secara daring, dengan 25 pertanyaan bersifat campuran tertutup dan terbuka, serta pengalaman kekerasan jurnalis di Indonesia baik secara digital maupun ranah fisik dalam konteks pekerjaan.

2. Kekerasan di ranah digital banyak dialami jurnalis di Jakarta

Ilustrasi Buffering (IDN Times/Arief Rahmat)

Sebanyak 1.077 jurnalis atau 86 persen pernah mengalami kekerasan, baik di ranah digital atau fisik. Sementara, sebanyak 179 jurnalis 14 persen tidak pernah mengalami kekerasan sepanjang karier jurnalistik mereka.

Kekerasan di ranah digital maupun fisik paling banyak terjadi di DKI Jakarta, dengan jumlah responden yang mengalami kekerasan 133 orang atau 11, 1 persen, dan Jawa Barat 112 atau 9,3 persen.

3. Reporter paling banyak mengalami kekerasan selama bekerja

ilustrasi Ilmu Komunikasi (IDN TImes/Arief Rahmat)

Data ini juga menjabarkan bahwa kekerasan selama bekerja banyak dialami reporter, yakni 48 persen atau 603 orang dari jumlah responden. Selain itu, editor masuk posisi kedua yang banyak mengalami kekerasan, disusul redaktur pelaksana.

Kekerasan di ranah digital maupun di ranah fisik, banyak dialami jurnalis yang bekerja di media daring atau online sebanyak 35,8 persen atau 450 orang dari keseluruhan jumlah responden, disusul kekerasan pada jurnalis di media cetak dan televisi.

Kemudian, jurnalis perempuan yang mengalami kekerasan di kalangan berusia 26-30 tahun sebanyak 264 orang atau 21 persen dari total responden.

4. Lima bentuk kekerasan di ranah digital yang paling sering dialami jurnalis perempuan

Ilustrasi Wanita Bekerja (IDN Times/Dwi Agustiar)

Survei ini juga menjelaskan, lima bentuk kekerasan di ranah digital yang paling sering dialami perempuan Indonesia, pertama adalah menerima komentar mengganggu atau melecehkan bersifat non-seksual sebanyak 48 persen, menerima komentar body shaming secara daring 45 persen.

Kemudian menerima komentar mengganggu atau melecehkan bersifat seksual 34 persen, jadi korban penyebaran misinformasi atau fitnah 28 persen, dan menerima penghinaan terkait suku, agama, atau ras 22 persen.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us