Ada 23 Korban Salah Tangkap Polisi Selama 2024, Kini Terjadi Lagi

- Kusyanto, pencari bekicot di Grobogan, mengalami kekerasan saat disalah tangkap polisi
- KontraS mencatat 15 peristiwa salah tangkap dan 49 penangkapan sewenang-wenang oleh polisi dalam setahun
- Penangkapan yang tidak sesuai aturan merugikan individu dan merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum
Jakarta, IDN Times - Kasus polisi salah tangkap menimpa seorang pencari bekicot di Desa Dimoro, Toroh, Grobogan, Jawa Tengah, Kusyanto. Dia mengalami kekerasan saat diinterogasi Aipda IR yang merupakan anggota Polsek Geyer, Polres Grobogan.
Kusyanto diikat tangannya dan diminta mengakui dia telah mencuri mesin pompa air hingga onderdil mesin diesel. Pria 38 tahun itu pun trauma.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat berbagai peristiwa salah tangkap atau penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan polisi. Hal ini tercatat dalam Laporan Hari Bhayangkara 2024 "Reformasi Polisi Tinggal Ilusi".
"Sepanjang Juli 2023-Juni 2024 tercatat 15 peristiwa salah tangkap dengan setidaknya 23 orang korban, sembilan di antaranya mengalami luka-luka," tulis laporan itu, dikutip Senin (10/3/2025).
1. Ada juga peristiwa penangkapan sewenang-wenang

KontraS menjelaskan institusi yang kerap melakukan salah tangkap antaralain lima dari Polsek, satu dari Polda, dan tiga dari Polres. Selain salah tangkap, tercatat terjadi setidaknya 49 peristiwa penangkapan sewenang-wenang oleh polisi sepanjang Juli 2023-Juni 2024.
Beberapa peristiwa penangkapan yang terdokumentasi lagi-lagi berhubungan dengan penyampaian pendapat di muka umum atau demonstrasi, misalnya, kasus penangkapan sewenang-wenang terhadap 15 mahasiswa yang melakukan demonstrasi terkait 9 tahun pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo di Patung Kuda, depan Istana Negara pada 20 Oktober 2023.
2. Harus adanya syarat yang dipenuhi untuk lakukan penangkapan

KontraS menyebut penangkapan memang wewenang utama kepolisian dalam
rangka melakukan penanganan tindak pidana. Karena sifatnya yang "intrusif" dan melanggar hak warga negara, maka hukum acara pidana Indonesia sejatinya memberikan syarat-syarat yang harus dipenuhi personel kepolisian jika ingin melakukan penangkapan dan tidak berujung pada kekerasan.
"Syarat-syarat tersebut antara lain adalah dugaan keras bahwa orang yang akan ditangkap merupakan pelaku tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Terdapat pula syarat-syarat formil atau administratif yang harus dipenuhi agar penangkapan yang dilakukan oleh Kepolisian tidak dilakukan secara serampangan," katanya.
3. Salah tangkap rusak kepercayaan publik pada institusi penegak hukum

KontaS mengungakpkan peristiwa salah tangkap dan penangkapan sewenang-wenang itu mendandakan ketidak hati-hatian, pengabaian aturan serta serampangannya proses penegakan hukum pidana oleh Kepolisian.
"Kejadian salah tangkap dan penangkapan sewenang-wenang merupakan indikasi serius terhadap sistem penegakan hukum yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan supremasi hukum," kata KontraS.
Selain itu, saat kepolisian melakukan penangkapan yang tidak sah atau tanpa dasar hukum yang kuat, hal ini tidak hanya merugikan individu yang salah tangkap atau ditangkap sewenang-wenang, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.