Alasan Polisi Tak Menerapkan Pasal Pembunuhan Kasus Kepala Cabang BRI

- Polda Metro Jaya menetapkan 15 tersangka dan satu buronan dalam kematian Kepala Cabang Pembantu Bank BRI di Cempaka Putih, Mohamad Ilham Pradipta (37).
- Para tersangka dijerat dengan Pasal 328 KUHP tentang Penculikan dan/atau Pasal 333 KUHP tentang tindakan merampas kemerdekaan seseorang dengan ancaman hukuman selama-lamanya 12 tahun.
- Alasan polisi tidak menerapkan pasal pembunuhan adalah karena kondisi korban pada saat ditinggalkan atau diturunkan di wilayah Bekasi masih lemas.
Jakarta, IDN Times - Polda Metro Jaya menetapkan 15 tersangka dan satu buronan dalam kasus kematian Kepala Cabang Pembantu Bank BRI di Cempaka Putih, Mohamad Ilham Pradipta (37).
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra mengatakan, 15 tersangka itu terbagi empat klaster mulai dari aktor intelektual, penculikan, pembuntutan, dan eksekutor.
Mereka dijerat dengan Pasal 328 KUHP tentang Penculikan dan/atau Pasal 333 KUHP tentang tindakan merampas kemerdekaan seseorang dengan ancaman hukuman selama-lamanya 12 tahun.
Lalu apa alasan polisi tidak menerapkan pasal pembunuhan?
“Untuk kondisi korban pada saat ditinggalkan atau diturunkan di wilayah Bekasi, menurut keterangan tersangka kondisinya masih lemas. Pasal yang kita sangkakan Pasal 328 ayat 3 itu adalah penculikan yang mengakibatkan meninggal dunia,” kata Wira di Polda Metro Jaya, Selasa (16/9/2025).
Adapun klaster aktor intelektual terdiri dari Candy alias Ken (41) berperan sebagai pemberi ide terkait pemindahan rekening dormant ke rekening yang sudah disiapkan dan mencari targetnya.
Kemudian, Dwi Hartono (40) mencari dan merencanakan penculikan dan mencari tim pembuntutan serta penculikan. Dia juga berperan sebagai pihak yang menyediakan uang operasional Rp60 juta untuk penculikan tersebut.
Selanjutnya, AAM (38) merencanakan penculikan dan pembuntutan, dan YJP (40) mengkoordinir jalannya pembuntutan serta penculikan Kacab BRI. Selain itu, YJP juga merupakan tersangka termasuk klaster eksekutor.
"Klaster pertama merupakan otak perencana pelaku penculikan. Ini terdiri dari empat orang," ujar Wira.
Selanjutnya, klaster penculikan terdiri dari lima orang mulai dari EW alias Eras (27), REH (23), JRS (35), AT (29) dan EWB (43). Klaster eksekutor penganiayaan yaitu YJP, MU (44) dan DSD (44).
Terakhir klaster pembuntutan AW (38), EWH (20), RS (40), AS (25). Dalam klaster ini, kepolisian telah menetapkan DPO berinisial EG alias Boma.
Selain 15 tersangka, dalam kasus ini juga terdapat dua anggota Kopassus yang telah ditetapkan sebagai tersangka di Pomdam Jaya. Dua prajurit TNI AD ini yakni Serka N dan Kopda FH.
Serka N masuk dalam kategori eksekutor penganiayaan, sementara Kopda FH berperan sebagai perantara mencari tim penculikan.