Pandemik COVID-19 Percepat Transformasi Digital dan Riset di Indonesia

Indonesia mampu buat produk penangan COVID-19 secara mandiri

Jakarta, IDN Times – Penyebaran virus corona atau COVID-19 masih terjadi di dunia. Tak terkecuali di Indonesia. Pada Sabtu (20/6) ini, Gugus Tugas Penanganan Percepatan COVID-19 melaporkan,  jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia bertambah menjadi 45.029 kasus. Jumlah ini naik karena terhitung sejak 19 Juni 2020 pukul 12.00 WIB hingga 20 Juni 2020 pukul 12.00 WIB, muncul kasus baru sebanyak 1.226 orang.

Situasi pandemik telah memaksa setiap negara melakukan adapatasi dari berbagai hal. Mulai dari aktivitas sosial, cara bekerja masyarakat, hingga perkembangan teknologi di bidang kesehatan. Untuk membahas hal tersebut, IDN Times menyelenggarakan webinar dengan tema New Normal or The Great Reset: Life After Pandemic COVID-19, pada Kamis (11/6).

Webinar ini secara khusus membahas tentang riset, teknologi, dan pengembangan inovasi Indonesia dalam menghadapi pandemik. Hadir sebagai narasumber dalam acara ini yaitu Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro, CEO Nusantics Sharlini Eriza, dan COO IDN MEDIA William Utomo.

Sebuah hal menarik diungkapkan oleh Menristek Bambang Brodjonegoro yaitu tentang peran pandemik COVID-19 sebagai pemicu transformasi digital di Indonesia. Selain itu, ia juga menilai keadaan pandemik membuat adanya pengembangan riset dan inovasi dalam bidang kesehatan. Indonesia seperti disadarkan bahwa pemenuhan alat kesehatan dan bahan baku obat secara mandiri sangatlah penting.

“Sehingga kita tidak lagi bergantung kepada impor, dua kesimpulan itulah yang saya akan coba jelaskan,” ujarnya saat webinar.

Baca Juga: Menristek Bambang Brodjonegoro: New Normal, Penelitian Jalan Terus

1. Indonesia mengembangkan vaksin hingga membuat produk suplemen khusus COVID-19

Pandemik COVID-19 Percepat Transformasi Digital dan Riset di IndonesiaMenristek Bambang Brodjonegoro (Tangkapan Layar Webinar IDN Times)

Bambang juga menjelaskan, saat ini dunia sedang berlomba memunculkan vaksin COVID-19. Perlombaan itu berjalan dengan saat luar biasa. Bahkan ia menjelaskan, ada beberapa perusahaan yang sudah berhasil sampai pada uji klinis tahap tiga.  

“Tapi tetap saja tidak bisa kita pastikan bahwa vaksin akan tersedia dalam waktu dekat,” ujarnya.

Walaupun vaksin sudah ditemukan, ia menjelaskan, hal itu saja tidak cukup. Sebab, setelah vaksin itu ditemukan, tentunya produksi harus dilakukan secara besar-besaran. Misalnya saja, Indonesia hanya memiliki Biofarma sebagai pengembang atau pabrik vaksin.

“Kebutuhan vaksin COVID-19 buat Indonesia itu diperkirakan 350 juta, dengan asumsi tidak semua orang langsung punya daya tahan tubuh begitu divaksin, sehingga mungkin sebagian perlu booster,” jelas Bambang.

Bambang mengatakan, sejak kasus COVID-19 pertama di Depok, pemerintah Indonesia berinisiatif membentuk konsorsium. Dalam hal ini konsorsium berfokus kepada riset dan inovasi untuk menghadapi COVID-19.

“Mengandalkan kejeniusan seseorang itu mungkin sudah menjadi cerita masa lalu, zaman sekarang apalagi sudah sampai pada inovasi, mau tidak mau membutuhkan sinergi dan kolaborasi antara berbagai pihak,” jelasnya.

Pada saat itu, pemerintah merangkul berbagai pihak seperti kementerian, badan usaha negara dan swasta, serta asosiasi profesi, perguruan tinggi, rumah sakit dan lembaga penelitian.

“Pasti yang paling banyak anggotanya adalah perguruan tinggi karena mereka memang punya produktivitas tinggi di bidang riset dan inovasi, rumah sakit ya karena kan dengan alat kesehatan obat itu harus melalui namanya uji klinik,” tuturnya.

Bambang menjelaskan, Indonesia telah sukses menghasilkan beberapa produk kesehatan hanya dalam kurun waktu dua setengah bulan. Hal itu bisa tercapai karena sejak kasus COVID-19 pertama, pemerintah terus mendorong peneliti, perekayasa hingga dosen untuk bekerja sama dalam hal penanganan COVID-19.

Dalam hal pencegahan, Indonesia melakukan pengembangan vaksin COVID-19. Pengembangan vaksin tersebut dilakukan secara langsung oleh Lembaga Eijkman. Bukan hanya itu saja, Indonesia juga membuka potensi untuk bekerja sama dengan institusi luar negeri untuk riset vaksin. Selain itu, Indonesia juga telah membuat produk pencegahan bernama Imunomodulator.

“Imunomodulator pada intinya adalah semacam suplemen, tapi kita ingin arahnya suplemen yang langsung untuk COVID-19, ini tidak hanya sekedar suplemen untuk meningkatkan daya tahan tubuh tapi suplemen untuk daya tahan tubuh terhadap COVID-19,” tutur Bambang.

Suplemen tersebut saat ini sedang diuji klinis di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta.

2. Dengan berkolaborasi, Indonesia mampu membuat PCR test kit dan rapid test kit lokal

Pandemik COVID-19 Percepat Transformasi Digital dan Riset di IndonesiaINDONESIA TFRIC19 (Dok. Biro Hukum, Kerja Sama, dan Humas BPPT)

Bukan hanya produk pencegahan, Bambang menjelaskan, Indonesia kini telah memiliki PCR test kit dan rapid test kit versi lokal. Pembuatan test kit tersebut masuk ke dalam proyek Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penanganan COVID-19 (TFRIC19), bentukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Keberhasilan tersebut dicapai karena adanya kolaborasi dengan gerakan Indonesia Pasti Bisa.

Prototipe PCR test kit tersebut dibuat oleh Indonesia Nusantics. Sedangkan, Bio Farma berperan sebagai pihak yang memproduksi, melakukan pengujian, pengemasan hingga melakukan distribusi test kit tersebut.

“Ini memang tidak 100 persen local content karena masih ada bahan-bahan yang diimpor, paling tidak kita bisa menunjukkan bahwa dalam waktu yang relatif singkat,” jelasnya.

Untuk rapid test kit, BPPT bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Mataram, dan melibatkan perusahaan swasta.

Masa pandemik juga menjadi momen penting untuk Indonesia, sebab produk yang dihasilkan oleh peneliti atau perekayasa sesuai dengan yang dibutuhkan oleh industri atau market. Bambang menjelaskan, hal itu selama ini belum terjadi, sehingga munculnya permintaan impor dari industri dan market.

“Mudah-mudahan dengan aktivitas terkait virus corona ini mulai tersadar dua-duanya, bahwa perlu ada komunikasi satu sama lain,” tutur Bambang.

3. Selain test kit, produk obat, terapi hingga ventilator pun dibuat untuk menunjang penanganan COVID-19

Pandemik COVID-19 Percepat Transformasi Digital dan Riset di IndonesiaPerkembangan Penelitian COVID-19 (Arief Rahmat/IDN Times)

Selain produk pencegahan dan test kit, Indonesia juga membuat produk obat dan terapi. Bambang menjelaskan, tim medis saat ini sedang melakukan percobaan dua tipe terapi kepada pasien COVID-19. Salah satunya adalah terapi plasma convalescence.

“Ini adalah plasma yang diambil dari darah orang yang survive (pasien sembuh) COVID-19, yang kemudian diinjeksikan istilahnya diberikan kepada pasien yang sudah kritis,” jelasnya.

Masih kata Bambang, mayoritas pasien kritis yang melakukan terapi tersebut berhasil diselamatkan. Bahkan beberapa pasien komorbid pun mampu untuk sembuh dari COVID-19. Dengan demikian, terapi tersebut akan terus dipertahankan hingga vaksin ditemukan.

Terapi lainnya bernama whole genome sequencing (WGS). Ia menjelaskan, hal itu penting untuk pengembangan vaksin COVID-19 di Indonesia. Penelitian ini dilakukan oleh Universitas Airlangga dan Lembaga Eijkman.

Melalui penelitian tersebut, diketahui bahwa kategori COVID-19 yang berada di Indonesia lebih dekat dengan virus COVID-19 yang ada di Wuhan, Tiongkok. Namun, Bambang menjelaskan hal berbeda ditemukan di Surabaya, Jawa Timur. Kategori COVID-19 di wilayah ini lebih mirip dengan kategori  COVID-19 di Eropa.

“Nah yang kedua ternyata itu kategorinya Eropa, nah yang dua itu memang dapatnya dari wilayah Surabaya, karena daerah Jabodetabek itu semuanya lebih dekat dengan Wuhan,” ujarnya.

Bukan hanya itu, Bambang menjelaskan, dalam waktu dua setengah bulan, Indonesia mampu membuat beberapa alat medis. Salah satu alat medis yang berhasil dibuat yaitu ventilator. Padahal sebelumnya, Indonesia belum pernah melakukan pengadaan ventilator secara mandiri.

“Karena tidak pernah ada pengadaan ventilator dari Indonesia, yang ada semuanya beli dari luar. Ketika terjadi kelangkaan ventilator sekarang banyak sekali ventilator yang sedang diuji oleh Kementerian Kesehatan,” jelasnya.

“Yang dibuat ini ada ventilator yang simpel yang portable ventilator, ada ventilator yang untuk ambulans maupun ruang gawat darurat, dan ada untuk ICU,” lanjutnya.

4. Indonesia memiliki potensi untuk berkembang di bidang biotechnology

Pandemik COVID-19 Percepat Transformasi Digital dan Riset di IndonesiaCEO Nusantics Sharlini Eriza (Tangkapan Layar Webinar IDN Times)

Sementara itu, CEO Nusantics Sharlini Eriza menjelaskan, pandemik COVID-19 seperti membuat dunia kaget. Manusia seakan-akan kalah dengan organisme berukuran mikro tersebut.

“Di era sekarang aja biar canggih-canggih ini kita masih bisa dibilang helpless-lah tidak tahu cara menangani COVID-19,” ujarnya.

Bahkan, setiap manusia yang terserang COVID-19 juga memiliki gejala yang berbeda-beda. Banyak pertanyaan yang muncul terkait virus tersebut. Sharlini menjelaskan, hal inilah yang tertanam di dalam filosofis berdirinya Nusantics.

“Didirikan atas filosofi bahwa manusia itu sebenarnya penuh dengan ketidaktahuan,” ujarnya.

Seperti dikutip dari lama web Nusantics.com, Nusantics adalah perusahaan lokal yang bergerak di bidang genomics technology. Nusantics memiliki tujuan untuk menciptakan kemajuan teknologi yang dapat membawa manusia lebih memahami tentang kehidupan, hingga hal-hal terkecil di dalamnya, termasuk virus.

Sharlini menjelaskan, separuh tubuh manusia terdiri dari microbiome atau mikro organisme yang hidup di dalamnya. Contoh dari microbiome tersebut adalah jamur, virus hingga bakteri. Ia juga menjelaskan variasi kehidupan yang ada di tubuh manusia itulah yang membuat sehat.

“Pokoknya mikro organisme yang kecil-kecil, mereka tuh ada di kulit kita, ada di paru-paru, ada di mulut, ada di usus,” ujarnya.

Sebagai perusahaan bidang genomics technology, Nusantics mendorong Indonesia untuk bisa berkembang melakukan riset dan inovasi. Ia menilai, hal itu sangat berguna untuk kehidupan masyarakat di masa depan. Sebab, melalui riset dan inovasi di bidang genomics technology, ketidak tahuan akan tubuh manusia bisa terjawab.

Di kala kasus COVID-19 terus meroket, Nusantics bersamaan dengan keahliannya di bidang genomics technology, menawarkan diri untuk terjun langsung dalam pencegahan COVID-19. Salah satunya dengan membuat prototipe PCR test kit.

5. Pandemik COVID-19 membuat masyarakat beralih dengan cepat ke teknologi

Pandemik COVID-19 Percepat Transformasi Digital dan Riset di Indonesia10 Tren Teknologi di Masa Pandemik COVID-19 (Arief Rahmat/IDN Times)

Menristek Bambang Brodjonegoro kembali menjelaskan, ada sepuluh tren teknologi yang terjadi selama pandemik COVID-19. Antara lain belanja online, pembayaran digital, teleworking, telemedicine, teleeducation and training, hiburan daring, supply chain 4.0, 3D printing, robot dan drone, serta teknologi 5T dan ITC.

COO IDN Media William Utomo menjelaskan, perusahaannya sangat merasakan dampak terhadap tren tersebut. Khususnya pada poin hiburan daring.

“Digital adoption rate-nya berimbas ke kita, jadi di bulan Maret traffic pengunjung di IDN Times naik sebanyak 37 persen,” katanya. 

Sehingga, William melanjutkan, hal tersebut menjadi ekuivalen dengan kinerja selama 12 bulan yang dibarengi marketing dan pengembangan produk. Hal itu pun perannya terus naik dan akhirnya membuat IDN Times memiliki 51 juta pengunjung setiap bulannya.

“Kita melihat ini sebagai katalis, mempercepat decision making process dan banyak sisi positif sih, kalau saya lebih suka ngomongin sisi positif aja,” ujar William.

Baca Juga: Bambang Brodjonegoro: Harus Ada Integerasi Riset dari Hulu ke Hilir

https://www.youtube.com/embed/JaSWhQCCUn4

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya