Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Amnesty Sentil TNI soal Pernyataan Warga Sipil Mulung Amunisi

Sejumlah amunisi kedaluwarsa yang hendak dimusnahkan. (IDN Times/Istimewa)
Sejumlah amunisi kedaluwarsa yang hendak dimusnahkan. (IDN Times/Istimewa)
Intinya sih...
  • Amnesty International Indonesia (AII) menyentil pernyataan TNI yang terburu-buru menyalahkan warga sipil dalam pemusnahan amunisi kedaluwarsa.
  • Keterlibatan warga sipil dinilai sebagai kecerobohan fatal, karena proses pemusnahan amunisi harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan oleh individu yang berkeahlian khusus.
  • Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mendengarkan keluhan keluarga korban dan memberikan santunan serta janji untuk menjadi orang tua asuh bagi anak-anak korban.

Jakarta, IDN Times - Amnesty International Indonesia (AII) menyentil pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen TNI Kristomei Sianturi, yang terburu-buru menyimpulkan warga sipil di lokasi pemusnahan amunisi karena ingin mencari serpihan amunisi. Sebab, proses investigasi belum rampung dilakukan dan narasi yang dikeluarkan bernada menyalahkan warga sipil. 

"Pernyataan dari TNI, misalnya dari Kapuspen yang menyebut TNI sedang mencari serpihan logam adalah pernyataan yang tergesa-gesa. Terlalu terburu-buru, sehingga ada kesan menyalahkan warga biasa yang masuk ke area pemusnahan," ujar Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid, ketika dihubungi pada Selasa (13/5/2025). 

Di sisi lain, pernyataan yang disampaikan oleh Kristomei justru menunjukkan TNI tidak profesional. Sebab, aktivitas pemusnahan amunisi yang sudah kedaluwarsa dilakukan dengan cara-cara yang tidak benar. 

"Karena di dalam hukum humaniter itu disebut sebagai jarak humaniter. Keberadaan pasukan perang saja itu harus berada di jarak yang jelas dengan komunitas sipil. Apalagi dalam kasus ini menyangkut bahan-bahan amunisi yang berisiko tinggi," tutur dia. 

Meski amunisi milik TNI sudah kedaluwarsa, dijelaskan Usman, bukan berarti tidak membahayakan nyawa.

"Sejarah telah menunjukkan dari Perang Dunia I dan II, bahkan ranjau yang dipandang sudah kedaluwarsa saja masih terbuka kemungkinan memicu adanya ledakan," katanya. 

1. TNI harus rekrut warga sipil yang memiliki keahlian khusus soal senjata

Direktur Eksekutif Amnesty International (AI) Indonesia, Usman Hamid. (Dokumentasi Istimewa)
Direktur Eksekutif Amnesty International (AI) Indonesia, Usman Hamid. (Dokumentasi Istimewa)

Keterlibatan warga sipil dalam aktivitas pemusnahan amunisi dinilai AII sebagai kecerobohan fatal yang dilakukan oleh TNI. Apalagi, amunisi merupakan barang terbatas. 

"Penanganan terhadap amunisi itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Individu yang mengurus amunisi sudah pasti harus dibekali dengan keahlian khusus. Tidak mungkin seseorang yang tidak punya keahlian mengenai bahan amunisi lalu menangani proses pemusnahannya. Itu sangat berbahaya!" kata Usman. 

Selain itu, tidak semua anggota TNI dibekali pengetahuan untuk memusnahkan amunisi. Maka, AII mendorong dilakukan investigasi yang menyeluruh dan tidak hanya melibatkan TNI. 

"Komisi I DPR di bidang pertahanan juga harus mengambil peran optimal untuk memastikan seluruh fakta yang terjadi di balik peristiwa ini diketahui. Sehingga, keluarga korban memiliki hak untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi," tutur dia. 

AII juga mendorong Komnas HAM ikut di dalam tim investigasi independen untuk mengusut penyebab jatuhnya korban jiwa dalam pemusnahan amunisi di Garut. Sebab, ada kewajiban negara untuk memastikan hak hidup manusia terlindungi. 

"Bahkan, kepolisian sebenarnya wajib ikut serta di dalam proses penyelidikan terhadap perkara ini. Karena perkara itu ada di daerah kepentingan umum, terutama di lahan milik BKSDA dan bukan lahan punya militer," katanya.

2. Keluarga protes dengan narasi yang sudutkan korban

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (menggunakan pakaian putih) ketika menemui keluarga korban yang menunggu di RSUD Pameungpeuk, Garut. (IDN Times/Azziz Zulkhairil)
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (menggunakan pakaian putih) ketika menemui keluarga korban yang menunggu di RSUD Pameungpeuk, Garut. (IDN Times/Azziz Zulkhairil)

Sementara, di dalam kunjungannya ke RSUD Pameungpeuk, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mendengarkan keluhan dari keluarga korban. Seorang perempuan remaja memprotes narasi yang sudah kadung terbentuk di ruang publik bahwa korban meninggal karena hendak memungut sisa amunisi milik TNI.

Dia membantah ayahnya ikut jadi korban karena mau memulung amunisi. Ayah korban diminta oleh TNI untuk membantu pemusnahan amunisi. 

"Saya meminta pertanggungjawabannya. Karena bapak saya di situ bukan seperti yang orang-orang pikirin. Bapak saya bukan mulung! Bapak saya di situ kerja sama tentara!" kata perempuan remaja yang mengenakan jilbab hitam sambil berurai air mata, Selasa (13/5/2025). 

Anak korban mengetahui hal itu lantaran sudah sejak sekolah, menyaksikan ayahnya membantu TNI.

"Sudah lama bapak saya (kerja sama TNI). Sudah ke mana-mana, sudah ke Manado, Makassar, Bali, Jakarta, Mabes Polri," kata anak korban.

Dia juga membantah ayahnya masuk ke lokasi pemushanan amunisi di Desa Sagara secara ilegal. Karena keberadaan ayahnya di lokasi pemusnahan atas izin dari TNI.

"Katanya banyak yang bilang kalau bapak saya ke situ nyelonong, ngelawan TNI, itu gak benar!" kata anak korban. 

Pernyataan anak korban tersebut sejalan dengan viralnya video sebelum terjadi ledakan amunisi di Desa Sagara. Dalam video yang viral itu, terlihat dua pria tanpa peralatan yang memadai tengah memukul amunisi di sebuah tenda. Mereka tidak terlihat mengenakan pakaian dinas TNI, sehingga diduga merupakan warga sipil. 

3. Dedi Mulyadi anggap warga sipil termasuk korban kecelakaan kerja

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Terpilih, Dedi Mulyadi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Terpilih, Dedi Mulyadi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dedi berusaha memahami sederet pengakuan dari keluarga korban. Dalam pandangannya, keterlibatan warga sipil dalam aktivitas pemusnahan amunisi sama seperti kecelakaan kerja di tempat lain. 

"Jadi, posisinya ini sudah biasa bekerja di situ, dan ini kategorinya adalah sedang melakukan pekerjaan. Ini kategorinya kecelakaan (kerja). Ini kayak orang lagi nyangkul kepancong, orang lagi melaut tenggelam, orang lagi nyetir tabrakan," tutur dia. 

Dedi menyampaikan rasa duka mendalam dan menyatakan akan memberikan santunan sebesar Rp 50 juta kepada setiap keluarga korban yang meninggal dunia.

"Saya akan memberikan uang santunan Rp 50 juta per keluarga korban. Hari ini langsung diberikan ke tiap rumah keluarga korban," kata Dedi disambut isak tangis dari keluarga yang ditinggalkan.

Tak hanya itu, Dedi juga berjanji akan menjadi orang tua asuh bagi anak-anak korban. Gubernur dari Partai Gerindra itu berjanji membiayai pendidikan mereka hingga ke jenjang perguruan tinggi.

"Anak-anaknya saya jadikan anak angkat sampai kuliah dibiayai," tuturnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Satria Permana
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us