Anak Indonesia Darurat Paparan Timbal, Ini Langkah Strategis Pemerintah

- Lebih dari 8,2 juta anak Indonesia memiliki kadar timbal dalam darah (KTD) melebihi 5 mikrogram per desiliter (µg/dL).
- Pentingnya program Surveilans Kadar Timbal Darah (SKTD) untuk memantau paparan timbal pada anak-anak di Indonesia.
- Program Piloting SKTD tahap pertama dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dari Januari sampai Juli 2025.
Jakarta, IDN Times - Paparan timbal berdampak serius pada kesehatan, khususnya bagi anak-anak. Risiko seperti anemia, gangguan sistem kekebalan tubuh, penurunan IQ, serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik anak menjadi perhatian utama.
Direktorat Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia menekankan pentingnya data berkualitas untuk memahami dampak paparan timbal dan beban kesehatan pada anak Indonesia.
Hal ini menjadi langkah awal dalam mencegah paparan timbal yang dinilai lebih efektif, khususnya pada anak-anak. Upaya ini mencakup pengurangan sumber timbal, penguatan sistem kesehatan, serta peningkatan kesadaran masyarakat.
Program ini mendapat dukungan teknis dari Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Vital Strategies, serta Yayasan Pure Earth Indonesia.
Kementerian Kesehatan memulai langkah strategis dengan membangun sistem pengawasan kadar timbal dalam darah anak di Indonesia melalui pelaksanaan Surveilans Kadar Timbal Darah (SKTD) tahap pertama sebagai langkah awal.
1. Sebanyak 20 penelitian lokal di Indonesia telah mempelajari kadar timbal dalam darah anak-anak

Pada 2019, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) memperkirakan sebanyak 8,2 juta anak di Indonesia memiliki kadar timbal dalam darah (KTD) melebihi 5 mikrogram per desiliter (µg/dL).
Angka ini melampaui batas yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk segera dilakukan intervensi kesehatan masyarakat.
Sebelumnya, lebih dari 20 penelitian lokal di Indonesia telah mempelajari kadar timbal dalam darah anak-anak. Hasil penelitian tersebut memberikan pemahaman pentingnya memantau paparan timbal pada anak.
Namun, penelitian ini umumnya terbatas di wilayah tertentu dengan sumber paparan timbal yang sebagian besar telah diketahui dan dengan ukuran sampel yang terbatas.
Oleh karena itu, kegiatan Surveilans Kadar Timbal Darah (SKTD) sangat diperlukan untuk memantau paparan timbal pada anak-anak. Surveilans ini akan menggunakan sampel yang lebih representatif dengan mencakup wilayah yang lebih luas dan menyelidiki potensi sumber paparan timbal di rumah.
2. Program Piloting SKTD tahap 1 dijadwalkan sejak Januari - Juli 2025

Program Piloting SKTD tahap pertama yang dikoordinasikan oleh Kementerian Kesehatan dijadwalkan berlangsung dari Januari sampai Juli 2025.
Program ini meliputi pemeriksaan darah anak-anak untuk mengetahui kadar timbal dalam darah (KTD), serta kunjungan ke rumah untuk mengambil sampel seperti debu, tanah, air, dan barang sehari-hari untuk mengukur kadar timbalnya.
Surveilans merupakan instrumen penting dalam pemantauan kesehatan masyarakat karena berperan dalam menghasilkan informasi yang akurat dan representatif. Informasi ini dapat digunakan oleh pemangku kepentingan untuk menentukan kebijakan yang efektif dan efisien (Groseclose, 2017).
Epidemiolog Vital Strategies, Edwin Siswono, mengatakan salah satu upaya untuk mengurangi paparan timbal adalah dengan mengetahui sumber timbal dan kelompok yang rentan terhadap paparan timbal tersebut.
Dia juga menyebut, data yang dikumpulkan dari surveilans KTD dapat dijadikan dasar untuk mengindentifikasi sumber utam timbal serta menyusun kebijakan dan program yang dapat memperkuat sistem kesehatan pada anak-anak.
"Mengetahui sumber timbal dan siapa yang paling rentan terhadap paparan adalah salah satu langkah awal untuk mengurangi paparan timbal. Data yang dikumpulkan dari surveilans KTD ini akan menunjukkan sejauh mana kadar timbal pada anak-anak di Indonesia. Data juga dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi sumber utama timbal, serta untuk menyusun kebijakan dan program yang akan memperkuat kemampuan sistem kesehatan dalam melindungi anak-anak dari bahaya timbal," kata Edwin Siswono, Epidemiolog, Vital Strategies.
3. Wahyu Pudji: Kegiatan kunjungan ke rumah dilakukan untuk mengambil sampel pencemaran timbal di lingkungan

Kepala Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wahyu Pudji Nugraheni mengatakan, proses penelitian surveilans kadar timbal darah (SKTD) dapat mengetahui KTD pada anak Indonesia dan mengetahui faktor utama pencemaran timbal di lingkungan.
"Dengan kompetensi dalam penelitian dan pengolahan data, serta pengalaman meneliti faktor risiko kesehatan terhadap kesehatan masyarakat, BRIN berperan sebagai peneliti utama dalam piloting SKTD tahap 1 ini. Kami berharap dapat memberikan kontribusi dalam melaksanakan tugas teknis penelitian, pengkajian, serta memaksimalkan proses surveilans kadar timbal darah (SKTD) untuk mengetahui KTD pada anak serta kegiatan kunjungan rumah untuk mengambil sampel pencemaran timbal di lingkungan." ujar Wahyu Pudji Nugraheni, mengutip dari Siaran Pers, Senin (16/12/2024).
4. Kemenkes berharap hasil SKTD tahap 1 dapat menjadi alat pemantauan kadar timbal darah anak secara nasional

Direktur Yayasan Pure Earth Indonesia, Budi Susilorini, mengatakan penting bagi orang tua untuk tahu sedini mungkin apakah ada timbal dalam darah anak dan potensi sumbernya.
"Penting bagi orang tua untuk tahu sejak dini apakah ada timbal dalam darah anak dan apa saja potensi sumbernya. Sehingga, orang tua bisa segera mengambil langkah untuk mencegah anak dari bahaya paparan timbal dan memastikan tumbuh kembangnya berjalan optimal. Oleh karena itu, identifikasi sumber pencemar menjadi komponen penting dalam kegiatan ini dikarenakan dari hasil studi yang pernah dilakukan, termasuk di Indonesia, menunjukkan beragamnya sumber pencemar, bahkan dari produk yang kita gunakan sehari-hari. Sebagai mitra pembangunan, kami berpartisipasi aktif dalam proses penyiapan dan pelaksanaan SKTD, serta nantinya dalam perumusan tindak lanjut dari hasil SKTD ini." ucap Budi Susilorini.
Direktur Penyehatan Lingkungan, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Anas Ma'ruf mengatakan, hasil SKTD tahap pertama yang dilakukan ini dapat menjadi alat pemantauan kadar timbal darah anak secara nasional.
"Kami sangat berharap hasil dari SKTD tahap pertama ini dapat menjadi alat dalam pemantauan kadar timbal darah anak secara nasional dan berkelanjutan, sehingga kebijakan dalam pengendalian paparan timbal dapat diterapkan secara efektif dan upaya mengurangi paparan timbal bagi anak Indonesia bisa terus mengalami kemajuan," tuturnya.