Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anggota DPR Ingatkan Pemerintah Hati-hati soal Transfer Narapidana

Transfer lima narapidana Bali Nine dari Bali ke Darwin, Australia pada hari ini. (Dokumentasi Kemenko Hukum)
Intinya sih...
  • Pangeran Khairul Saleh memperingatkan pemerintah agar hati-hati dalam pemulangan narapidana asing ke negara asalnya
  • Ia menegaskan bahwa Indonesia belum memiliki dasar hukum yang kuat terkait pemindahan napi asing, dan proses transfer hanya didasarkan pada perjanjian bilateral atau pendekatan diplomasi

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi XIII DPR RI, Pangeran Khairul Saleh, mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam mengambil kebijakan pemulangan narapidana (napi) asing ke negara asalnya.

Terbaru, Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan memulangkan lima narapidana Bali Nine ke Australia. Kelima napi Bali Nine yang dipulangkan adalah Scott Anthony Rush, Mathew James Norman, Si Yi Chen, Michael William Czugaj, dan Martin Eric Stephens. 

"Pemindahan napi ke negara asal dapat menciptakan tantangan bagi penegakan hukum di Indonesia," ujar Pangeran dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (15/12/2024). 

Ia mewanti-wanti pemerintahan Prabowo karena kebijakan itu menuai sorotan dari publik di dalam negeri dan internasional. Indonesia, kata Pangeran, belum memiliki dasar hukum yang kuat terkait pemindahan napi asing. 

"Proses transfer hanya didasarkan pada perjanjian bilateral atau pendekatan diplomasi," ujar politikus PAN itu. 

Ia mengatakan, apabila pemulangan napi itu tidak didasari hukum yang jelas, maka bisa menimbulkan persoalan baru di dalam sistem hukum Indonesia.

"Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini berpotensi memperburuk ketimpangan dalam sistem peradilan dan mengurangi kepercayaan publik terhadap institusi hukum," kata dia.

1. Pemerintah pernah tolak transfer napi Schapelle Corby

Momen ketika warga Australia Schapelle Corby dideportasi dari Bali. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)

Lebih lanjut, Pangeran mengingatkan pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pemerintah pernah menolak transfer narapidana Australia, Schapelle Corby. Ketika itu, alasannya karena ketiadaan undang-undang pemindahan narapidana. Corby akhirnya dideportasi dari Bali pada 2017 setelah pengajuan grasinya dikabulkan oleh SBY. 

"Keputusan yang berbeda kali ini dapat memunculkan anggapan bahwa Indonesia menerapkan standar ganda dalam penegakan hukum," kata Pangeran. 

Meskipun transfer narapidana dimungkinkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, Pangeran menilai, proses tersebut membutuhkan aturan turunan yang lebih rinci.

"Kami berharap pemerintah lebih berhati-hati dalam membuat keputusan. Jangan sampai menabrak konstitusi sebagai dasar hukum tertinggi," kata dia. 

2. Mahfud MD ingatkan Prabowo langgar UU dengan menyetujui pemulangan napi asing

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (Tangkapan layar YouTube Mahfud MD)

Keprihatinan yang sama juga disampaikan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD.

Mahfud mengatakan, sesuai Pasal 11 UUD 1945, kebijakan pemulangan narapidana adalah bagian dari perjanjian internasional yang harus diatur bersama antara pemerintah dan DPR melalui undang-undang. 

"Transfer, pemulangan narapidana, penangkapan orang untuk dikembalikan ke negara lain, itu tidak boleh dilakukan oleh presiden," ujar Mahfud yang dikutip dari YouTube resminya, Jumat (13/12/2024). 

Ia tak menampik pemulangan atau pengiriman narapidana antarnegara dibolehkan di dalam hukum internasional. Apalagi, kata dia, ada dua konvensi internasional yang menjadi dasar pemulangan napi. 

"Pertama, United Nations Convention Against Corruption. Di dalam konvensi itu tertulis, orang boleh dipulangkan, tetapi mekanismenya diatur di dalam undang-undang masing-masing. Di situ ada UU Nomor 7 Tahun 2006 yang meratifikasi UNCAC yang menyatakan (napi) boleh dipulangkan asal mekanismenya sesuai dengan undang-undang," kata dia. 

Ketentuan soal pemulangan napi diatur di dalam United Nations Convention against Transnational Organized Crime (UNCTOC). Konvensi itu sudah diratifikasi lewat UU Nomor 5 Tahun 2009. 

"Kedua konvensi ini menyatakan boleh (memulangkan napi), tetapi harus diatur oleh undang-undang yang mekanismenya ditentukan di situ," kata dia. 

3. Pemindahan napi tanpa ada perjanjian lebih dulu bakal melanggar UU

Ilustrasi borgol. (IDN Times/Mardya Shakti)

Guru Besar Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu juga mengingatkan, di dalam UU Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik (MLA) dalam Masalah Pidana, secara eksplisit menyebut ada empat hal yang tidak diatur di dalam MLA. 

Pertama, ekstradisi atau penyerahan orang. Kedua, penangkapan atau penahanan dengan maksud untuk ekstradisi atau penyerahan orang, ketiga pengalihan narapidana dan keempat pengalihan perkara. 

"Artinya, pemindahan narapidana ke negara asalnya tidak bisa hanya melalui mutual legal assistance atau perjanjian timbal balik. Tetapi, harus diatur di dalam perjanjian internasional yang disetujui di UU atau diratifikasi," kata Mahfud. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Deti Mega Purnamasari
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us