Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anggota DPR: TNI Tak Boleh Ikut Campur dalam Penegakan Hukum Kejaksaan

Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin (IDN Times/Aryodamar)
Intinya sih...
  • Penempatan prajurit TNI di Kejaksaan harus sesuai koridor hukum dan konstitusi.
  • Penugasan TNI tak boleh permanen, hanya dalam situasi khusus, dan harus kembali ke fungsi utamanya jika kondisi normal.
  • Dasar hukum pengamanan Kejaksaan telah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menegaskan, penempatan prajurit TNI di Kejaksaan harus dilakukan secara hati-hati. Kebijakan itu harus sesuai koridor hukum dan konstitusi.

Hasanuddin mengingatkan, TNI yang berjaga di Kejaksaan tak boleh ikut melakukan penegakan hukum dalam kasus yang diusut penyidik Korps Adhyaksa.

"TNI tidak boleh masuk ke dalam substansi penegakan hukum, karena itu bukan tugas dan fungsinya. Cukup memberikan pengamanan semata," kata Hasanuddin, kepada wartawan, Jumat (16/5/2025).

1. Penugasan tak boleh permanen

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP TB Hasanuddin minta TNI yang mengisi jabatan sipil tidak digaji double. (IDN Times/Amir Faisol)

Selain itu, ia menegaskan penugasan ini tidak boleh permanen. Artinya, penugasan itu hanya dilakukan dalam situasi khusus sehingga TNI harus kembali ke fungsi utamanya jika kondisi normal. 

"Penugasan ini harus bersifat temporer, artinya hanya berlaku dalam situasi khusus. Kalau situasi sudah normal, TNI harus kembali ke fungsi utamanya,” kata dia.

2. Diskresi presiden harus dilakukan secara terbatas

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP TB Hasanuddin minta TNI yang mengisi jabatan sipil tidak digaji double. (IDN Times/Amir Faisol)

Lebih jauh, Hasanuddin menegaskan, dasar hukum pengamanan Kejaksaan sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

Dalam pasal 30 huruf c UU Kejaksaan disebutkan bahwa pengamanan terhadap kejaksaan itu menjadi tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Di sisi lain, Hasanuddin juga mempertanyakan Rancangan Peraturan Presiden (RPP) dari UU Kejaksaan yang tak kunjung selesai. Namun, Hasanuddin mengingatkan penggunaan diskresi presiden, khususnya UU TNI, dan harus dilakukan secara terbatas dan proporsional.

“Karena perpresnya belum selesai, sementara Kejaksaan menghadapi tantangan dan ancaman nyata akibat tugasnya yang semakin berat terutama dalam pemberantasan korupsi secara besar besaran, maka saya menilai wajar saja Presiden menggunakan kewenangan diskresinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UUD 1945,” kata dia.

3. Panglima kerahkan personel jaga Kejari

Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto usai rapat kerja bersama Komisi I DPR RI. (IDN Times/Amir Faisol)

Panglima TNI telah mengeluarkan Surat Telegram (ST) Bernomor TR/422/2025 mengenai perintah penyiapan dan pengerahan personel beserta alat kelengkapan dalam rangka dukungan pengamanan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh wilayah Indonesia. 

Surat Telegram Panglima TNI tersebut langsung ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) dengan mengeluarkan Surat Telegram berderajat kilat dengan Nomor ST/1192/2025 tertanggal 6 Mei 2025.

Menindaklanjuti telegram tersebut, KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak memerintahkan jajarannya mengerahkan personel beserta alat kelengkapan dari Satuan Tempur dan Satuan Bantuan Tempur, sebanyak 30 personel untuk pengamanan Kejaksaan Tinggi dan sepuluh personel untuk pengamanan Kejaksaan Negeri. Hal ini lantas menimbulkan polemik dan kritik banyak pihak.

Sedangkan, Kapuspen TNI Brigjen TNI Kristomei Sianturi menekankan, seluruh bentuk dukungan dilakukan berdasarkan permintaan resmi dan kebutuhan yang terukur. 

“TNI senantiasa menjunjung tinggi prinsip profesionalitas, netralitas, dan sinergisitas antar-lembaga,” kata Kristomei.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us