Anggota Komisi I DPR: Judol Bukan Hiburan, Tapi Jebakan Ekonomi

Jakarta, IDN Times – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi NasDem, Andina Thresia Narang menyoroti penurunan signifikan transaksi judi online (judol) sepanjang 2025. Namun, ia menegaskan pemberantasan secara teknis saja belum cukup. Menurutnya, masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa judol bukan sekadar hiburan ilegal, melainkan jebakan ekonomi yang mengancam keluarga dan sosial masyarakat.
Andina pun mengapresiasi capaian pemerintah, terutama Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutya Hafid yang berhasil menekan peredaran judol dalam waktu relatif singkat.
“Apresiasi kepada Ibu Menteri Meutya Hafid beserta jajaran Komdigi. Dalam waktu relatif singkat, mereka berhasil menunjukkan capaian konkret dalam menekan peredaran judi online yang selama ini meresahkan masyarakat. Ini adalah salah satu langkah nyata, bukan sekadar wacana,” kata Andina dalam keterangannya, Senin (10/11/2025).
1. Judol ditekan, tapi edukasi publik dinilai jadi kunci utama

Meskipun data dari PPATK menunjukkan penurunan transaksi judol hingga 57 persen, Andina mengingatkan bahwa langkah represif saja tidak akan cukup untuk menghentikan jerat perjudian digital.
“Masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa judi online bukan sekadar hiburan ilegal, tapi jebakan ekonomi yang merusak keluarga. Pemerintah harus melibatkan lembaga pendidikan, tokoh agama, dan komunitas lokal untuk membangun kesadaran kolektif,” katanya.
Ia menekankan, permasalahan judi online tidak bisa dilihat semata sebagai pelanggaran digital atau tindak kriminal, tetapi juga sebagai ancaman serius terhadap ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
“Judi online ini telah menjerat banyak warga, terutama dari kelompok berpenghasilan rendah. Data PPATK menunjukkan, sebelumnya 80 persen pemain berasal dari kelompok dengan penghasilan di bawah lima juta rupiah per bulan. Fakta bahwa jumlah pemain dalam kategori ini turun hampir 68 persen menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah mulai berdampak langsung pada masyarakat bawah,” jelasnya.
Andina menilai pemahaman publik mengenai bahaya finansial judol harus ditingkatkan agar kelompok rentan tidak kembali terjerumus.
2. Sinergi lembaga perlu diperkuat

Ia memastikan, Komisi I DPR sebagai mitra kerja Komdigi akan terus mendorong kolaborasi lintas sektor untuk memutus ekosistem judol hingga ke akar. Adapun lembaga yang perlu diperkuat sinergitasnya terutama antara Komdigi, PPATK, OJK, dan kepolisian.
“Sebagai mitra kerja Komdigi, Komisi I berkomitmen untuk terus mendukung upaya pemberantasan judi online dengan cara yang komprehensif. Kami mendorong peningkatan sinergi lintas lembaga, terutama antara Komdigi, PPATK, OJK, dan kepolisian, agar jalur keuangan maupun akses digital pelaku dapat diputus sepenuhnya,” kata Andina.
3. Judol disebut kejahatan lintas negara, perlu kerja sama ASEAN

Andina juga menyinggung pernyataan Presiden RI, Prabowo yang menyebut judol sebagai kejahatan terorganisir lintas negara. Oleh sebab itu, ia menekankan pendekatan penanganannya harus bersifat strategis dan lintas batas. Ia mendorong pemerintah untuk memperluas kerja sama dengan negara-negara mitra di kawasan ASEAN dalam menelusuri sindikat internasional yang beroperasi di balik situs-situs tersebut.
“Komdigi sudah berada di jalur yang benar, namun tantangannya ke depan akan semakin kompleks. Sindikat ini beroperasi lintas yurisdiksi dan memanfaatkan teknologi enkripsi canggih. Artinya, kita butuh operasi bersama dengan otoritas digital dan finansial di negara lain untuk menutup ruang gerak mereka,” tegas dia.
Lebih lanjut, meski capaian pemerintah cukup besar, Andina menekankan bahwa perjuangan melawan judi online masih panjang.
“Ini baru permulaan. Capaian penurunan 57 persen transaksi hanyalah awal dari perjuangan panjang melawan sindikat digital lintas negara. Dengan komitmen yang kuat, kolaborasi lintas lembaga, dan partisipasi publik yang luas, saya yakin Indonesia akan mampu memutus rantai judi online hingga ke akarnya,” imbuh dia.


















