Laporan Kembali Ditolak, AJI dan LBH Pers Nilai Polisi Tidak Serius

LBH Pers pesimistis polisi dapat menangani kasus jurnalis

Jakarta, IDN Times - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta sangat menyayangkan sikap kepolisian yang tidak sungguh-sungguh dalam menangani perkara Undang-Undang Pers. Hal itu disampaikan, setelah polisi kembali menolak laporan mereka tentang dugaan kekerasan yang dialami jurnalis saat meliput aksi demonstrasi di DPR pada 25-30 September 2019 lalu.  

"Kita melihat ini seperti karena pelakunya petugas kepolisian, jadi aparat hukum enggan untuk menangani perkara ini dengan sungguh sungguh," ujar Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta, Erick Tanjung di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (9/10).

Kali itu, pihaknya melaporkan dugaan kekerasan yang menimpa Jurnalis Tirto.id dan Narasi TV. Sebelumnya, pada Jumat (4/10) lalu, laporan keduanya ditolak oleh pihak Polda Metro Jaya.

"Harapannya tadi kita bisa diterima di Direktorat Tindak Pidana Tertentu. Tapi ternyata, setelah berdiskusi dengan petugas di SPKT, petugas juga masih bingung dan belum bisa menerima laporan kasus kekerasan teman-teman (jurnalis)," kata Erick.

1. Polri minta kasus itu dilaporkan ke Propam

Laporan Kembali Ditolak, AJI dan LBH Pers Nilai Polisi Tidak SeriusIDN Times/Axel Jo Harianja

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Ade Wahyudin mengatakan pihak Bareskrim Polri meminta agar kasus itu dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

"Padahal, etik adalah persoalan etik, pelanggaran hukum adalah persoalan pelanggaran hukum. Argumentasi kami ini bisa sebenarnya berjalan sama. Makanya, kemudian karena ini belum diterima, mereka mengarahkan langsung ke Kabareskrim. Artinya bukan lewat jalur laporan polisi," ungkap Ade.

Sementara itu, Erick mengatakan AJI dan LBH Pers pun akhirnya melaporkan kasus tersebut ke Propam. "Nah, kita ambil jalur dua-duanya. (Laporan) yang di Propam pelanggaran kode etiknya. Satu (laporan) lagi di Bareskrim, secara gak langsung ditolak," kata Erick.

Baca Juga: Polisi Dinilai Kebingungan Memproses Pelanggaran UU Pers saat Demo DPR

2. Penolakan kepolisian memproses laporan jadi batu ujian bagi UU Pers

Laporan Kembali Ditolak, AJI dan LBH Pers Nilai Polisi Tidak SeriusDok. Istimewa

Ade pun menyayangkan dengan belum diterimanya laporan tersebut baik di Polda Metro Jaya maupun Mabes Polri. Sebab, hal itu bisa menjadi batu ujian bagi Undang-Undang Pers.

"Apakah masih befungsi, apakah dia cukup kuat melindungi pers, atau ya dia seperti saat ini, dia tidak bisa. Bahkan untuk ada tindak pidananya, yang jelas ada saksi dan buktinya, itu belum bisa membuat laporan polisinya," tegas Ade.

Padahal, lanjut Ade, pihaknya sudah menyertakan bukti-bukti terkait, seperti foto maupun rekaman. "Tapi mereka menilai ini belum bisa di terima. Dan di arahkan untuk kirim surat ke Kabareskrim," kata dia.

2. LBH Pers pesimistis polisi dapat menangani kasus jurnalis

Laporan Kembali Ditolak, AJI dan LBH Pers Nilai Polisi Tidak SeriusIlustrasi. (IDN Times/Sukma Shakti)

AJI Jakarta bersama LBH Pers pesimistis polisi akan menangani pelaporan kasus dugaan kekerasan terhadap jurnalis itu. Oleh karena itu, akan melaporkan kasus tersebut ke Komnas HAM.

"Kita juga besok tim pengaduan resmi, ke Komnas HAM jam 12.00 WIB. Karena ini ada pelanggaran HAM dalam peliputan. Ombudsman kita akan lapor, karena ada maladministrasi dalam penanganan perkara ini," kata Erick.

Dia menambahkan, pihaknya juga menyayangkan adanya perusahaan media yang melarang jurnalisnya, melaporkan dugaan kekerasan yang dialaminya.

"Artinya perusahaan media dalam hal ini tidak mendukung kebebasan pers. Malah justru melarang jurnalisnya untuk laporan, ini kan persoalan serius bagi kebebasan pers di Indonesia," kata Erick.

3. AJI sayangkan polisi tidak serius tangani kasus perkara UU Pers

Laporan Kembali Ditolak, AJI dan LBH Pers Nilai Polisi Tidak SeriusIDN Times/Axel Jo Harianja

"Harapannya tadi kita bisa diterima di Direktorat Tindak Pidana Tertentu. Tapi ternyata, setelah berdiskusi dengan petugas di SPKT, petugas juga masih bingung dan belum bisa menerima laporan kasus kekerasan teman-teman (Jurnalis)," katanya di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (9/10).

Pihak Bareskrim Polri lantas meminta agar kasus itu dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Maka, mereka pun melaporkan kasus tersebut ke Propam.

"Nah, kita ambil jalur dua-duanya. (Laporan) yang di Propam pelanggaran kode etiknya. Satu (laporan) lagi di Bareskrim, secara gak langsung ditolak," katanya.

Sebelumnya, pada Jumat (4/10) lalu, laporan keduanya ditolak oleh pihak Polda Metro Jaya.

4. LBH Pers: Tidak ada alasan bagi polisi untuk tidak mengetahui identitas jurnalis

Laporan Kembali Ditolak, AJI dan LBH Pers Nilai Polisi Tidak SeriusIDN Times/ Ayu Afria

Ade Wahyudin menambahkan, dalam setiap kasus yang dialami Jurnalis, sebenarnya sudah menunjukkan identitasnya bahwa mereka adalah bagian dari Pers. Namun, aparat kepolisian seolah-olah tidak memperdulikan hal itu hingga berujung pada kekerasan.

"Jadi dengan alasan 'oh saya nggak tau kamu Jurnalis atau enggak", itu menurut saya nggak masuk akal. Karena, Jurnalis sudah menunjukan saya Jurnalis, sudah ada itikadnya. Itu mayoritas kasus mereka sudah menunjukkan itu, tapi ya tetap terjadi kekerasan," tutur Ade.

5. Empat Jurnalis laporkan dugaan kekerasan dari aparat kepolisian

Laporan Kembali Ditolak, AJI dan LBH Pers Nilai Polisi Tidak SeriusIDN Times/Axel Jo Harianja

AJI dan LBH Pers mewakiki empat Jurnalis yang mengalami tindak kekerasan saat meliput aksi demonstrasi mahasiswa di gedung DPR/MPR RI pada tanggal 24 hingga 30 September 2019.

Korban pertama adalah jurnalis Kompas.com, Nibras Nada Nailufar. Ia mengalami intimidasi saat merekam perilaku polisi yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga di kawasan Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Selasa (24/9) malam.

Dalam peristiwa itu, polisi melarang korban merekam gambar dan memaksanya menghapus rekaman video kekerasan. Nibras bahkan nyaris dipukul oleh seorang polisi.

Kedua, kekerasan terhadap jurnalis Katadata.co.id Tri Kurnia Yunianto oleh polisi. Tri dikeroyok, dipukul, dan ditendang oleh aparat dari kesatuan Brimob Polri yang bertugas di pintu belakang gedung DPR RI pada Selasa (24/9) malam. Meski Kurnia telah menunjukkan ID Pers yang menggantung di leher dan menjelaskan sedang melakukan liputan, pelaku kekerasan tidak menghiraukannya.

Oknum polisi tersebut juga merampas HP Kurnia dan menghapus video yang terakhir kali direkamnya. Video itu rekaman Polisi membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata.

Laporan Jurnalis katadata.co.id dan kompas.com sendiri sudah diterima pihak Polda Metro Jaya pada Jumat (4/10) lalu.

Ketiga, kekerasan yang dialami oleh reporter Narasi TV Vany Fitria. Ia mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh aparat Brimob saat meliput aksi demonstrasi pada Rabu (25/9) malam. Tidak   Tidak hanya diintimidasi, telepon selulernya pun dirampas dan dibanting ke trotoar jalan.

Sekitar pukul 20.10 WIB, seorang anggota Brimbob mendekati Vany dan memintanya untuk tidak mengambil gambar. Beberapa detik kemudian, seorang anggota Brimob yang lain memukul badan Vany dengan tameng hingga ia nyaris terjengkang. Saat berusaha berdiri, anggota Brimob tersebut mengambil telepon seluler Vany dan membantingnya ke trotoar.

Keempat, kekerasan yang dialami oleh reporter Tirto.id Haris Prabowo ketika meliput pembubaran massa aksi oleh polisi di sekitar flyover Bendungan Hilir, Senin (30/9) malam. Saat itu, terjadi konflik antara para anggota marinir AL dan polisi di area RS Gigi dan Mulut LAKDOGI TNI AL RE Martadinata.

Haris mencoba mendekat untuk mengetahui duduk perkara. Tiba-tiba ada beberapa anggota TNI AL berteriak-teriak untuk “mengamankan” wartawan.

Setelah sempat berkomunikasi dan menjelaskan bahwa ia sedang bertugas liputan, Haris pun dibawa menuju gedung DPR RI dengan cara bagian lehernya dipiting oleh polisi. Sesampainya di gedung DPR, Haris dipaksa untuk naik mobil tahanan polisi.

Namun, beberapa rekannya sesama jurnalis yang sedang bertugas di DPR melihat kejadian tersebut dan mencegah polisi untuk membawa Haris. Setelah terjadi debat panjang Haris akhirnya dilepaskan, namun wajah, KTP, dan kartu pers Haris sempat difoto oleh polisi.

Baca Juga: Ditolak Bareskrim, Laporan Kekerasan Terhadap Jurnalis Masuk ke Propam

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya