Bank Indonesia Luncurkan Buku Desa Adat Osing di Banyuwangi

Banyuwangi, IDN Times - Bank Indonesia mendukung pariwisata di Banyuwangi sebagai bagian upaya pemajuan ekonomi. Salah satu bentuk dukungan tersebut adalah dengan menggandeng Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan menerbitkan buku berjudul “Merekam Jejak Budaya Osing Kemiren".
Buku yang diluncurkan di Pendopo Sabha Swagata Blambangan, Senin 12 Desember 2022 itu, merangkum tentang keragaman budaya dan tradisi masyarakat Osing di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Desa adat ini sengaja dipilih karena mampu bertransformasi menjadi destinasi wisata unggulan.
"Potensi Desa Kemiren sangat luar biasa. Mulai budaya, tradisi, kuliner, hingga peralatan makannya sangat legend. Inilah yang membuat kami tercetus untuk membukukannya," ujar Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jember, Yukon Afrinaldo pada keterangannya
1. Lestarikan budaya Banyuwangi lewat buku

Lewat buku, Afrinaldo atau biasa disapa Aldo berharap bisa mengabadikan kekayaan budaya Banyuwangi. Ia menyebut cerita tentang budaya masyarakat Desa Kemiren ini harus disebarluaskan sebagai bentuk pelestarian budaya.
Menurut Aldo, seni dan budaya memiliki peran dalam upaya pemulihan ekonomi. Keotentikan seni dan budaya yang terus dirawat akan menjadi daya tarik yang menyedot kunjungan wisatawan. Hal ini tentu bisa berimbas pada perputaran ekonomi warga.
2. Pariwisata jadi penggerak ekonomi Banyuwangi

Sementara itu, Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, berterimakasih atas dukungan BI terhadap pengembangan desa adat wisata di Banyuwangi. Sejak 12 tahun terakhir, Banyuwangi memang telah memilih pariwisata sebagai payung untuk menggerakkan perekonomian.
Dengan mengusung konsep ecotourism, Banyuwangi terus konsisten merawat kearifan lokal sebagai daya tarik pariwisata. "Kami rangkul seniman dan budayawan untuk bersama-sama mengembangkan pariwisata, sekaligus tetap menjaga adat istiadat," kata Ipuk.
Ipuk mencontohkan tentang kebijakan Banyuwangi dalam mengeluarkan izin pembangunan hotel yang menjadi salah satu prasarana wisata. Unsur-unsur lokalitas harus terlihat menonjol dalam gedung dan pengelolaannya.
“Setiap pembangunan hotel atau gedung, kami juga wajibkan untuk tetap mengusung kearifan lokal. Ini cara kami merawat budaya di tengah gempuran kemajuan peradaban," imbuhnya.
3. Festival Literasi bahas pengelolaan desa wisata

Tidak hanya peluncuran buku, acara bertajuk Festival Literasi ini juga diisi dengan diskusi tentang pengelolaan desa wisata berbasis adat. Adapun narasumber yang dihadirkan antara lain tokoh adat Desa Kemiren, Desa Panglipuran Bali, Desa Kanekes Baduy Provinsi Banten, dan tokoh adat Kampung Naga Jawa Barat.
Selain itu, ada pula Pimpinan Redaksi Perpusnas Press, Edi Wiyono, dan Ahli Etnografi Kebudayaan Indonesia, Dr. Pande Mada Kutanegara. (WEB)