Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bawaslu: Formulir C6 Bukan Syarat Mutlak untuk Memilih

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
  • Formulir C6 bukan syarat utama untuk memilih dalam Pemilu.
  • Warga yang tidak menerima atau kehilangan Formulir C6 tetap dapat memilih dengan syarat terdaftar dalam DPT dan membawa e-KTP.
  • Dugaan pelanggaran distribusi C6 oleh Tim Pemenangan RIDO harus dibuktikan lebih lanjut oleh Bawaslu.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Puadi, menegaskan surat undangan memilih atau Formulir C6 bukanlah syarat mutlak bagi warga negara untuk memberikan suara dalam Pilkada Serentak 2024.

"Formulir C6 hanya berfungsi sebagai pemberitahuan dan alat bantu untuk mempermudah identifikasi pemilih di TPS (Tempat Pemungutan Suara). Namun, syarat utama untuk memilih adalah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS terkait dan membawa KTP elektronik (e-KTP) atau dokumen identitas resmi lainnya," ujar Puadi saat dihubungi, Minggu (8/12/2024).

1. Pemilih yang masuk DPT bisa nyoblos dengan bawa KTP

Bawaslu Magetan selidiki dugaan penghalangan warga nyoblos di TPS 09 Selotinah Ngariboyo Magetan. IDN Times/ Riyanto.
Bawaslu Magetan selidiki dugaan penghalangan warga nyoblos di TPS 09 Selotinah Ngariboyo Magetan. IDN Times/ Riyanto.

Puadi menegaskan, warga yang tidak menerima atau kehilangan Formulir C6 tetap memiliki hak untuk memilih selama mereka memenuhi beberapa ketentuan. 

Pertama, nama mereka harus tercantum dalam DPT. Kedua, mereka harus membawa e-KTP atau dokumen identitas lain yang sesuai dengan alamat TPS tempat mereka terdaftar.

"Bagi pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT tetapi ingin menggunakan hak pilih, mereka dapat menggunakan e-KTP dan mencoblos pada waktu tertentu, biasanya antara pukul 12.00 hingga 13.00 waktu setempat, sesuai peraturan yang berlaku," ujarnya.

2. Formulir C6 bersifat undangan, bukan penentu hak pilih

Pj Gubernur NTB Hassanudin menggunakan hak pilihnya di TPS 01 Kelurahan Pejanggik Kecamatan Mataram, Kota Mataram, NTB. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Pj Gubernur NTB Hassanudin menggunakan hak pilihnya di TPS 01 Kelurahan Pejanggik Kecamatan Mataram, Kota Mataram, NTB. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta pun menegaskan, formulir C6 bukan merupakan syarat utama untuk memilih dalam Pemilu. Menurutnya, C6 hanya bersifat sebagai undangan, bukan penentu hak pilih.

“Tentu saja tidak ya, artinya itu hanya merupakan undangan, bukan syarat untuk memilih. Syarat untuk memilih itu ada tiga, yaitu terdaftar dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap), DPTb (Daftar Pemilih Tambahan), atau DPK (Daftar Pemilih Khusus)," kata Kaka Suminta dalam keterangannya.

Ia menjelaskan, undangan C6 berfungsi sebagai pemberitahuan bagi pemilih yang telah terdaftar, baik di DPT maupun DPTb. Namun, pemilih yang tidak menerima C6 tetap dapat menggunakan hak pilihnya selama memiliki KTP yang sesuai dengan domisili di TPS.

"Tanpa adanya C6, setiap calon pemilih yang memenuhi syarat tetap berhak untuk memilih. Dasarnya adalah KTP yang menunjukkan bahwa mereka sesuai dengan daftar pemilih. Bagi pemilih dalam DPK, mereka dapat mencoblos setelah jam 12 siang, setelah semua pemilih dalam DPT dan DPTb selesai menggunakan hak pilihnya," jelasnya.

3. Dugaan pelanggaran terkait C6 tak akan mempengaruhi suara RIDO secara signifikan

Tim Hukum Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) melaporkan jajaran KPU DKI Jakarta dan KPU Jakarta Timur ke DKPP (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Tim Hukum Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) melaporkan jajaran KPU DKI Jakarta dan KPU Jakarta Timur ke DKPP (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Terkait laporan dari Tim Pemenangan pasangan Ridwan Kamil - Suswono (RIDO) mengenai dugaan pelanggaran distribusi C6, Kaka menegaskan hal ini harus dibuktikan lebih lanjut.

"Jika masalahnya hanya terkait undangan, ini tidak serta-merta bisa dikaitkan dengan pelanggaran. Kita tunggu saja proses dari Bawaslu yang memiliki kewenangan untuk menilai laporan tersebut," pungkasnya. 

Kaka pun menjelaskan, pihaknya memantau langsung proses di seluruh kecamatan di Jakarta, termasuk di tingkat kabupaten/kota. Ia berpandangan, pelanggaran terkait C6 tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil pemilu.

Sebelumnya, Sekretaris Tim Pemenangan RIDO, Basri Baco mengungkap adanya dugaan kecurangan dalam distribusi undangan memilih (Formulir C6) di wilayah DKI Jakarta. 

Beberapa laporan yang diterima dari masyarakat mengindikasikan, warga yang terdaftar dalam DPT tidak menerima undangan untuk memilih. Fenomena ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada upaya untuk menghambat partisipasi pemilih, khususnya di wilayah yang menjadi basis suara RIDO.

Selain itu, Baco mengatakan, tidak sedikit laporan yang masuk ke Bawaslu terkait dengan tidak diterimanya undangan memilih oleh warga yang seharusnya berhak memilih. Laporan ini datang dari beberapa wilayah di Jakarta, yang mengindikasikan bahwa distribusi undangan tersebut terlambat atau bahkan tidak sampai kepada pemilih sama sekali. Mereka yang melaporkan kejadian ini merasa hak pilihnya hilang tanpa alasan yang jelas.

"Dugaan kami ada unsur kesengajaan dalam hal ini. Sebagian besar laporan berasal dari wilayah yang merupakan basis pendukung Ridwan Kamil. Kami khawatir, ada upaya untuk menahan atau tidak membagikan undangan memilih kepada mereka, sehingga para pendukung kami tidak bisa menggunakan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS)," ujar Baco dalam jumpa pers di Kantor DPD Golkar DKI Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Baco menilai KPPS yang tidak profesional jadi faktor partisipasi pemilih di Pilkada 2024 menurun. Ia menyayangkan, di Pilkada 2024 ini yang membagikan Formulir C6 (surat undangan pemungutan suara) kepada pemilih ialah KPPS. 

Petugas KPPS itu dianggap kurang memahami bagaimana warga sekitar yang akan mencoblos. Sehingga mereka kewalahan dan mengakibatkan Formulir C6 banyak yang tidak sampai ke masyarakat. Padahal sebelumnya yang mengirimkan undangan untuk memilih ialah RT dan RW.

"Alhasil banyak warga yang tidak menerima (formulir C6) banyak warga yang tidak menerima dan yang menerima yang seharusnya (dapat undangan dua sampai empat hari sebelumnya pilkada, mereka rata-rata terimanya adalah satu atau dua hari sebelum pilkada. Ini salah satu faktor utama yang membuat kurangnya partisipasi peserta atau warga DKI Jakarta di pilkada kemarin," ucap Baco.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us