Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bawaslu Terima 2.937 Laporan Pelanggaran Pilkada, Dominan Politik Uang

Bawaslu menggelar media gathering di Kepulauan Riau. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Jakarta, IDN Times - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) melaporkan tingginya angka pelanggaran di Pilkada 2024 yang mencapai 2.937 laporan dengan dominasi laporan politik uang dan ketidaknetralan ASN.

"Jadi sebetulnya laporan yang masuk  beragam. Tidak hanya soal dugaan ketidaknetralan aparat, ketidaknetralan ASN, tapi juga termasuk politik uang," ujar Anggota Bawaslu Lolly Suhenty dalam media gathering di Kepulauan Riau, Selasa (3/12/2024) malam.

1. Sebanyak 757 kasus terbukti sebagai pelanggaran

Bawaslu menggelar media gathering di Kepulauan Riau. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Lolly mengatakan dari ribuan laporan angka pelanggaran Pilkada tersebut, ada 757 kasus yang terbukti sebagai pelanggaran.

“Dari ribuan laporan yang kami terima, sebagian besar telah diregistrasi dan diproses. Ada 757 kasus yang terbukti sebagai pelanggaran, sementara 851 laporan dinyatakan bukan pelanggaran,” ungkap Lolly.

2. Kasus politik uang dan pelanggaran kode etik

KPU gelar simulasi pemungutan suara Pilkada 2024 di Maros, Sulsel (15/9/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Berdasarkan data Bawaslu, tren pelanggaran administrasi menjadi yang terbanyak, dengan 146 kasus tercatat. Pelanggaran ini meliputi pemasangan alat peraga kampanye (APK) di lokasi terlarang, seleksi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang tidak profesional, serta pelanggaran prosedur administrasi pendaftaran pasangan calon. 

Selain itu, terdapat 124 pelanggaran kode etik, seperti ketidaknetralan PPK, PPS, dan Panwaslu Desa, serta pengawas adhoc yang melanggar pedoman perilaku penyelenggara pemilu. 

Dalam kategori pidana, sebanyak 118 kasus dilaporkan, dengan dominasi kasus politik uang yang mengacu pada Pasal 188 UU Nomor 8 Tahun 2015 dan Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016.

3. Lampung terbanyak laporan politik uang

Bawaslu DKI sita serangan sembako di masa tenang Pilkada DKI. (dok. Bawaslu)

Adapun sebaran pelanggaran tertinggi tercatat di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Lampung. Jawa Timur mencatat 113 laporan yang diregistrasi, dengan 65 pelanggaran yang terbukti, sedangkan Sulawesi Selatan mencatat 171 laporan diregistrasi, dengan 119 pelanggaran yang terbukti. 

Lampung menjadi sorotan karena tingginya kasus politik uang selama masa tenang. Kasus-kasus menonjol lainnya termasuk ketidaknetralan aparatur sipil negara (ASN) dan pelanggaran hukum lainnya, seperti penyalahgunaan fasilitas pemerintah untuk kepentingan politik.

4. Sepuluh besar data pelanggaran Pilkada

Ilustrasi kotak suara di Pilkada. (IDN Times/Aditya Pratama)

Data laporan pelanggaran Pilkada berdasarkan jenis

1. Pemasangan APK di lokasi terlarang atau tidak sesuai ketentuan (16 kasus).  

2. Ketidakprofesionalan KPU Kabupaten/Kota dalam seleksi PPK/PPS (9 kasus).  

3. Pelanggaran prosedur administrasi pelaksanaan pemilihan oleh KPU (8 kasus).  

4. Verifikasi administrasi dan faktual oleh KPU Provinsi yang tidak sesuai ketentuan (7 kasus).  

5. KPU Kabupaten/Kota tidak menindaklanjuti saran perbaikan Bawaslu (5 kasus).  

6. Pendaftaran pasangan calon tidak sesuai prosedur oleh KPU (5 kasus).  

7. KPU melanggar tata cara dalam pendaftaran calon gubernur/wakil gubernur atau kepala daerah lain (5 kasus).  

8. Pemasangan APK tidak sesuai lokasi yang diizinkan (5 kasus).  

9. Pejabat negara/daerah melakukan kampanye tanpa izin atau cuti (3 kasus).  

Pelanggaran Kode Etik  

1. PPK/PPS tidak netral dan menunjukkan keberpihakan kepada pasangan calon tertentu (20 kasus).  

2. PPS yang tidak netral terhadap pasangan calon tertentu (17 kasus).  

3. Pengawas adhoc tidak netral (11 kasus).  

4. Ketidakprofesionalan PPK/PPS dalam menjalankan tugasnya (10 kasus).  

5. Panwaslu Desa/Kelurahan melanggar kode etik (9 kasus).  

6. Panwascam tidak netral terhadap peserta pemilu (8 kasus).  

7. KPU Provinsi tidak profesional dalam verifikasi administrasi pencalonan perseorangan (8 kasus).  

8. Sekretariat PPK menunjukkan keberpihakan kepada pasangan calon tertentu (4 kasus).  

9. Pengawas adhoc tidak berintegritas (3 kasus).  

10. Panwascam melanggar pedoman perilaku penyelenggara pemilu (3 kasus).  

 

Pelanggaran Pidana  

1. ASN membuat kegiatan yang menunjukkan keberpihakan kepada pasangan calon tertentu (67 kasus).  

2. ASN memberikan dukungan melalui media sosial kepada pasangan calon (65 kasus).  

3. ASN ikut serta dalam kegiatan kampanye atau sosialisasi calon (46 kasus).  

4. ASN mempromosikan calon melalui media sosial (24 kasus).  

5. Kepala desa ikut serta dalam kampanye pemilu (22 kasus).  

6. Kepala desa ikut membentuk tim kampanye pasangan calon (13 kasus).  

7. ASN menghadiri kampanye atau pengenalan pasangan calon (12 kasus).  

8. Penggunaan fasilitas pemerintah untuk kegiatan politik (10 kasus).  

9. Perangkat desa menyalahgunakan wewenang dalam pemilu (10 kasus).  

10. Dugaan pelanggaran perlindungan data pribadi dan UU ITE (9 kasus).  

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dini Suciatiningrum
Dwi Agustiar
Dini Suciatiningrum
EditorDini Suciatiningrum
Follow Us