Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

BPJPH-MUI Bahas Label Produk Tuyul hingga Beer Dapat Sertifikat Halal

Label Halal Indonesia yang dikeluarkan Kemenag (Kemenag.go.id)
Intinya sih...
  • BPJPH mengadakan rapat koordinasi dengan MUI dan Komite Fatwa terkait 151 produk halal yang bermasalah dalam penamaannya.
  • Dari 5.314.453 produk bersertifikat halal, hanya 0,003 persen yang bermasalah namanya, menunjukkan sistem sertifikasi berjalan baik.
  • Ada dua kondisi terkait penamaan produk sesuai Fatwa MUI nomor 44 tahun 2020, serta komitmen untuk melakukan perbaikan terhadap penamaan produk yang tidak sesuai.

Jakarta, IDN Times - Menanggapi kontroversi terkait produk seperti "tuyul", "tuak", "beer", dan "wine" yang mendapat sertifikat halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama mengadakan rapat koordinasi dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komite Fatwa Produk Halal. Pertemuan ini bertujuan mencari solusi terkait 151 produk yang telah bersertifikat halal namun penamaannya dianggap bermasalah.

Rapat dihadiri Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Mamat S. Burhanudin, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, serta Ketua Komite Fatwa Produk Halal Zulfa Mustofa. Rapat digelar pada Selasa (8/10/2024).

"Pada Selasa, 8 Oktober 2024, kita mengadakan pertemuan konsolidasi dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Komite Fatwa Produk Halal. Konsolidasi hari ini untuk mengidentifikasi nama-nama produk yang disinyalir menyangkut penamaan-penamaan produk yang berkonotasi dan tidak diperbolehkan di dalam Fatwa MUI," ujar Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham dalam keterangannya, dikutip Kamis (10/10/2024).

1. Ada 151 nama produk yang bermasalah dan sudah dapat sertifikat halal

Ilustrasi Halal (IDN Times/Arief Rahmat)

Dari hasil konsolidasi, BPJPH mendapatkan data, dari 5.314.453 produk bersertifikat halal, terdapat 151 produk yang memiliki nama bermasalah. Aqil menyatakan, persentase produk bermasalah hanya 0,003 persen, yang menunjukkan bahwa sistem sertifikasi halal telah berjalan dengan baik.

"Namun demikian, dari 151 itu kita identifikasi temuannya ada dua, yang dikecualikan berjumlah 30 dan tidak dikecualikan berjumlah 121," ucap dia.

2. MUI sebut ada dua kondisi pengecualian terkait penamaan produk yang tidak dapat sertifikat halal

Penjelasan soal logo baru lebel Halal Indonesia (Instagram.com/kemenag_ri)

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menjelaskan bahwa ada dua kondisi terkait penamaan produk, merujuk pada Fatwa MUI nomor 44 tahun 2020.

"Ada pengecualian terkait dengan penggunaan nama, bentuk, dan atau kemasan yang diatur di dalam fatwa nomor 44 tahun 2020 misalnya yang secara 'urf atau kebiasaan di tengah masyarakat dikenal sesuatu yang biasa atau tidak terasosiasi dengan sesuatu yang haram," terang Niam.

Contohnya, istilah "bir pletok" dikenal sebagai minuman tradisional halal yang tidak mengandung alkohol.

Kedua, Asrorun Niam menyampaikan, tidak semua istilah seperti "wine" harus dilarang, tergantung konteks penggunaannya. Sebagai contoh, "red wine" merujuk pada jenis warna yang tidak terkait dengan minuman beralkohol. Hal ini menunjukkan pentingnya memahami konteks dan makna penamaan produk secara komprehensif untuk menghindari kesalahpahaman di masyarakat.

Selain itu, Niam menegaskan BPJPH dan MUI berkomitmen untuk melakukan perbaikan terkait penamaan produk yang tidak sesuai dengan fatwa.

"Yang kedua, yang secara substansi memang tidak sejalan dengan fatwa. Karena itu, kita komitmen untuk melakukan perbaikan dan juga meminta pelaku usaha melakukan perbaikan dan perubahan sesuai dengan standar fatwa," kata dia.

3. Dibahas mekanisme perbaikan penamaan produk agar sesuai dengan aturan dan fatwa MUI

Penjelasan soal logo baru lebel Halal Indonesia (Instagram.com/kemenag_ri)

Dalam pertemuan tersebut, juga dibahas mekanisme untuk melakukan perbaikan penamaan produk agar sesuai dengan aturan perundang-undangan dan standar fatwa. Tujuannya adalah memastikan semua produk halal terjamin baik dari segi nama maupun substansinya, sesuai dengan hukum syariah.

Ketua Komite Fatwa Produk Halal, Zulfa Mustofa, menambahkan masyarakat tidak perlu ragu dengan sistem sertifikasi halal yang diterapkan oleh BPJPH. Ia menegaskan bahwa sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH didasarkan pada hasil sidang fatwa oleh Komisi Fatwa MUI dan Komite Fatwa Produk Halal.

"Karena pada dasarnya kami menggunakan acuan yang sama, standar fatwa yang sama, kemudian juga melalui proses audit yang sama, walaupun memang di produk reguler mungkin sedikit lebih rumit," ujar Zulfa.

Ia juga menyampaikan, proses perbaikan terhadap produk-produk bermasalah akan dilakukan dengan mekanisme yang telah disepakati.

Zulfa menekankan pentingnya kepercayaan masyarakat terhadap Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH). Menurutnya, semua sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH sudah melalui proses yang ketat dan sesuai dengan ketentuan syariah.

"Masyarakat harus memiliki kepercayaan kepada Sistem Jaminan Produk Halal yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan juga yang fatwanya dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI maupun Komite Fatwa Produk Halal," imbuhnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Ilman Nafi'an
Anata Siregar
Muhammad Ilman Nafi'an
EditorMuhammad Ilman Nafi'an
Follow Us