Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Butuh Anggaran Rp84 Triliun Terapkan SD-SMP Negeri-Swasta Gratis

Anak-anak Sekolah Dasar Negeri Banjar Bendo Sidoarjo antusias saat bertemu dan berjabat tangan langsung dengan Presiden RI, Prabowo Subianto. (dok. Tim Komunikasi Prabowo)
Anak-anak Sekolah Dasar Negeri Banjar Bendo Sidoarjo antusias saat bertemu dan berjabat tangan langsung dengan Presiden RI, Prabowo Subianto. (dok. Tim Komunikasi Prabowo)
Intinya sih...
  • Dana SD dan SMP swasta/sederajat gratis butuh Rp84 triliun menurut Kornas JPPI.
  • Anggaran bisa dipenuhi dengan refocusing dana pendidikan tanpa menambah anggaran baru.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kornas Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Abdullah Ubaid Matraji mengungkap, berdasarkan hitungan lembaganya, dana yang dibutuhkan agar SD dan SMP swasta/sederajat gratis sebesar Rp84 triliun.

Hal tersebut disampaikan Ubaid menanggapi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXIII/2025 terkait uji materiil Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). JPPI sendiri merupakan Pemohon dalam gugatan ini. Dalam putusan tersebut, MK mewajibkan pemerintah menanggung biaya pendidikan dasar yang meliputi SD dan SMP negeri maupun swasta/sederajat.

"Kalau hitung-hitungan JPPI secara persis itu kita ketemu angka Rp84 triliun," kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (28/5/2025).

1. Hanya perlu refocusing dari jatah anggaran pendidikan

Mendikdasmen, Abdul Mu’ti saat Deklarasi Komitmen Gerakan Anak Indonesia Hebat dan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025. (Dok. Istimewa)
Mendikdasmen, Abdul Mu’ti saat Deklarasi Komitmen Gerakan Anak Indonesia Hebat dan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025. (Dok. Istimewa)

Ubaid menegaskan, anggaran Rp84 triliun itu bisa dipenuhi tanpa membebankan anggaran pada APBN. Sebab, mekanisme kebutuhannya memungkinkan dengan pengalihan alokasi anggaran pendidikan yang dianggap kurang prioritas alias refocusing.

Ia menilai, pihak yang bisa melakukan refocusing anggaran pendidikan ini ialah Presiden RI, Prabowo Subianto, bukan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Medikdasmen).

"Cukup dengan cara refocusing anggaran pendidikan yang sudah ada, tanpa menambah anggaran lagi dari luar dana pendidikan," ujarnya.

2. Pemerintah daerah harus menghitung ulang kebutuhan anggaran

ilustrasi Sekolah Rakyat (IDN Times/Sukma Mardya Shakti)
ilustrasi Sekolah Rakyat (IDN Times/Sukma Mardya Shakti)

Selain itu, Ubaid menyampaikan, opsi lain terkait skenario anggaran untuk SD dan SMP swasta gratis ini juga bisa dibantu oleh APBD. Menurutnya, pemerintah daerah harus mulai menghitung ulang berapa jumlah peserta didik SD dan SMP. Kemudian jumlah tersebut diselaraskan dengan kebutuhan anggaran.

"Maka ini menjadi wewenang pemerintah daerah, pemerintah daerah harus menggunakan sumber baik dari APBN maupun APBD untuk menghitung ulang bagaimana meng-cover anak-anak di jenjang pendidikan ini supaya bisa skemanya itu kan jelas. Misalnya daya tampung sekolah negeri itu berapa, sisanya (yang belum dapat di sekolah negeri) berapa, itu bagaimana pembiayaannya," tuturnya.

3. Pemerintah perlu menentukan sekolah swasta mana yang akan dibiayai

Anak-anak Sekolah Dasar Negeri Banjar Bendo Sidoarjo antusias saat bertemu dan berjabat tangan langsung dengan Presiden RI, Prabowo Subianto. (dok. Tim Komunikasi Prabowo)
Anak-anak Sekolah Dasar Negeri Banjar Bendo Sidoarjo antusias saat bertemu dan berjabat tangan langsung dengan Presiden RI, Prabowo Subianto. (dok. Tim Komunikasi Prabowo)

Ubaid menegaskan, pemerintah harus memastikan semua anak bisa sekolah di jenjang pendidikan dasar, sebagaimana perintah Putusan MK.

Ia mendorong agar pemerintah segera menghitung berapa jumlah anak yang akan sekolah di setiap daerah. Misalnya, daya tampung sekolah negeri di suatu daerah hanya 5.000 orang, sementara jumlah anak yang ingin sekolah ada 8.000 orang. Maka pemerintah perlu bekerja sama dengan sekolah swasta untuk menampung 3.000 calon murid tersebut.

"Kan ada sekolah swasta yang menolak Bantuan Operasional Sekolah (BOS), nggak butuh bos. Ini sekolah untuk menengah atas misalnya. Artinya bisa saja pemerintah nggak bekerja sama dengan sekolah-sekolah itu," ujarnya.

"Kita bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang sudah memenuhi standar pendidikan. Mereka diajak oleh pemerintah. Untuk menampung daya tampung yang kurang di situ," sambung dia.

Sementara jika ada masyarakat ingin tetap sekolah di swasta yang tidak bekerja sama dengan pemerintah, konsekuensinya yang bersangkutan harus tetap membayar alias tidak gratis. Pada intinya, pemerintah harus menyediakan kebutuhan pendidikan dasar gratis sesuai dengan jumlah anak-anak yang bersekolah.

"Bahwa ada anaknya orang kaya misalnya, nggak mau ikut sekolah pemerintah itu karena standarnya. Mereka ingin sekolah yang full mandarin misalnya. Dia ingin sekolah swasta yang menggunakan full mandarin, ya monggo saja, tapi dia sudah tahu bahwa pemerintah sudah menyediakan di sini. Kamu nggak ambil, berarti kamu konsekuensi ambil. Jadi intinya adalah pemerintah menyediakan," tutur Ubaid.

"Kalau sekarang ini kan pemerintah nggak menyediakan. Pemerintah hanya menyediakan sekolah negeri. Sementara negeri kurang. Kalau kurang nggak disediakan sama pemerintah," imbuh dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us