Dampak Efisiensi Anggaran di Kemendikti Saintek

- Kemendikti Saintek efisiensi anggaran Rp14,3 triliun dari total pagu Rp56,6 triliun tahun 2025.
- Program beasiswa dan layanan pendidikan terdampak signifikan dengan pemotongan hingga 25 persen.
Jakarta, IDN Times - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) melakukan efisiensi anggaran sebesar Rp14,3 triliun dari total pagu Rp56,6 triliun pada tahun 2025. Pemotongan ini berdampak signifikan pada berbagai program beasiswa dan layanan pendidikan dengan akumulasi mencapai 25 persen.
Meski demikian, Mendikti Saintek, Satryo Brodjonegoro, mengupayakan agar efisiensi ini bisa dikurangi. Pihaknya menyarankan, efisiensi anggaran bisa berada di angka Rp6,78 triliun atau hanya 12 persen.
"Kami mencoba untuk menyisir anggaran Kemendikti Saintek antara pagu awal. Kemudian efisiensi yang diminta oleh Dirjen Anggaran serta usulan dari Kemendikti Saintek untuk mempertahankan kinerja atau tugas fungsi yang harus kami emban untuk tahun anggaran 2025," kata dia saat rapat dengan komisi X DPR, dikutip Kamis (13/2/2025).
Berikut adalah sejumlah kegiatan Kemendikti terdapat program sosial, layanan publik dan Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) yang terdampak efisiensi anggaran!
1. Program Kartu Indonesia Pintar Kuliah
Salah satu yang terdampak adalah program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang awalnya memiliki anggaran Rp14,698 triliun, dipotong 9 persen atau sebesar Rp1,310 triliun.
Kemendikti Saintek mencatat, akibat pemotongan ini, sebanyak 663.821 dari 844.174 mahasiswa penerima KIP-K on-going tidak dapat dibayarkan serta tidak adanya penerimaan mahasiswa baru penerima KIP-K tahun 2025. Padahal pendaftar KIP-K hingga 7 Februari 2025 telah mencapai 21.131 orang.
Kondisi ini berpotensi menyebabkan peningkatan angka putus kuliah, kegagalan mencetak sarjana pertama dari keluarga miskin, serta menurunkan akses pendidikan tinggi bagi kelompok ekonomi rendah.
"Tidak terpenuhinya sasaran penerima KIP-K ini juga dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat dan menjadi isu nasional," demikian paparan Kemendikti Saintek.
2. Beasiswa Pendidikan Indonesia
Selain itu, program Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) yang awalnya memiliki anggaran Rp194 miliar mengalami pemotongan sebesar Rp19 miliar.
Efisiensi ini berdampak pada 12 dari 33 mahasiswa S3 di luar negeri yang terancam tidak dapat melanjutkan studi karena dana beasiswa tidak dapat dibayarkan.
3. Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik)
Selain itu, tidak ada penerimaan mahasiswa baru untuk program beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik) pada tahun 2025.
Beasiswa Adik ditujukan bagi mahasiswa dari wilayah 3T dan Orang Asli Papua (OAP). Pagu awal program ini adalah Rp213 miliar dan mengalami pemotongan sebesar Rp21 miliar.
Dampaknya, 27.522 mahasiswa dari wilayah-wilayah tersebut kehilangan akses pendidikan tinggi yang dapat memicu ketidakstabilan sosial, khususnya di Indonesia Timur.
4. Beasiswa dosen dan tenaga kependidikan
Efisiensi anggaran juga mempengaruhi program beasiswa bagi dosen dan tenaga kependidikan, baik di dalam maupun luar negeri.
Dari anggaran awal Rp236 miliar, terjadi pemotongan sebesar Rp59 miliar. Hal ini dapat mengakibatkan 3.732 dosen dan tenaga kependidikan kehilangan pendanaan beasiswa mereka.
Kondisi ini juga berpotensi menimbulkan gejolak sosial akibat ketidakpastian keberlanjutan beasiswa dosen.
5. Beasiswa Kemitraan Negara Berkembang
Program Beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) yang membiayai mahasiswa asing dari negara-negara berkembang juga mengalami pemotongan.
Dari anggaran Rp85 miliar, terjadi efisiensi Rp21 miliar yang berpotensi membuat 653 mahasiswa asing kehilangan beasiswa.
Hal ini dapat berdampak negatif terhadap hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara mitra seperti Madagaskar, Timor Leste, Papua Nugini, Pakistan, Bangladesh, dan Iran.
6. Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan Bantuan Pendanaan PTNBH
Dampak efisiensi juga terasa pada anggaran Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan Bantuan Pendanaan PTNBH (BPPTNBH) yang mengalami pemotongan drastis dari Rp8,38 triliun menjadi Rp4,19 triliun.
Pengurangan ini dikhawatirkan mendorong PTN menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) guna menutupi kebutuhan operasional.
Jika hal ini terjadi, beban mahasiswa dan orangtua mereka akan meningkat yang berpotensi menimbulkan aksi demonstrasi.
7. PRPTN dan PUAPT
Sementara itu, program revitalisasi perguruan tinggi melalui Perbadanan Tabung Pendidikan Tinggi Nasional (PTPTN) dan Pusat Unggulan Antar Perguruan Tinggi (PUAPT) juga mengalami pemotongan sebesar Rp553 miliar dari anggaran awal Rp1,1 triliun.
Akibatnya, program transformasi PTN Satker menjadi PTN BLU/PTNBH, pengembangan laboratorium, riset, dan pelatihan dosen terancam terbengkalai.

8. Sekolah unggul Garuda
Pemotongan anggaran juga berdampak pada pembangunan Sekolah Unggul Garuda yang awalnya memiliki anggaran Rp2 triliun, tetapi mengalami pemotongan Rp1,2 triliun.
Program ini bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan sains dan teknologi di sekolah menengah atas serta memberi kesempatan bagi siswa dari berbagai daerah untuk belajar di perguruan tinggi terbaik dunia. Jika pemotongan ini terjadi, target tersebut sulit tercapai.
9. Bantuan kelembagaan PTS
Sementara itu, Bantuan Kelembagaan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang semula mendapat alokasi Rp365 miliar mengalami efisiensi sebesar Rp182 miliar yang dapat mengganggu operasional perguruan tinggi swasta.
Hal ini bisa berdampak pada tidak adanya keberpihakan pada PTS, mempengaruhi kualitas pendidikan dan PTS, hingga makin lebarnya kesenjangan antara PTN dan PTS.
10. Tunjangan dosen non-PNS
Dampak signifikan juga terjadi pada tunjangan dosen non-PNS yang awalnya dianggarkan sebesar Rp2,7 triliun, tetapi dipotong Rp676 miliar.
Pemotongan ini berpotensi menyebabkan hak tunjangan profesi dosen non-PNS tidak terbayarkan yang berisiko menimbulkan ketimpangan tunjangan antara dosen PNS dan non-PNS.
