Dedi Mulyadi Janjikan Rp50 Juta bagi Keluarga Korban Ledakan Garut

- Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menjanjikan santunan Rp50 juta bagi keluarga korban pemusnahan amunisi di Desa Sagara, Garut.
- Dedi juga akan menanggung biaya pendidikan anak korban hingga lulus sarjana sebagai tanggung jawabnya sebagai gubernur.
- Sejumlah keluarga korban membantah klaim TNI bahwa mereka masuk ke lokasi pemusnahan amunisi secara ilegal. Video viral juga mendukung klaim tersebut.
Jakarta, IDN Times - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menjanjikan santunan Rp50 juta bagi setiap keluarga korban dari insiden pemusnahan amunisi di Desa Sagara, Kabupaten Garut, Jawa Barat pada Senin kemarin. Selain itu, gubernur dari Partai Gerindra tersebut juga menjanjikan akan menanggung semua biaya pendidikan anak korban hingga lulus sarjana.
Sejauh ini total korban tewas akibat pemusnahan amunisi yang tidak lagi terpakai mencapai 13 orang. Sembilan di antaranya warga sipil dan empat lainnya prajurit TNI Angkatan Darat (AD).
"Satu keluarga nanti saya sampaikan (santunan) Rp50 juta ya. Nanti, saya sampaikan uangnya hari ini. Saya akan langsung sampaikan ke keluarganya," ujar Dedi ketika menemui keluarga korban di RSUD Pameungpeuk, Garut dan dikutip dari akun YouTube pada Selasa (13/5/2025).
"Seluruh anak dari korban, biaya hidup dan sekolahnya sampai kuliah akan saya tanggung," imbuhnya.
Ia mengatakan tugasnya sebagai gubernur untuk mengurus anak-anak dari korban yang ditinggalkan. Tujuannya, agar kehidupan dan pendidikannya tidak terlantar.
"Semua anak yang belum berkeluarga akan menjadi tanggung jawab saya," katanya.
Ia pun meminta bantuan kepada Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin agar mendata semua keluarga korban yang perlu disantuni.
1. Keluarga korban bantah ayahnya meninggal karena memulung amunisi milik TNI

Dalam pertemuan dengan keluarga korban itu, Dedi turut mendengarkan curhat mereka. Satu anak perempuan berusia remaja membantah ayahnya meninggal karena nekad menerobos area di Desa Sagara demi memulung sisa amunisi yang sudah diledakan.
"Saya meminta pertanggungjawabannya. Karena bapak saya di situ bukan seperti yang orang-orang pikirin. Bapak saya bukan mulung! Bapak saya di situ kerja sama tentara!" kata perempuan remaja yang mengenakan jilbab hitam sambil berurai air mata.
Anak korban mengetahui hal itu lantaran sudah sejak sekolah ia menyaksikan ayahnya membantu TNI. "Sudah lama bapak saya (kerja sama TNI). Sudah ke mana-mana, sudah ke Manado, Makassar, Bali, Jakarta, Mabes Polri," kata anak korban.
Keterangan yang disampaikan oleh anak perempuan korban berbeda dari apa yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen TNI Kristomei Sianturi. Jenderal bintang dua itu menduga, warga sipil ikut menjadi korban karena memungut sisa amunisi yang sudah dimusnahkan. Sisa amunisi itu hendak dijual lagi karena memiliki nilai ekonomis tinggi.
2. Keluarga bantah korban masuk secara ilegal ke area pemusnahan amunisi

Anggota keluarga korban juga membantah ayahnya masuk ke lokasi pemushanan amunisi di Desa Sagara secara ilegal. Ia justru ikut membantu TNI Angkatan Darat (AD) untuk memusnahkan amunisi yang sudah tidak terpakai.
"Katanya banyak yang bilang kalau bapak saya ke situ nyelonong, ngelawan TNI, itu gak bener!" kata anak korban.
Pernyataan anak korban tersebut sejalan dengan viralnya video sebelum terjadi ledakan amunisi di Desa Sagara. Dalam video yang viral itu, terlihat dua pria tanpa peralatan yang mumpuni tengah memukul amunisi di sebuah tenda. Mereka tidak terlihat mengenakan pakaian dinas TNI sehingga diduga merupakan warga sipil.
Sedangkan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berusaha memahami runtutan pengakuan dari para keluarga korban. Dalam pandangannya, keterlibatan warga sipil dalam aktivitas pemusnahan amunisi sama seperti kecelakaan kerja di tempat lain.
"Jadi, posisinya ini sudah biasa bekerja di situ, dan ini kategorinya adalah sedang melakukan pekerjaan. Ini kategorinya kecelakaan (kerja). Ini kayak orang lagi nyangkul kepancong, orang lagi melaut tenggelam, orang lagi nyetir (mengalami) tabrakan," tutur dia.
3. Mabes TNI belum merespons perbedaan pernyataan

Sementara, IDN Times sudah menanyakan kepada Kapuspen Mabes TNI Mayjen TNI Kristomei Sianturi untuk meminta tanggapan atas pengakuan keluarga korban di Garut. Namun, hingga berita ini diturunkan, Kristomei belum memberikan respons. Sebelumnya, ia menduga sejumlah warga sipil ikut menjadi korban karena usai pemusnahan amunisi, mereka langsung mendekati titik ledakan untuk memungut sisa amunisi.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Wahyu Yudhayana enggan mengomentari lebih jauh, soal penyebab adanya warga sipil di area pemusnahan amunisi di Desa Sagara.
"Kita sebaiknya sama-sama menunggu hasil penyelidikan ya. Saya sendiri tidak bijak kalau sudah menyampaikan hasil penyelidikan. Selain itu, saya ingin menghormati warga Desa Sagara," kata Jenderal Bintang Satu itu kepada IDN Times melalui telepon, Senin kemarin.