Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Desak Penghapusan Hukuman Mati, Komnas Perempuan: Pelanggaran HAM

DTN ditangkap polisi, terancam hukuman 5 tahun penjara (IDN Times/Eko Agus Herianto)
Intinya sih...
  • Komnas Perempuan menegaskan hukuman mati melanggar hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup
  • Komnas Perempuan mendesak agar vonis pidana mati dihentikan dan menyoroti bahwa hukuman mati tidak memberikan rasa aman bagi masyarakat

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menegaskan, hukuman mati melanggar hak asasi manusia yang paling mendasar, yaitu hak untuk hidup.

Komnas Perempuan mendesak agar vonis pidana mati dihentikan sepenuhnya dan tak lagi diberikan oleh hakim. Termasuk yang dibenarkan dengan alasan keamanan negara dan masyarakat karena hukuman mati dinilai tidak memberikan perlindungan bagi siapa pun.

Hal tersebut digaungkan seiring dengan tema Hari Anti Hukuman Mati Internasional 2024, The Death Penalty Protects No One: Abolish It Now. Tema ini menggarisbawahi bahwa hukuman mati tidak memberikan rasa aman, apalagi melihat deret tunggu eksekusi. 

“Ternyata hukuman mati tidak cukup memberikan rasa aman bagi masyarakat dan tidak menjamin dapat memulihkan korban, juga untuk menghindari putusan pada orang yang tidak bersalah seperti korban kekerasan dalam rumah tangga, tindak pidana perdagangan orang, dan korban sindikat narkotika,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani, dikutip Jumat (11/10/2024).

1. Hukuman mati masih dianggap solusi

Ilustrasi borgol (IDN Times/Sukma Shakti)

Komnas Perempuan juga menyoroti, hukuman mati masih dianggap solusi dalam praktik hukum di Indonesia.

Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, mengkritisi kondisi adanya asumsi hukuman mati bisa memberikan efek jera dan menumpas kejahatan. Hal ini perlu dipertanyakan apakah benar-benar efektif.

“Negara harusnya melaksanakan tanggung jawab secara sistemik dengan mengatasi akar penyebab utama masalah keamanan, serta mengutamakan pendekatan terhadap keamanan yang berbasis perlindungan hak asasi,” kata dia.

2. Tak sejalan dengan arah pembaharuan hukum pidana

Ilustrasi. (IDN Times/Aditya Pratama)

Komnas Perempuan juga berpandangan, praktik ini tak sejalan dengan arah pembaharuan hukum pidana. Hukuman mati dinilai lebih menekankan aspek balas dendam. Padahal, kini arah hukum pidana Indonesia sudah berubah ke arah keadilan restoratif (restorative justice) 

Pemantauan pada perempuan terpidana mati di lapas yang dilakukan Komnas Perempuan juga menemukan proses hukum yang tidak selalu adil dan sempurna turut menyebabkan pentingnya refleksi atas praktik pidana mati.

3. Rekomendasikan komutasi atau perubahan hukuman dalam KUHP

Ilustrasi Sidang (IDN Times/Rangga Erfizal)

Komnas Perempuan juga menemukan banyak perempuan terpidana mati mengalami kekerasan berbasis gender, baik sebelum melakukan tindak pidana maupun dalam proses hukumnya. Praktik hukuman mati merupakan bentuk penyiksaan serta puncak diskriminasi dan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. 

Komnas Perempuan juga merekomendasikan agar penerapan komutasi dalam KUHP baru juga dapat diterapkan untuk mengatur mekanisme pengubahan pidana mati yang saat ini telah mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan berada dalam masa tunggu eksekusi.

"Mengingat terdapat para perempuan terpidana mati ini telah menjalani pidana kurungan dalam Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) dalam jangka waktu hingga 22 tahun, melebihi maksimal hukuman penjara di Indonesia yaitu 20 tahun,“ kata Komnas Perempuan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us