Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Desakan Pemakzulan Gibran, HNW: MPR Bisa Bahas Bila Ada Usulan dari DPR

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW). (ANTARA FOTO/Yashinta Difa)
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW). (ANTARA FOTO/Yashinta Difa)
Intinya sih...
  • Surat desakan pemakzulan Gibran sudah di meja Ketua MPR RI
  • Selain ke MPR, desakan juga disampaikan ke DPR
  • Forum Purnawirawan TNI desak DPR makzulkan Gibran

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid menanggapi desakan pemakzulan terhadap Wapres RI Gibran Rakabuming Raka oleh Forum Purnawirawan TNI. Ia mengatakan, MPR RI tidak bisa ujuk-ujuk memprosesnya. 

Sebab, berdasarkan aturan, harus ada usulan terlebih dulu dari pihak DPR RI. Ia mengatakan, belum ada usulan yang masuk dari DPR RI ke MPRI RI untuk memakzulkan Gibran. 

"Jadi mungkin MPR pun juga nunggu kapan DPR bersidang untuk membahas apa yang menjadi usulan daripada DPR (soal pemakzulan Gibran)," kata HNW di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/6/2025). 

Menurut HNW, proses pemakzulan itu prosesnya sangat panjang. Pemakzulan terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden itu harus diusulkan oleh DPR RI setelah melalui diuji oleh MK. 

"Karena kalau apapun keputusannya kan DPR dulu setelah itu baru ke MK, MK balik ke DPR, DPR baru ke MPR. Jadi masih panjang itu," kata dia. 

1. Surat desakan pemakzulan Gibran sudah di meja Ketua MPR RI

20250605_140702.jpg
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. (IDN Times/Amir Faisol)

HNW mendengar, surat Forum Purnawirawan TNI yang mendesak pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sudah ada di meja Ketua MPR RI Ahmad Muzani.

Namun, HNW mengatakan, berhubung MPR masih dalam masa reses, maka belum ada tindak lanjut mengenai surat desakan terhadap pemakzulan Gibran tersebut. 

"Yang saya dengar sudah sampai di meja ketua MPR. Tapi sekarang lagi reses. Memang jadi kalau saya ada disini (di kantor) kan ada dapil saya di Jakarta," kata Anggota Komisi VIII DPR RI itu.

2. Selain ke MPR, desakan juga disampaikan ke DPR

Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar. (IDN Times/Aryodamar)
Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar. (IDN Times/Aryodamar)

Selain ke MPR RI, surat tersebut juga disampaikan ke DPR RI. Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI telah menerima surat usulan pemakzulan tersebut dan telah diteruskan ke pimpinan DPR RI. 

"Iya benar kami sudah terima surat tersebut dan sudah kami teruskan ke pimpinan," kata Sekjen DPR RI, Indra Iskandar, kepada IDN Times, Selasa (3/6/2025). 

Kendati demikian, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengaku belum melihat langsung surat usulan pemakzulan itu. Dasco mengaku sudah biasa menandatangani surat-surat yang masuk ke meja pimpinan. Namun, ia mengaku belum membaca surat tersebut. 

"Ya ini kan kebetulan reses, saya kan dateng, pak sekjen nya nggak ada. Saya mau lihat suratnya, suratnya masih di sekjen, jadi belom sempet baca," kata Dasco di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (3/6/2025). 

"Nggak, saya kan tanda tangan surat-surat, terus saya bilang "eh katanya itu ada surat dari forum?, masih di sekjen pak" sekjennya lagi keluar," imbuh dia.

3. Forum Purnawirawan TNI desak DPR makzulkan Gibran

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (kanan) menerima kunjungan Wakil PM Malaysia Ahmad Zahid Hamidi (kiri) di Istana Wakil Presiden pada 21 April 2025. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (kanan) menerima kunjungan Wakil PM Malaysia Ahmad Zahid Hamidi (kiri) di Istana Wakil Presiden pada 21 April 2025. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Diketahui, Forum Purnawirawan TNI menyurati MPR hingga DPR RI untuk meminta pemakzulan terhadap Wapres RI Gibran Rakabuming Raka. Ia mengaku juga sudah mendapat surat tanda terima dari pihak kesetjenan DPR pada Senin (2/6/2025).

"Ya betul. Sudah. Sudah ada tanda terimanya dari DPR, MPR dan DPD," kata Sekretaris Forum Purnawirawan TNI, Bimo Satria saat dikonformasi IDN Times melalui pesan suara. 

Bimo mengatakan, pihaknya telah menjelaskan secara rinci dari segi hukumnya. Ia mengatakan, Forum Purnawirawan TNI mengaku siap dipanggil oleh DPR, MPR, dan MPR RI bila ingin meminta penjelasan lebih jauh atas maksud pemakzulan itu. 

"Ya betul. Jadi surat itu kita kasih dalam segi hukumnya nanti kalau belum jelas dari DPR MPR DPD RI kita siap purnawirawan untuk rapat dengar pendapat," kata dia.

Adapun, hal yang mendasari Forum Purnawirawan TNI mengusulkan pemakzulan terhadap Gibran adalah UUD 1945 amandemen II Pasal 7 A yang berbunyi: "Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden". 

Pasal 7 B : "Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden."

2. TAP MPR RI No. XI/1998 Pasal 4 berbunyi: "Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak azasi manusia."

3. Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 10 ayat (2) yang berbunyi: "Mahkamah Konstitusi memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden/Wakil Presiden."

4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 3 ayat (1) : "Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian pengadilan". 

Pasal 17 ayat (5) : Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

Pasal 17 ayat (6) : Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 17 ayat (7) : Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us