Dewan Pers Imbau Narsum yang Keberatan Pemberitaan Gunakan Hak Jawab

- Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengimbau agar narasumber menggunakan hak jawab sesuai UU Pers 40/1999 dan tidak melakukan kekerasan kepada jurnalis.
- Ia juga mendorong pemerintah untuk membelanjakan iklan ke perusahaan pers, tanpa campur tangan langsung kepada redaksi.
- IKP 2024 mengalami penurunan sebesar 2,21 ke angka 69,36. Survei menunjukkan kemerdekaan pers berada dalam kategori cukup bebas di semua lingkungan.
Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengimbau narasumber dan pemangku kepentingan agar menggunakan hak jawab seperti yang tertulis di dalam Undang-Undang Pers nomor 40 tahun 1999 bila keberatan terhadap suatu pemberitaan. Ia juga meminta agar tidak menggunakan kekerasan kepada jurnalis atau media yang bertugas.
"Jangan malah merusak alat kerja, jangan mengintimidasi, dan jangan juga menghambat dengan cara menghalang-halangi iklan masuk ke redaksi. Atau kasih iklan tapi nitip berita. Itu kan gak boleh. Berita kan bukan untuk dipesan," ujar Ninik ketika menjawab pertanyaan IDN Times di Hotel Gran Melia, Jakarta Selatan pada Selasa (5/11/2024).
Bila memang ingin memasukkan berita yang bersifat pesanan maka harus diletakkan di bagian advertorial. "Kalau gak setuju dengan opini sampaikan dengan opini yang diharapkan seperti apa. Bikin opini untuk menandingi opini," tutur dia.
Ia menggarisbawahi berita yang sudah ditulis tidak bisa diturunkan. Prinsip tersebut, kata Ninik, perlu diketahui secara luas oleh masyarakat.
"Yang boleh dilakukan adalah memberikan hak jawab," katanya.
Praktik kekerasan terhadap jurnalis hingga saat ini, kata Ninik, masih terus terjadi. Salah satunya menimpa redaksi kantor media Jubi di Papua.
"Dua minggu lalu, mobil di kantor berita Jubi dilempar bom molotov. Saya datang langsung ke sana. Dua mobilnya rusak," imbuhnya.
1. Dewan pers dorong belanja iklan instansi pemerintah dialihkan ke perusahaan pers

Lebih lanjut, Ninik kembali mendorong agar instansi pemerintah lebih banyak membelanjakan iklan ke perusahaan pers dan bukan media sosial. Menurutnya, cara tersebut adalah bentuk dukungan nyata pemerintah agar perusahaan pers yang profesional bisa tetap bertahan hidup.
"Tapi, tentu tanpa melakukan campur tangan secara langsung kepada redaksi," ujar Ninik.
Ia mengatakan Dewan Pers pernah mengingatkan pemerintah daerah agar bisa memisahkan antara ruang bisnis dan ruang redaksi. "Jangan belanja iklan untuk belanja berita. Hormati kerja pers yang sam-sama ingin bekerja secara profesional," tutur dia.
2. Dewan pers dorong ekosistem media untuk hadapi aturan yang batasi kerja-kerja pers

Ninik juga mendorong agar Dewan Pers dan konstituen saling berjabat tangan dan bahu-membahu menghadapi potensi regulasi yang memberikan batasan pada kerja-kerja yang berdampak pada kebebasan pers. Salah satunya adalah draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran yang membatasi kerja-kerja media investigasi. Pelarangan itu tertulis di pasal 50B ayat (2) versi draf Maret 2024 lalu.
Ia berharap pasal tersebut dicabut dari RUU Penyiaran. Namun, Ninik menilai ancaman terhadap kemerdekaan pers bisa hadir dalam bentuk lain.
"Jadi, ayo mari duduk bersama. Mari kita perlihatkan bahwa komitmen Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 adalah buah dari reformasi," katanya.
Ia kemudian menyinggung ketika pilpres Februari lalu, tak semua capres bersedia hadir di kantor Dewan Pers. Namun, ketiga capres meneken komitmen untuk memberikan dukungan pada kemerdekaan pers.
"Mereka berjanji untuk ekosistem pers kita yang sehat dan profesional. Maka, ini adalah bagian dari janji yang harus ditepati saat peluncuran IKP (Indeks Kebebasan Pers) tahun 2024," tutur dia.
3. Indeks Kemerdekaan Pers 2024 kembali turun

Sementara, Indeks Kebebasan Pers (IKP) 2024 mengalami penurunan sebesar 2,21 ke angka 69,36 atau artinya cukup bebas. Angka ini merupakan penurunan bila dibandingkan pada 2023. Pada 2023, IKP di Tanah Air 71,57. Tahun ini, IKP ada di bawah angka 70.
"Ini adalah tahun ketiga di mana IKP kita terus turun," ujar Ninik.
Ia menambahkan angka-angka di dalam survei IKP mencerminkan situasi pers di Tanah Air yang tidak dalam kondisi baik-baik saja. "Kalau saja angka-angka ini boleh dimanipulasi, mungkin bisa saja dijadikan angka yang setinggi-tingginya ya. Tetapi, faktanya tidak ada yang disembunyikan. Faktanya, angka-angka ini memperlihatkan betul data-datanya," katanya.
Lebih lanjut, di hasil survei yang dilakukan oleh Dewan Pers dengan menggandeng Universitas Multimedia Nusantara (UMN) itu menunjukkan skor di setiap lingkungan ada di kisaran angka yang sama yaitu 67-70. Artinya, kondisi kemerdekaan pers berada dalam kategori cukup bebas di semua lingkungan.
Tetapi, lingkungan ekonomi mendapatkan skor terendah yaitu 67,74. Sementara, skor di lingkungan fisik dan politik ada di angka 70,06 dan lingkungan hukum 69,44.