Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dilema Implementasi UU TPKS: Paradigma Patriarki yang Terstruktur

Diskusi Publik: Refleksi Implementasi Undang-Undang TPKS Tantangan dan Efektivitas, Rabu (20/12/2023) (IDN Times/Lia Hutasoit)
Diskusi Publik: Refleksi Implementasi Undang-Undang TPKS Tantangan dan Efektivitas, Rabu (20/12/2023) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Jakarta, IDN Times - Hampir dua tahun berlalu sejak pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) nomor 12 tahun 2022 pada Mei 2022, namun pelaksanaannya masih dihadapkan beragam kendala.

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, mengungkapkan perjuangan yang dihadapi oleh UU TPKS di tengah masyarakat yang masih kuat dengan budaya patriarki. 

“Jadi, undang-undang TPKS itu hadir di tengah kondisi sosial masyarakat kita itu masih kuat budaya patriarki. Kita menghadapi peradaban baik dalam di internal negara, secara spesifik aparat penegak hukum, yang perspektif, cara berpikir, cara pandangnya masih patriarkis," kata dia dalam Diskusi Publik: Refleksi Implementasi Undang-Undang TPKS Tantangan dan Efektivitas, secara daring Rabu (20/12/2023).

1. Batu yang dihadapi adalah soal paradigma struktural

Diskusi Publik: Refleksi Implementasi Undang-Undang TPKS Tantangan dan Efektivitas, Rabu (20/12/2023) (IDN Times/Lia Hutasoit)
Diskusi Publik: Refleksi Implementasi Undang-Undang TPKS Tantangan dan Efektivitas, Rabu (20/12/2023) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Anis mengatakan, pandangan patriarki merendahkan perempuan dalam peradaban kemanusiaan. Bahkan menurut dia, lembaga-lembaga yang dianggap terhormat seperti lembaga pendidikan tinggi, pesantren, lembaga asasi manusia, dan kementerian-kementerian yang berjuang untuk kemanusiaan, tidak luput dari kekerasan seksual.

“Karena undang-undang ini menghadapi batu yang sangat besar, yaitu soal paradigma struktural, secara struktural itu adalah belum berpihak pada perempuan," ujar dia.

2. Butuh waktu mengubah cara pandang APH

Sidang pemeriksaan saksi terdakwa AKP Andri Gustami di PN Tanjungkarang, Kamis (23/11/2023). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).
Sidang pemeriksaan saksi terdakwa AKP Andri Gustami di PN Tanjungkarang, Kamis (23/11/2023). (IDN Times/Tama Yudha Wiguna).

Anis mengatakan, meskipun UU TPKS didirikan atas dasar hak asasi manusia, implementasinya dihadapkan pada tantangan paradigma yang struktural. Sayangnya, paradigma itu tidak berpihak pada perlindungan perempuan. 

Anis menggarisbawahi perlunya perubahan paradigma di kalangan aparat penegak hukum (APH). Meski sudah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung 3/2017, masih diperlukan perubahan menangani kasus perempuan berhadapan dengan hukum, untuk mencegah reviktimisasi atau korban kekerasan seksual menjadi korban kembali.

“Nah, ini saya kira waktu mungkin puluhan tahun, bagaimana mengubah cara pandang APH,” kata dia.

3. Tantangan penanganan pemaksaan perkawinan anak

ilustrasi perkawinan (IDN Times/Aditya Pratama)

Salah satu contoh tantangan implementasi UU TPKS diungkapkan oleh Komisioner Purna Bakti Komnas Perempuan, Sri Nurherwati, yakni saat prosesnya berhadapan dengan kasus pemaksaan perkawinan.

“Pemaksaan perkawinan ini penyidik mengalami dilema. Karena apa? Banyak sekali masyarakat, tokoh adat, tokoh masyarakat yang ingin melindungi bahwa itu bukan pemaksaan perkawinan,” kata dia.

Padahal, sudah ada rujukan soal batas usia kawin dan usia anak. Namun, oleh penyidik hal ini masih jadi tantangan dalam penegakkan kasus dengan UU TPKS.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us