DKPP Terima Aduan RIDO Terkait Dugaan Pelanggaran KPU

Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito, memastikan sudah menerima aduan dari pasangan Ridwan Kamil dan Suswono (RIDO) terkait dugaan pelanggaran kode etik jajaran KPU DKI Jakarta.
"Laporan diterima nanti diproses," kata Heddy saat ditemui di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).
1. Ketua dan Anggota KPU DKI Jakarta sebagai teradu

Tim Hukum RIDO, Muslim Jaya Butarbutar mengatakan, pihaknya melaporkan jajaran Ketua dan Anggota KPU DKI Jakarta sebagai teradu ke DKPP. Mereka juga melaporkan Ketua serta Anggota KPU Jakarta Timur (Jaktim). Ia menilai KPU DKI Jakarta maupun Jaktim melanggar kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).
"Dari tim kampanye bidang hukum RIDO, kami ke DKPP tentunya kami melaporkan terhadap proses penyelenggaraan pemilu. Yang kami laporkan ke DKPP adalah seluruhnya penyelenggara pemilu di Jakarta, terutama Ketua dan Anggota KPU DKI Jakarta. Kemudian berikutnya dari KPUD Jakarta Timur, baik ketua dan anggotanya," kata dia usai melaporkan di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).
2. Laporan terkait banyaknya masyarakat yang tak mendapat undangan nyoblos

Muslim menjelaskan, laporan tersebut terkait banyaknya keluhan masyarakat yang mengaku tidak menerima undangan pencoblosan (Formulir C6).
"Kami laporkan atas dugaan melanggar asas profesionalitas dalam penyelenggaraan pemilu. Nah itu yang kami laporkan, bahwa menurut kami KPUD Jakarta ini harus mampu menjamin pelayanan yang baik kepada pemilih. Seperti apa pelayanannya, tentunya ini terkait korelasi banyaknya C6 pemberitahuan yang tidak terdistribusi baik kepada masyarakat," tutur dia.
3. Minimnya partisipasi karena undangan yang tidak terdistribusi

Ia menjelaskan, undangan yang tidak terdistribusi itu jadi salah penyebab minimnya partisipasi pemilih pada hari pencoblosan Pilkada DKI Jakarta 2024.
Padahal, kata Muslim, KPU harus menjamin pelayanan dan mengkoordinasikan agar masyarakat mendapatkan C6 pemberitahuan tersebut.
"Kalau kita lihat data survei tingkat partisipasi rakyat Jakarta untuk memilih itu hanya 59 persen berarti ada 41 persen masyarakat yang tidak memilih. Nah yang tidak memilih ini besar dugaan kita kemungkinan besar adalah mereka yang tidak mendapatkan C6 pemberitahuan kepada masyarakat," tutur dia.