RIDO Laporkan KPU Jakarta ke DKPP atas Dugaan Pelanggaran Etik

- Tim Hukum RIDO laporkan KPU DKI dan Jaktim ke DKPP terkait pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
- Banyak keluhan masyarakat tidak terima undangan pencoblosan (Formulir C6) yang menyebabkan minimnya partisipasi pemilih pada Pilkada DKI Jakarta 2024.
- Ketidakprofesionalan KPU DKI Jakarta dalam penyebaran Formulir C6 menjadi sorotan, termasuk masalah warga meninggal tetapi masih masuk DPT.
Jakarta, IDN Times - Tim Hukum Pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta Nomor Urut Satu, Ridwan Kamil - Suswono (RIDO) melaporkan jajaran Ketua dan Anggota KPU DKI Jakarta ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka juga melaporkan Ketua serta Anggota KPU Jakarta Timur (Jaktim).
Tim Hukum RIDO, Muslim Jaya Butarbutar menilai KPU DKI Jakarta maupun Jaktim melanggar kode etik penyelenggara pemilu (KEPP).
"Dari tim kampanye bidang hukum RIDO, kami ke DKPP tentunya kami melaporkan terhadap proses penyelenggaraan pemilu. Yang kami laporkan ke DKPP adalah seluruhnya penyelenggara pemilu di Jakarta, terutama Ketua dan Anggota KPU DKI Jakarta. Kemudian berikutnya dari KPUD Jakarta Timur, baik ketua dan anggotanya," kata dia usai melaporkan di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024).
1. Laporan terkait banyaknya masyarakat yang tak mendapat undangan pendaftaran

Muslim menjelaskan, laporan tersebut terkait banyaknya keluhan masyarakat yang mengaku tidak menerima undangan pencoblosan (Formulir C6).
"Kami laporkan atas dugaan melanggar asas profesionalitas dalam penyelenggaraan pemilu. Nah itu yang kami laporkan, bahwa menurut kami KPUD Jakarta ini harus mampu menjamin pelayanan yang baik kepada pemilih. Seperti apa pelayanannya, tentunya ini terkait korelasi banyaknya C6 pemberitahuan yang tidak terdistribusi baik kepada masyarakat," tutur dia.
2. Minimnya partisipasi karena undangan yang tidak terdistribusi

Ia menjelaskan, undangan yang tidak terdistribusi itu jadi salah penyebab minimnya partisipasi pemilih pada hari pencoblosan Pilkada DKI Jakarta 2024. Padahal, kata Muslim, KPU harus menjamin pelayanan dan mengkoordinasikan agar masyarakat mendapatkan C6 pemberitahuan tersebut.
"Kalau kita lihat data survei tingkat partisipasi rakyat Jakarta untuk memilih itu hanya 59 persen berarti ada 41 persen masyarakat yang tidak memilih. Nah yang tidak memilih ini besar dugaan kita kemungkinan besar adalah mereka yang tidak mendapatkan C6 pemberitahuan kepada masyarakat," tutur dia.
3. KPU Jakarta dianggap tidak becus dan tidak profesional

Sebelumnya, Sekretaris Tim Pemenangan RIDO, Basri Baco, menilai Komisioner KPUD DKI Jakarta melanggar kode etik karena tidak profesional dalam Pilkada 2024. KPU dianggap menghilangkan hak masyarakat untuk memilih di Pilkada 2024.
Basri menyoroti kelalaian KPU dalam menyebarkan Formulir C6 yang merupakan surat pemberitahuan pemungutan suara kepada pemilih. Sehingga banyak masyarakat yang tidak bisa mencoblos.
"Karena tidak becusnya, tidak profesionalitasnya para penyelenggara Pilkada ini, ada hak rakyat yang dihilangkan. Hak apa itu? Hak untuk bisa memilih calon gubernurnya. Hak ini dihilangkan oleh para penyelenggara pemilu atau Pilkada ini, karena ketidakbecusannya terkait penyebaran formulir C6," kata dia dalam jumpa pers di Kantor DPD Golkar DKI Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2024).
Salah satu ketidakprofesionalan KPU DKI Jakarta yang kini jadi sorotan ialah sebagaimana yang terjadi di Jakarta Timur.
"Hal ini sudah diakui langsung oleh ketua KPU Jakarta Timur, bahkan sudah saling menyalahkan antara vendor dan KPPS, ada yang menyalahkan vendor yang menyiapkan formulirnya, ada yang menyalahkan KPPS-nya yang tidak becus dan tidak maksimal karena kualitasnya rendah," ungkap Baco.
Selain itu, tim RIDO juga menyoroti masih banyak warga yang sudah meninggal, tetapi masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT). Bahkan mereka masih diberikan surat undangan formulir C6.