DPR Desak Guru Besar UGM Terlibat Kekerasan Seksual Dipecat dari ASN

- Wakil Ketua Komisi X DPR Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani, mengecam keras kasus kekerasan seksual yang dilakukan guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Edy Meiyanto.
- Irfani mendesak agar Edy dipecat dan dicabut gelar guru besarnya jika secara hukum terbukti bermasalah, karena integritas moral merupakan syarat fundamental bagi seorang akademisi.
- Irfani mendesak Kemendiktisaintek untuk mengambil langkah tegas dan sistemik terhadap persoalan kekerasan seksual di perguruan tinggi serta melakukan evaluasi terhadap peraturan yang ada.
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi X DPR Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani, mengecam keras kasus kekerasan seksual yang dilakukan guru besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Edy Meiyanto. Ia mendesak agar Edy dipecat dan dicabut gelar guru besarnya.
"Kami sangat prihatin dan mengecam keras tindakan guru besar yang melakukan kekerasan seksual. Itu adalah tindakan amoral dan asusila yang tidak patut dicontoh dan dilakukan seorang guru besar," kata Irfani, Minggu (13/4/2025).
1. Pelaku harus dipecat dari ASN

Ketua DPW PKB NTB itu mengatakan, jika secara hukum terbukti bermasalah, maka Edy harus dipecat dari ASN dan dicabut gelar guru besarnya, karena telah merendahkan harkat martabatnya sebagai seorang akademisi.
Menurut Irfani, integritas moral merupakan syarat fundamental bagi seorang akademisi, khususnya seorang yang menyandang gelar tertinggi di dunia akademik.
"Maka dia patut dipecat dan dicabut gelar guru besarnya. Karena integritas moral merupakan syarat fundamental bagi seorang akademisi, khususnya seorang yang menyandang gelar tertinggi di dunia akademik. Pelaku harus segera dijerat secara pidana," kata dia.
2. Kemendiktisaintek harus ambil langkah tegas

Mantan Anggota DPRD NTB itu mengatakan, gelar guru besar tidak hanya mencerminkan pencapaian akademik, tapi juga memiliki tanggung jawab etika, menjadi panutan bagi sivitas akademika dan masyarakat luas.
"Membiarkan seorang yang melakukan pelanggaran etik berat justru akan mencederai kepercayaan publik kepada dunia akademik, dan merusak marwah institusi pendidikan," kata Irfani.
Irfani mendesak Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) untuk mengambil langkah tegas dan sistemik terhadap persoalan itu, serta melakukan evaluasi terhadap Permendikti Saintek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
"Semua perguruan tinggi wajib melaksanakan Permendikti Saintek Nomor 30 Tahun 2021, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Saatnya dilakukan evaluasi," kata dia.
3. Kemendiktisaintek harus berpihak ke korban

Selain itu, kata Irfani, Kemendiktisaintek juga harus memastikan adanya mekanisme pelaporan yang aman, responsif, dan berpihak kepada korban, serta memberikan sanksi administratif terhadap perguruan tinggi yang terbukti lalai dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual.
"Selain itu perlu dilakukan penguatan edukasi dan perlindungan terhadap korban, serta mewujudkan budaya yang berintegritas dan bebas dari kekerasan seksual," kata dia.
Diketahui, guru besar Fakultas Farmasi UGM Edy Meiyanto melakukan kekerasan seksual terhadap belasan mahasiswa. Atas perbuatannya, Rektor UGM akhirnya memecat Edy sebagai dosen.
Pelaku dinilai melanggar kode etik dosen dan Pasal 3 Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di UGM.