Dua Pemohon Cabut Gugatan Materiil UU TNI di MK, Kenapa?

- Keterangan dari perwakilan Panglima TNI batal disampaikan karena gugatan dicabut
- Gugatan materiil UU TNI tersisa dari koalisi masyarakat sipil
- Koalisi sipil desak hakim konstitusi agar kembalikan UU TNI ke UU tahun 2004
Jakarta, IDN Times - Sidang uji materiil terhadap Undang-Undang nomor 3 tahun 2025 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI) kembali berlanjut pada Kamis, 23 Oktober 2025 lalu di Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu agendanya mendengarkan keterangan dari Panglima TNI atau pihak yang mewakili yakni Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI, Laksamana Muda TNI Farid Maruf. Namun, sidang berjalan kurang dari 10 menit karena dua pemohon mencabut dua gugatan mereka.
Dua gugatan yang dicabut yakni diajukan oleh Prabu Sutisna dan lima rekan lainnya dengan nomor perkara 68/PUU-XXIII/2025. Gugatan lainnya diajukan oleh Tri Prasetio Putra Mumpuni dengan nomor perkara 92/PUU-XXIII/2025.
Di hadapan hakim konstitusi, Prabu beralasan mencabut gugatannya usai mendengar keterangan dari pemerintah dan DPR pada sidang sebelumnya yang digelar pada 9 Oktober 2025. "Setelah mendengar keterangan dari pemerintah dan DPR kemarin, para pemohon menilai sudah cukup bahwa kewenangan dari undang-undang ini merupakan open legal policy, Yang Mulia. Jadi, para pemohon melihat masih banyak kekurangan pemohon. Maka, dengan ini kami cabut (gugatan materiil), Yang Mulia," kata Prabu seperti dikutip dari risalah persidangan pada Jumat (24/10/2025).
Sementara, pemohon Tri Prasetio Putra Mumpuni beralasan memiliki keterbatasan finansial bila tetap terus melakukan pengajuan gugatan materiil UU TNI. "Sejak awal kami melakukan gugatan atas nama sendiri dan kolektif bukan atas nama kampus atau lembaga manapun. Jadi, kami telah menghitung untuk kebutuhan sidang-sidang berikutnya. Kami tidak bisa meng-cover itu, karena kami bukan organisasi besar yang memiliki finansial lebih," kata Tri.
1. Keterangan dari perwakilan Panglima TNI batal disampaikan karena gugatan dicabut

Sementara, Kababinkum TNI, Laksamana Muda TNI Farid Maruf tak membacakan keterangan Panglima TNI, Jenderal Agus Subianto. Sebab, dua pemohon mencabut dua gugatannya.
"Kami serahkan kepada Yang Mulia (untuk kelanjutan sidang)," kata Farid.
Ketua MK Suhartoyo, selaku pimpinan sidang, menyatakan Mahkamah akan mempertimbangkan pencabutan permohonan dari para pemohon dimaksud.
"Pencabutan memang haknya pemohon, jadi, menyesuaikan, ya. Nanti kami dari majelis akan mempertimbangkan permohonan-permohonan ini dan nanti akan ada pemberitahuan dari Mahkamah bagaimana sikap Mahkamah terhadap permohonan ini," kata Suhartoyo.
2. Gugatan materiil UU TNI tersisa dari koalisi masyarakat sipil

Dengan dicabutnya dua permohonan dari dua pihak warga sipil, maka gugatan materiil terhadap UU TNI yang tersisa tinggal dari Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam tim advokasi untuk reformasi sektor keamanan. Mereka mendaftarkan gugatan materiil UU TNI pada Kamis kemarin.
Tindakan ini merupakan tindak lanjut setelah sebelumnya uji formil UU TNI ditolak oleh hakim konstitusi.
"Ini merupakan bentuk keberlanjutan gerakan masyarakat sipil untuk menolak perluasan jabatan militer di ranah sipil, impunitas TNI, dan perpanjangan masa pensiun jenderal TNI yang berakibat buruk bagi organisasi itu sendiri," ujar koalisi sipil di dalam keterangan tertulis dikutip, Jumat (24/10/2025).
Mereka mengatakan, ada lima organisasi yang aktif melakukan kerja advokasi HAM dan demokrasi sebagai pemohon. Kelima organisasi tersebut yakni Imparsial, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), KontraS, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan LBH APIK Jakarta.
Selain pemohon organisasi, ada pula pemohon perseorangan. Mereka terdiri dari Ikhsan Yosarie yang berprofesi dosen dan peneliti pertahanan di Setara Institute, dan dua mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) atas nama M. Adli Wafi dan M. Kevin Setio Haryanto.
3. Koalisi sipil desak hakim konstitusi agar kembalikan UU TNI ke UU tahun 2004

Sementara, di penghujung gugatannya, koalisi masyarakat sipil meminta agar MK menyatakan pasal-pasal tersebut inkonstitusional. Mereka juga mendesak agar hakim konstitusi mengembalikan UU TNI seperti sedia kala, sebelum dilakukan revisi.
Arif juga menyebut ada 85 alat bukti yang diserahkan ke MK. "Kami juga sudah menyampaikan permohonan secara tertulis maupun elektronik disertai dengan 85 alat bukti," kata perwakilan pemohon dari YLBHI, Arif Maulana.


















