MK Panggil Panglima TNI di Sidang Lanjutan Gugatan Materiil UU TNI

- Pemohon meminta hakim konstitusi mengabulkan gugatannya
- Pemberian keterangan oleh pemerintah diwakili langsung oleh dua wakil menteri
- TNI disebut hanya membantu menangani ancaman siber di bidang pertahanan
Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) memanggil Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto sebagai pihak yang perlu dimintai keterangan terkait gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 3 tahun 2025 pada Kamis, 23 Oktober 2025. Selain itu, hakim konstitusi juga memanggil saksi ahli dari pemohon atas nama Chandra Jakaria yang merupakan mahasiswa fakultas hukum.
Salah satu pasal yang disorot oleh Chandra dan lima koleganya mengenai pasal 47 ayat (2) di UU baru TNI terkait prajurit TNI aktif yang dibolehkan menduduki jabatan sipil. Di dalam UU 2004, ada 10 posisi sipil yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Sedangkan, di dalam UU yang disahkan pada awal 2025, posisi sipil bagi prajurit TNI aktif bertambah menjadi 14.
Chandra dan lima koleganya mengaku ikut terdampak atas diberlakukannya pasal 47 ayat (2) UU baru TNI.
"Sebab, ada penyalahgunaan kekuasaan yang sudah terlihat secara nyata diketahui publik atas pengangkatan prajurit TNI di dalam pemerintahan dan jabatan-jabatan strategis, sehingga terdapat alasan yang memiliki sifat mendesak untuk memprioritaskan pemeriksaan permohonan pengujian materiil in casu," demikian isi gugatan yang diajukan oleh Chandra, dikutip Jumat (10/10/2025).
1. Pemohon meminta hakim konstitusi mengabulkan gugatannya

Sementara, di dalam petitum, Chandra dan lima koleganya meminta kepada hakim konstitusi agar mengabulkan gugatan para pemohon. Kedua, menyatakan pasal 47 ayat (2) UU nomor 3 tahun 2025 tentang TNI, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Tuntutan ketiga, memerintahkan pemuatan putusan tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
2. Pemberian keterangan oleh pemerintah diwakili langsung oleh dua wakil menteri

Sementara, sidang lanjutan gugatan materiil UU TNI berlanjut pada Kamis kemarin. Agenda sidang kemarin mendengarkan keterangan dari pemerintah dan DPR.
Tidak tanggung-tanggung yang mewakili pemerintah adalah dua wakil menteri, yakni Wakil Menteri Pertahanan Donny Ermawan Taufanto dan Wakil Menteri Hukum Eddy O.S. Hiariej. Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum, Dhahana Putra, juga hadir. Sementara, Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto mewakili parlemen.
Di dalam pembacaan keterangannya, Utut mengatakan, kedua pemohon tidak memiliki legal standing atau hak hukum. Karena dalam pandangan Komisi I DPR, kedua pemohon tidak memiliki pertautan antara kerugian hak dan atau kewajiban konstitusional yang didalilkan dengan batu uji.
"Namun demikian, DPR RI menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai apakah pemohon memiliki kedudukan hukum atau legal standing sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi," ujar Utut seperti dikutip dari dokumen risalah persidangan.
Selain itu, politikus dari PDI Perjuangan (PDIP) itu menjelaskan ketentuan yang tertulis di dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 UU Nomor 3 Tahun 2025, yang menyebut membantu tugas pemerintah di daerah dan penjelasannya pada frasa 'mengatasi masalah akibat pemogokan', bukan untuk membatasi hak konstitusional warga untuk berpendapat.
"Poin itu malah menekankan peran TNI yang bersifat membantu secara terbatas dan proporsional atas permintaan pemerintah daerah, khususnya ketika pemogokan berdampak pada terganggunya layanan publik," katanya.
3. TNI disebut hanya membantu menangani ancaman siber di bidang pertahanan

Sementara, yang membacakan pandangan pemerintah adalah Wakil Menteri Hukum Eddy O.S. Hiariej. Ia menyoroti soal TNI yang terlibat lewat Operasi Militer Selain Perang (OMSP) berupa serangan siber. Frasa kata 'membantu' di dalam UU Nomor 3 Tahun 2025 merujuk pada pertahanan siber.
"Yang dimaksud dengan membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber adalah TNI berperan serta di dalam upaya menanggulangi ancaman siber pada sektor pertahanan. Dengan demikian, peran TNI di dalam ranah siber tidak dapat dipandang sebagai penyimpangan melainkan wujud nyata dari tugas konstitusional TNI, dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa baik dari ancaman fisik maupun non-fisik," kata Hiariej.



















