Eks Dirjen Ardian Ditahan KPK, Kemendagri: Itu Perbuatan Pribadi

Jakarta, IDN Times - Kementerian Dalam Negeri menegaskan aksi yang dilakukan mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Mochaman Ardian Noervianto, dengan menerima suap dari Pemda Kabupaten Kolaka Timur terkait dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) adalah perbuatan pribadi. Kemendagri sama sekali tidak ikut terlibat dalam tindak pidana tersebut.
"Permasalahan hukum yang saat ini dihadapi oleh mantan pejabat Kemendagri tersebut adalah permasalahan yang bersifat individual," ungkap Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Benny Irawan, dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Rabu (2/2/2022).
Maka, Benny mengatakan Kemendagri menghormati dan mendukung penuh proses hukum yang kini sedang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tetapi, Benny juga menegaskan Kemendagri tetap memegang teguh asas praduga tak bersalah.
Ardian pada hari ini resmi ditahan oleh komisi antirasuah. Ia diduga kuat telah menerima suap 131 ribu dolar Singapura atau setara Rp1,5 miliar sebagai imbalan pengajuan permohonan pinjaman dana PEN senilai Rp350 miliar ke Kabupaten Kolaka Timur.
Namun, Rp1,5 miliar adalah suap tahap pertama yang diminta. Total suap yang diminta Ardian mencapai tiga persen dari nilai pengajuan pinjaman atau setara Rp10,5 miliar. Pemberian suap itu dilakukan langsung di kediaman pribadi Ardian.
Kini, Ardian ditahan selama 20 hari pertama di rutan KPK cabang Gedung Merah Putih. Mengapa masih terjadi praktik suap di lingkungan PNS?
1. Mendagri Tito tegaskan sudah sering ingatkan bawahan agar tidak korupsi

Benny menambahkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sudah bolak-balik mengingatkan bawahannya agar menjauhkan diri dari tindakan yang bertentangan dengan hukum, termasuk korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Peringatan itu sudah disampaikan dalam berbagai kesempatan, termasuk rapat pimpinan, rapat koordinasi, upacara pelantikan pejabat, termasuk rapat khusus tiap komponen.
"Beliau telah memberikan arahan kepada seluruh pimpinan, pejabat dan staf bahwa dalam melaksanakan tugas melayani masyarakat dan pemerintah daerah agar selalu bekerja dengan amanah serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Benny.
Ia menambahkan Mendagri Tito juga menjelaskan titik-titik rawan atau potensi korupsi di masing-masing komponen. Benny menyebut peristiwa penahanan eks pejabat eselon I itu bakal dijadikan momentum melakukan evaluasi dan pembenahan internal.
"Kami akan meningkatkan pembenahan sistem kerja yang lebih transparan dan efisien, budaya kerja yang lebih melayani serta meningkatkan integritas inidividu ASN di Kemendagri," tutur dia.
2. Ardian menerima suap dari Bupati nonaktif Kolaka Timur

Selain Ardian, penyidik KPK juga menetapkan Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M. Syukur Akbar, sebagai tersangka. Merya ditahan lantaran pihak yang memberikan suap kepada Ardian.
Kejadian ini bermula ketika Merya menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur. Merya menghubungi Laode pada Maret 2021.
Selanjutnya, sekitar Mei 2021, Laode mempertemukan Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta. Pada pertemuan itu Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya. Namun Ardian meminta fee tiga persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.
Merya menyanggupinya dan mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode. Uang suap itu diduga dibagi, Ardian menerima 131 ribu dolar Singapura dan Laode memperoleh Rp500 juta. Penyerahan duit suap dilakukan di kediaman pribadi Ardian dan Laode.
3. Ardian telah dicopot oleh Mendagri Tito sebagai dirjen sejak akhir November 2021

Sebelumnya, Mendagri Tito sudah mencopot Ardian dari posisi Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri. Alih-alih menjelaskan secara terbuka alasan pencopotan, Tito tetap diam. Ia memilih menugaskan Ardian menjadi dosen di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) mengenai keuangan daerah.
Ketika itu, keputusan tersebut diambil Tito usai Presiden Joko "Jokowi" Widodo kesal karena ada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) senilai Rp226 triliun masih mengendap di bank dan belum digunakan para kepala daerah. Padahal, Jokowi berharap anggaran itu diserap lebih dulu sebelum mengejar investor untuk berinvestasi.
Konfirmasi soal pencopotan Ardian disampaikan Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Benni Irawan.
"Beberapa waktu yang lalu Pak Ardian ditugaskan untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai dosen IPDN. Beliau sudah sering mengajar dan memiliki passion untuk mengajar sekaligus berbagi pengalaman serta pengetahuan," ujar Benni kepada IDN Times melalui pesan pendek, 26 November 2021.
Ia menambahkan, materi yang diajarkan Ardian di IPDN menyangkut keuangan daerah. "Hal ini juga dalam rangka memperjuangan studi mengenai keuangan daerah di IPDN," kata dia lagi tanpa menjelaskan alasan ketika itu Ardian dicopot.