Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Facebook dan Telegram Dijadikan Alat Para Teroris untuk Rekrut Anggota

Ilustrasi teroris. IDN Times/Mardya Shakti

Jakarta, IDN Times - Mantan narapidana tindak pidana terorisme, Haris Amir Falah, mengatakan era digitalisasi saat ini dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk merekrut anggota. Dia menyampaikan, media sosial yang sering digunakan oleh kelompok-kelompok teroris untuk merekrut anggota yaitu Facebook dan Telegram.

"Ada beberapa media sosial yang menjadi alat mereka lakukan secara masif, misalnya di Telegram atau juga di media sosial lainnya di Facebook saya rasa juga digunakan. Jadi tanpa bertemu, seseorang bisa menjadi seorang 'pengantin' lah," kata Haris dalam diskusi Polemik MNC Trijaya, Sabtu (3/4/2021).

1. Melakukan doktrin di era modern bisa melalui media sosial, tak harus bertemu langsung

Ilustrasi Bom (Teroris) (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurut Haris, melalui media sosial, kelompok-kelompok teroris akan mulai berkomunikasi dengan calon anggota dan melakukan pembinaan. Sistem baiat saat ini, kata dia tidak perlu bertemu muka melainkan bisa hanya melalui media sosial saja.

"Karena sistem baiat sekarang itu kan tidak harus bertemu. Mereka bisa dikamar sendirian kemudian berbaiat, kemudian sudah terikat dengan program itu," terang Haris.

2. Doktrin para pembina membuat para anggotanya untuk berani mati

Ilustrasi teroris (IDN Times/Mardya Shakti)

Melalui media sosial, para pembina akan melakukan doktrin kepada calon anggota. Dari situlah muncul pelaku-pelaku terorisme yang mengorbankan nyawa mereka dan mengatasnamakan suatu agama.

"Itulah yang disayangkan. Orang-orang dibikin berani mati, tapi mereka (para pembina) hanya berani hidup," tutur Haris.

3. Para teroris menyerang dengan menunggu momentum

default-image.png
Default Image IDN

Haris juga menjelaskan, aksi teror yang dilakukan para teroris ini biasanya memang menunggu momentum. Namun, para teroris beranggapan bahwa menciptakan momentum termasuk hal yang mahal, sehingga mereka kebanyakan melakukan aksi dengan menunggu momentum.

"Mungkin orang ingin menciptakan sebuah momentum karena isu-isu yang kelihatannya, menurut kacamata orang-orang radikal ini, kan misalnya ketidakadilan. Jadi momentum itu biasanya kalau mau diciptakan itu mahal. Mereka lebih memilih bertemu dengan momentum," ucap dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Teatrika Handiko Putri
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us