Fotografer Ngamen Proses Foto Pakai AI, CISSReC: Bisa Disalahgunakan Teknologi

- Perlu pastikan sistem berbasis AI dilengkapi mekanisme keamanan kuat
- Ada jerat pidana sesuai Pasal 67 ayat 1 UU PDP untuk pelaku yang menyalahgunakan foto tanpa izin
Jakarta, IDN Times – Fenomena 'fotografer ngamen' alias fotografer memotret masyarakat saat berolahraga di ruang terbuka, menjadi sorotan. Teknologi pengenalan wajah menggunakan AI yang digunakan mereka dinilai dapat menimbulkan pelanggaran privasi dan penyalahgunaan data pribadi. Praktik ini menimbulkan perdebatan, terutama ketika hasil foto digunakan untuk kepentingan komersial tanpa izin dari individu yang menjadi objeknya.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha, menilai, dari sudut pandang keamanan siber muncul ancaman baru dengan penggunaan AI itu. Hal tersebut, kata dia, merupakan penyalahgunaan teknologi pengenalan wajah.
"Dataset foto yang dikumpulkan dan diproses oleh AI sangat mungkin bocor atau disalahgunakan untuk tujuan lain, seperti penipuan identitas, pemalsuan wajah (deepfake), atau pelacakan individu tanpa izin. Di sinilah urgensi kebijakan keamanan data menjadi penting," ujar Pratama kepada IDN Times, Kamis (30/10/2025).
1. Sistem berbasis AI yang kelola data harus punya keamanan kuat

Dia mengatakan, praktik tersebut dapat bersinggungan langsung dengan prinsip dasar perlindungan data pribadi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Oleh karena itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dinilainya perlu memastikan tiap sistem berbasis AI yang mengelola data biometrik dilengkapi mekanisme keamanan yang kuat. Hal itu termasuk enkripsi, audit algoritma, serta kontrol akses terhadap data.
"Sayangnya, hingga kini belum ada aturan spesifik yang mengatur hubungan antara teknologi AI dalam dunia fotografi dengan perlindungan data pribadi," kata dia.
2. Ada jerat pidana sesuai UU

Kementerian Komdigi, kata dia, masih mengandalkan pendekatan berbasis prinsip dan etika, sedangkan implementasi teknisnya diserahkan kepada pelaku industri. Menurut dia, kondisi tersebut menciptakan celah hukum yang dapat dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan berpotensi merugikan masyarakat.
Kemudian, kata dia, tiap individu berhak menolak foto dirinya digunakan untuk kepentingan komersial tanpa izin. Mereka dapat melaporkan pelanggaran tersebut.
"Dalam kasus yang lebih berat, seperti penyebaran foto untuk tujuan komersial tanpa izin, pelaku bisa dijerat pidana sesuai Pasal 67 Ayat 1 UU Perlindungan Data Pribadi yang mengatur hukuman penjara maksimal lima tahun atau denda hingga lima miliar rupiah," kata dia.
3. Komdigi bakal undang perwakilan fotografer dan asosiasi profesi hingga PSE

Sebelumnya, Kementerian Komdigi mengatakan, kegiatan pengambilan gambar di ruang publik wajib mematuhi ketentuan UU Perlindungan Data Pribadi.
Foto seseorang, terutama yang menampilkan wajah atau ciri khas individu, termasuk kategori data pribadi karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang secara spesifik.
"Foto yang menampilkan wajah seseorang termasuk data pribadi dan tidak boleh disebarkan tanpa izin," kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar, Rabu (29/10/2025).
Kementerian Komdigi bakal mengundang perwakilan fotografer dan asosiasi profesi seperti Asosiasi Profesi Fotografi Indonesia (APFI) serta Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) terkait untuk memperkuat pemahaman tentang kewajiban hukum dan etika fotografi di ruang digital.
Kementerian Komdigi juga terus meningkatkan literasi digital masyarakat, termasuk pemahaman perlindungan data pribadi dan etika penggunaan teknologi, baik di bidang fotografi hingga kecerdasan buatan generatif.
"Kami ingin memastikan para pelaku kreatif memahami batasan hukum dan etika dalam memotret, mengolah, dan menyebarluaskan karya digital. Ini bagian dari tanggung jawab bersama untuk menjaga ruang digital tetap aman dan beradab," ujar Alexander.



















