Amnesty Minta Jokowi Bebaskan Tahanan yang Dijerat dengan UU ITE

Setidaknya ada 119 kasus dugaan pelanggaran UU ITE di 2020

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengapresiasi langkah Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang meminta DPR merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), apabila aturan tersebut tidak memberi rasa adil pada masyarakat. Usman berharap hal tersebut bukan sekadar jargon belaka.

“Kami mengapresiasi pernyataan Presiden bahwa UU ITE harus memberi rasa keadlian kepada masyarakat, tetapi ini tidak boleh menjadi sekadar jargon. Langkah pertama yang harus dilakukan Presiden untuk menindaklanjuti pernyataannya sendiri adalah dengan membebaskan mereka yang dikriminalisasi dengan UU ITE, hanya karena mengekspresikan pandangannya secara damai,” kata Usman dalam keterangan tertulis yang dikutip, Rabu (17/3/2020).

“Pemerintah wajib menghormati dan melindungi hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, termasuk mereka yang memiliki pandangan bertentangan dengan pemerintah," tambahnya.

Baca Juga: Disentil Jokowi, Kapolri Listyo Sigit Akan Selektif Terapkan UU ITE

1. Perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi tak berhenti di revisi UU ITE

Amnesty Minta Jokowi Bebaskan Tahanan yang Dijerat dengan UU ITEDemo tolak Omnibus Law di kawasan Harmoni pada Kamis (8/10/2020). (IDN Times/Ilyas Mujib)

Usman menilai penting bagi pemerintah untuk menyadari bahwa perlindungan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi tidak berhenti sampai di revisi UU ITE. Sebab, ada pasal dalam undang-undang lain yang juga sering digunakan untuk menjerat kebebasan berekspresi.

"Misalnya pasal makar dalam KUHP untuk menjerat orang Papua yang mengekspresikan pandangan mereka secara damai. Menjamin keadilan di tengah masyarakat harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak diskriminatif," kata Usman.

“Di sisi lain, polisi juga harus menggunakan perspektif hak asasi manusia dalam menegakkan hukum agar tidak melanggar kebebasan berpendapat dan berekspresi,” ujarnya.

3. Tahun 2020 jadi tahun dengan kasus dugaan pelanggaran UU ITE terbanyak

Amnesty Minta Jokowi Bebaskan Tahanan yang Dijerat dengan UU ITEIDN Times/Arief Rahmat

Sepanjang 2020, Amnesty International mencatat setidaknya terdapat 119 kasus dugaan pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi dengan menggunakan UU ITE, dengan total 141 tersangka, termasuk di antaranya 18 aktivis dan empat jurnalis.

Jumlah kasus tersebut adalah jumlah terbanyak dalam enam tahun terakhir. Menurut Usman, banyak di antaranya dituduh melanggar UU ITE setelah menyatakan kritik terhadap kebijakan pemerintah, seperti tiga pimpinan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat, Anton Permana, dan Syahganda Nainggolan yang saat ini sedang menjalani persidangan.

Amnesty mengingatkan bahwa hak seluruh masyarakat atas kebebasan berekspresi dan berpendapat telah dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Komentar Umum No. 34 atas Pasal 19 ICCPR.

Sedangkan dalam hukum nasional, hak tersebut telah dijamin dalam Konstitusi Indonesia, tepatnya pada Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F UUD 1945, serta Pasal 23 ayat (2) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

3. Jokowi sentil Kapolri harus selektif terima laporan terkait UU ITE

Amnesty Minta Jokowi Bebaskan Tahanan yang Dijerat dengan UU ITEPresiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta polisi lebih selektif dalam menerima laporan terkait pelanggaran UU ITE. Sebab, Jokowi merasa akhir-akhir ini sangat banyak laporan terkait UU ITE tersebut.

"Saya minta kepada Kapolri agar jajarannya lebih selektif, sekali lagi lebih selektif menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran UU ITE," kata Jokowi dalam acara Rapat Pimpinan TNI-Polri yang ditayangkan di channel YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/2/2021).

Jokowi mengatakan, belakangan ini semakin banyak masyarakat yang saling melaporkan terkait UU ITE. Menurutnya, ada proses hukum yang dianggap kurang memenuhi rasa keadilan.

"Tetapi memang pelapor itu ada rujukan hukumnya. Ini repotnya di sini, antara lain UU ITE," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan paham soal semangat di dalam UU ITE, yakni untuk menjaga ruang digital di Indonesia supaya bersih dan sehat. Namun, ia tak ingin UU justru menimbulkan ketidakadilan.

"Tetapi implementasinya, pelaksanaannya, jangan justru menimbulkan rasa ketidakadilan," kata Jokowi.

Jokowi juga memperingatkan pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir. Dia menambahkan, pasal-pasal itu harus diterjemahkan dengan hati-hati.

"Buat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal UU ITE biar jelas, dan Kapolri harus meningkatkan pengawasan agar implementasinya konsisten, akuntabel, dan berkeadilan," kata Jokowi.

Jika UU ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan, kata Jokowi, dia akan meminta DPR merevisi UU tersebut. Terutama dalam menghapus pasal-pasar karet yang multitafsir.

"Yang mudah diinterpretasikan secara sepihak. Tentu saja kita tetap harus menjaga ruang digital Indonesia, sekali lagi, agar bersih, sehat, beretika, penuh dengan sopan santun, agar penuh dengan tata krama dan produktif," kata Jokowi.

Baca Juga: Pengamat: UU ITE Sebaiknya Direvisi, Terutama yang Muat Pasal Karet

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya