Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hakim MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres Senin 22 April, Pukul 09.00

Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Aryodamar)

Jakarta, IDN Times - Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan, putusan sengketa hasil Pilpres 2024 bakal dibacakan oleh hakim konstitusi pada Senin (22/4/2024) pukul 09.00 WIB. MK sudah melayangkan undangan kepada kedua pemohon dan pihak terkait untuk ikut menghadiri sidang putusan tersebut. 

"Panggilan sudah kami kirimkan kepada seluruh pihak baik perkara nomor 01 atau nomor 02. Panggilannya pukul 09.00 di ruang sidang pleno. Pembacaan putusan akan digabung di dalam satu sidang yang sama," ujar Fajar di Gedung MK, Jumat (19/4/2024). 

Ia mengatakan, akan ada dua putusan yang dibacakan. Sejauh ini, kata Fajar, yang dibolehkan untuk menyaksikan putusan hanya para pihak yang bersengketa. Masing-masing disediakan 14 kursi. 

"Yang penting kami panggil semua, pemohon satu dan dua, termohon, pihak terkait dan pemberi keterangan Bawaslu. Ada delapan surat yang kami kirimkan. Dalam satu dua hari ini dikonfirmasi siapa yang mau hadir, disesuaikan dengan kuota kursi di ruang sidang," tutur dia lagi. 

1. Hakim masih rapat bahas putusan hingga Minggu, 21 April 2024

Juru Bicara MK Fajar Laksono (IDN Times/Aryodamar)

Lebih lanjut, para hakim konstitusi masih terus menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) hingga Minggu (21/4/2024). Rapat internal itu sudah digelar sejak 5 April 2024 lalu. Mereka hanya mengambil jeda selama dua hari lantaran perayaan Idul Fitri. 

"Hari Sabtu esok dan Minggu juga masih diagendakan (RPH)," kata Fajar. 

RPH, kata dia, digelar di lantai 16 gedung MK. Fajar pun memastikan isi RPH yang melibatkan delapan hakim konstitusi berlangsung tertutup dan rahasia. 

"Tentu di dalam RPH itu ada teman-teman saya yang sudah disumpah karena isi RPH bersifat rahasia. Bahkan, ponsel itu pun gak boleh dibawa masuk ketika dilakukan RPH. Apa yang dibahas di dalam RPH itu nanti yang akan muncul di dalam putusan," tutur dia lagi. 

2. MK berusaha menjaga putusan tetap independen dan imparsial

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Sherlina Purnamasari)

MK pun kini menjadi tumpuan akhir publik. Sebab, proses politik untuk membongkar dugaan kecurangan pemilu melalui hak angket justru sirna. Maka, banyak yang menaruh harapan besar pada putusan hakim konstitusi nanti. 

Fajar pun menyadari banyak yang berharap lewat putusan MK. Ia memastikan hakim konstitusi tetap independen dan imparsial dalam membuat putusan. 

"Imparsialitas ini harus terus dijaga dan dibangun. Sekarang kalau orang bertanya independensi hakim MK seperti apa? Banyak orang bertanya-tanya tapi kami baru bisa menilai nanti ketika putusan MK dibacakan. Begitu putusan dibacakan kan sudah menjadi penilaian publik dan publik nanti boleh merespons," kata Fajar.

Ia menambahkan dalam membuat putusan, hakim konstitusi mendasarkan pada tiga hal yaitu, alat bukti, fakta yang terungkap di persidangan dan keyakinan. "Jadi, tiga (faktor) ini menjadi satu kesatuan sebagaimana independensi hakim yang menggunakan tiga hal tersebut secara acuan. Ini jelas ada di dalam undang-undang," tutur dia lagi. 

Oleh sebab itu, ia mengajak publik untuk ikut memonitor hingga putusan disampaikan oleh hakim konstitusi. 

3. MK menerima Amicus Curiae terbanyak sejak didirikan 2003 lalu

Tulisan tangan Megawati Soekarnoputri di Amicus Curiae yang diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 16 April 2024. (dok. IDN Times/Istimewa)

Fenomena lain yang menarik yaitu dalam sengketa Pilpres 2024, MK menerima begitu banyak Amicus Curiae atau surat Sahabat Pengadilan. Menurut data MK yang disampaikan hari ini, sudah ada 52 Amicus Curiae yang diajukan ke institusi yudikatif tersebut. 

Salah satunya datang dari Megawati Soekarnoputri. Sebagian pihak menilai Mega tidak patut mengajukan surat Sahabat Pengadilan lantaran terdapat konflik kepentingan. 

Tetapi, kata Fajar, apakah Amicus Curiae itu berpengaruh atau tidak ke putusan, hal tersebut diserahkan kepada hakim konstitusi. "Kami gak bisa memprediksi seberapa besar pengaruh kepada hakim konstitusi. Yang pasti itu sudah digelar dan kami serahkan kepada majelis hakim," kata Fajar. 

Di dalam Amicus Curiae, Mega menyinggung keputusan MK sedang ditunggu oleh rakyat Indonesia dan tercatat dalam sejarah. Termasuk apakah putusan yang dibuat menunjukkan hakim konstitusi sebagai negarawan atau bukan.

"Rakyat Indonesia sedang menunggu dan akan mencatatkan dalam sejarah bangsa, apakah hakim Mahkamah Konstitusi dapat mengambil keputusan pilpres sesuai dengan hati nurani dan sikap kenegarawanan, ataukah membiarkan praktik elektoral penuh dugaan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dalam sejarah demokrasi Indonesia?" demikian yang ditulis oleh Mega. 

Share
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us