Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hasil Analisis Debat Capres Pamungkas Pemilu 2024: Seperti Meeting

Gibran pandang lekat Ganjar. (IDN Times/Sandy Firdaus)

Jakarta, IDN Times - Debat capres-cawapres putaran kelima Pemilu 2024 lebih berbeda dari empat debat sebelumnya. Dalam debat pamungkas yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Minggu (4/2/2024) malam, tiga capres yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo lebih kolaboratif.

Co-initiatior Bijak Memilih, Abigail Limuria, menilai bentuk kolaboratif tersebut terlihat seperti pada segmen kedua yang membahas sub tema kebudayaan. Menurut dia jawaban dari capres nomor urut satu Anies Baswedan dan capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo cukup mirip.

"Tadi kalau yang aku lihat perbedaannya tipis-tipis antara (paslon) 01 dan 03, di mana fokusnya antara kolaborasi antara swasta sama BUMN (Badan Usaha Milik Negara), jadi kayak mirip-miriplah sebenarnya," ujar dia dalam acara Talkshow dan Nobar Debat Kelima Capres-Cawapres Pemilu 2024 by IDN Times yang bekerja sama dengan Bijak Memilih.

1. Tiga capres lebih kolaboratif seperti meeting

Senyum Alam Ganjar Saat Ayahnya Dapat Dukungan Jelang Debat. (IDN Times/Sandy Firdaus)

Menurut Abigail, jawaban yang paling berbeda ialah dari capres nomor urut dua, yaitu Prabowo Subianto.

"Tapi kalau misalnya yang 02 lebih spesifik programnya, disebut gitu, jadi program konkretnya lebih ada bayangan itu 02," kata dia.

Abigail menyebut debat pamungkas capres-cawapres ini sangat berbeda dari debat-debat sebelumnya.

"Tadi itu kayak bukan debat sih, itu meeting-lah ya, saling kayak menambahkan satu sama lain. Mungkin ini sangat berbeda dari yang lalu saling serang menyerang, kali ini sangat kolaboratif," kata dia.

Kendati, Abigail berharap, debat kali ini bukan seperti meeting, karena alasan masyarakat menonton debat ialah untuk mengetahui apa saja gagasan dari masing-masing paslon.

"Aku sih berharap lebih balik lagi kenapa kita nonton debat ini? Apa nih bedanya kalau kita milih si A kita dapat bedanya apa gitu. Jadinya seharusnya kan komparasi program dan ide gagasan gitu ya, kalau tadi ya rada bingung juga, gimana cara compare-nya," lanjutnya.

Namun, Abigail tidak menampik beberapa poin yang disampaikan ketiga capres memang sudah bagus.

"Tapi mungkin ada beberapa poin yang bagus, kayak misalnya tadi pendidikan, di mana guru kesejahteraannya ditingkatkan dan tidak beban administratif, itu jawabannya kayaknya semuanya setuju," kata dia.

 

2. CISDI sayangkan isu perempuan dan kesehatan tidak dibahas mendalam

Calon Presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, saat debat capres kelima yang digelar di JCC, Minggu (4/2/0224). (youtube.com/tvOne Digital TV POOL)

Pada kesempatan sama, CEO dan Pendiri Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah Satyani Saminarsih, mengatakan perempuan dalam sektor kesehatan menjadi krusial. Meskipun 70 persen tenaga kesehatan adalah perempuan, hanya 10 persen yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

"Saya mau komentari soal topik perempuan dengan stunting, yang soal perempuan itu sangat penting bahwa dilihat dari kesehatan 70 persen dari keseluruhan nakes (tenaga kesehatan) kita adalah perempuan, tetapi hanya 10 persen yang sampai pada tingkat pengambilan keputusan di dunia kesehatan," kata dia.

Diah menyebut kesenjangan gaji gender di sektor kesehatan, yang menurut World Economic Forum masih memerlukan waktu 300 tahun untuk menyamakan bayaran antara perempuan dan laki-laki.

Kemudian, lanjut Diah, dalam konteks pandemik COVID-19, pentingnya perempuan dalam penanganannya juga jadi persoalan bagi negara. Sayangnya data seks terpisah belum sepenuhnya mendukung analisis dampaknya pada kematian COVUD-19 perempuan dan laki-laki.

"Kenapa perlindungan perempuan penting? Karena masuk kepada kelompok rentan, dalam keadaan dunia normal dengan ibu yang dalam kondisi melahirkan dan kemudian meninggal dan anaknya 40 persen lebih rentan untuk ikut meninggal bersama ibunya, apabila ibunya meninggal karena postpartum hemorrhage atau pendarahan pasca-melahirkan," kata dia.

Sayangnya, Diah menilai, isu-isu tersebut tidak dibahas dalam debat pamungkas ini. Padahal, kata dia, tiga capres bisa membahas rencana program satu fasilitas kesehatan (faskes), satu tenaga kesehatan (nakes), dan satu desa yang ada kaitannya dengan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 tentang mandatory spending.

Ini adalah persentase kewajiban alokasi atau mandatory spending di sektor kesehatan, baik di APBN maupun APBD. Dalam undang-undang tersebut, kata Diah, terdapat aturan penghapusan angka persentase mandatory spending sebesar 5 persen untuk APBN dan 10 persen bagi APBD.

Program Ganjar itu, kata Diah, membutuhkan penegembalian aturan soal mandatory spending ke awal. Karena jika butuh tenaga kesehatan yang lebih banyak maka pengeluarannya akan lebih banyak juga.

“Itu membutuhkan dikembalikannya mandatory spending,” kata dia.

Menurut Diah, isu kesehatan jika dikaitkan dengan sektor keuangan kerap disebut sebagai sumur tanpa dasar atau mengambil uang saja.

“Karena sebenarnya terjadi perdebatan selalu antara sektor kesehatan dengan sektor keuangan, dimana argumen dari sektor keuangan selalu bilang bahwa kalau kesehatan itu sumur tanpa dasar, mengambil uang terus tetapi tidak pernah dari return of investment,” kata dia.

CISDI pernah mencatat masih ada 58 dari 514 kabupaten atau kota di Indonesia yang proporsi anggaran kesehatannya di bawah 10 persen pada 2021, dengan distribusi alokasi yang timpang pada 2021.

Diah mengatakan jika bicara kesejahteraan nakes dan pemerintah nantinya ingin membangun satu faskes di setiap desa, maka hal itu perlu investasi besar-besaran.

3. CISDI juga sayangkan tiga capres tak bahas UU Kesehatan

Calon Presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, saat debat capres kelima yang digelar di JCC, Minggu (4/2/0224). (youtube.com/tvOne Digital TV POOL)

Diah juga menyayangkan tiga capres tidak membahas soal Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 dalam agenda debat kelima malam ini. Pada agenda debat ini, yang keluar dalam pembahasan baik Anies, Prabowo, dan Ganjar hanya menyinggung soal Undang-Undang Cipta Kerja.

“Tadi di-mention ada Undang-Undang Cipta Kerja tetapi ketiga paslon tidak bicara soal undang-undang Kesehatan, undang-undang Nomor 17 tahun 2003. Undang-undang kesehatan itu bicara soal penghapusan mandatory spending lima persen di tingkat nasional 10 persen ditinggal subnasional,” ujar dia.

Padahal, menurut Diah, UU Kesehatan membahas salah satu topik terkait mandatory spending. Angka persentase kewajiban alokasi atau mandatory spending di sektor kesehatan baik di APBN dan APBD. Penghapusan angka persentase mandatory spending sebesar 5 persen untuk APBN dan 10 persen bagi APBD. Meski hal ini disinggung capres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo, namun hal tersebut dinilai tak spesifik.

“Tapi tidak dimainkan spesifik undang-undang kesehatan itu dan bagaimana mengembalikannya. Mandatory spending ini sangat sangat dibutuhkan terutama pertanyaannya kalau kita nyambung soal pertanyaan yang tadi soal sesi dua di kesehatan,” kata dia.

Diah juga menilai secara keseluruhan debat kelima tiga capres tidak ada yang secara spesifik membahas akar permasalahan kesehatan.

“Secara keseluruhan, menurut saya seperti yang saya sampaikan di awal tidak ada yang secara tajam menukik masuk ke akar permasalahan dari bidang ke saya di bidang kesehatan. Tidak disebut penanganan pandemic, hubungannya dengan kenapa mandatory spending harus kembali, penggunaan instrumen cukai, sistem kesehatan, pelayanan kesehatan primer jadi sebutan dokter yang harus ditambah tetapi sistem kesehatan yang ada di tingkat primer di mana itu mudah terjangkau oleh publik transformasinya tidak diulas lebih jauh," kata dia.

Diah mengatakan, jika berbicara sistem kesehatan yang berpusat pada masyarakat yang dibahas secara spesifik adalah perempuan. Karena perempuan memang menghadapi situasi yang kompleks dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Diah, kondisi kesehatan yang ada tak dapat diselesaikan sesederhana dengan penambahan dokter, tapi lebih pada sistem kesehatan dan perbaikan tata kelola.

“Sebenarnya penyelesaiannya tidak sesederhana dengan penambahan dokter, tetapi lebih keras sistem kesehatan dan perbaikan tata kelola kesehatan secara umum yang membutuhkan balik lagi anggaran di tingkat pusat maupun di tingkat nasional,” kata dia.

Diah juga menyoroti tak adanya pembahasan persimpangan soal kesehatan dan isu lain. Contohnya terkait iklim dan dampaknya pada manusia.

“Saya sarankan sebelum memilih, membaca kajian yang telah diulas oleh cisdi secara mendalam dan mencari banyak referensi lain,” kata dia.

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us