Idrus Bela Bahlil: Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg agar Tepat Sasaran

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus eks Menteri Sosial (Mensos), Idrus Marham, mengatakan kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia terkait larangan penjualan LPG 3 kg oleh pengecer, bertujuan untuk menata ulang distribusi 'gas melon' agar lebih tepat sasaran.
Menurut Idrus, kebijakan tersebut muncul sebagai respons terhadap berbagai keluhan masyarakat terkait ketersediaan dan harga gas melon di pasaran.
"Sudah menjadi rahasia umum bahwa urusan distribusi gas melon dengan segala kompleksitas dan eksesnya, banyak dikeluhkan masyarakat luas,” ujar Idrus dalam keterangannya, Rabu (5/2/2025).
Idrus menjelaskan, gas melon sejatinya diperuntukkan bagi rumah tangga miskin, usaha mikro, petani, dan nelayan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2021.
Namun, Idrus mengungkapkan, dalam praktiknya masih banyak pihak yang tidak berhak ikut memanfaatkan gas subsidi ini.
1. Penjualan gas belum tepat sasaran

Idrus menuturkan ada beberapa faktor yang membuat pemerintah perlu menata ulang distribusi LPG 3 kg. Pertama, menurut dia, penjualan gas melon belum tepat sasaran. Dia menegaskan subsidi energi harus diberikan kepada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Oleh karena itu, rekan sejawat Bahlil itu menyebut, pemerintah mulai mewajibkan pembelian gas melon melalui pangkalan resmi Pertamina sejak 1 Februari 2025.
"Jika sekarang pangkalan Pertamina masih berjarak dengan masyarakat, itu disadari oleh pemerintah. Dan tentu untuk selanjutnya, jumlah pangkalan resmi Pertamina akan ditambah jumlahnya. Akan ada sub-sub pangkalan yang akan memudahkan pembelian. Pedagang-pedagang eceran itu, bisa menjadi sub pangkalan pertamina," jelas Idrus.
2. Permainan harga di tingkat pengecer

Kedua, menurut Idrus, adanya permainan harga di tingkat pengecer. Dia mengungkapkan harga gas melon yang seharusnya terjangkau, justru mengalami kenaikan di pasaran, akibat spekulan yang mengambil keuntungan di tengah kelangkaan stok.
"Selama ini harga jual gas melon jelas-jelas bersubsidi, tetapi ketika sampai ke pemanfaat, harganya banyak yang jadi melambung. Itu artinya ada rantai permainan yang berlangsung dalam distribusi gas elpiji ini. Apalagi, kenaikan harga ini biasanya berbarengan dengan langkanya gas di pasaran," tegasnya.
3. Praktik curang distribusi

Ketiga, kata Idrus, maraknya praktik kecurangan dalam distribusi. Dia menyebut, adanya laporan tabung gas melon yang berisi kurang dari 3 kg serta kasus pengoplosan gas yang telah beberapa kali diungkap aparat kepolisian.
"Coba bayangkan betapa ruginya masyarakat? Pemerintah mensubsidi untuk meringankan masyarakat, mafia mencuri untuk menyengsarakan rakyat. Lalu apakah peristiwa-peristiwa seperti ini harus dibiarkan atau ditata? Boleh dijawab secara rasional, boleh secara nuranilah," tutur dia.
Atas berbagai pertimbangan tersebut, Idrus menyebut, Bahlil melarang pengecer menjual elpiji 3 kg sebagai bentuk penataan.
"Berangkat dari berbagai pertimbangan inilah, demi kebaikan jangka panjang, kebaikan masyarakat, pemerintah melakukan penataan berkait dengan penjualan dan distribusi gas Melon. Sederhana sebenarnya," ungkapnya.
Meskipun kebijakan ini telah dibatalkan Presiden Prabowo Subianto, Idrus menilai, keputusan tersebut tetap mendorong pengecer untuk bertransformasi menjadi agen distribusi resmi.
"Walau kebijakan ini telah dibatalkan Prabowo akan tetapi memacu pengecer untuk menjadi agen pendistribusian. Dengan begitu, kebijakan yang dikeluarkan Menteri ESDM pro rakyat," imbuhnya.