Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

IHT Tertekan Regulasi, Nasib Jutaan Pekerja Terancam

Sejumlah pekerja pabrik rokok menghitung uang Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)
Intinya sih...
  • Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi sorotan karena kampanye anti-rokok yang masif oleh LSM.
  • Ketua FSP RTMM-SPSI, Sudarto, menyoroti regulasi yang dianggap menekan IHT dan mengabaikan aspirasi pelaku industri dalam negeri.
  • Ketua Komunitas Perokok Bijak, Suryokoco Suryoputro, menyayangkan sikap ambigu pemerintah dalam menghadapi persoalan rokok.

Jakarta, IDN Times - Industri Hasil Tembakau (IHT) nasional kembali menjadi sorotan seiring masifnya kampanye anti-rokok yang digencarkan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM). 

Kampanye tersebut menekankan bahaya rokok terhadap kesehatan dan mendorong penguatan regulasi melalui berbagai kebijakan pemerintah.

Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI), Sudarto, menyampaikan bahwa kampanye tersebut tidak memperhatikan kontribusi besar IHT terhadap perekonomian nasional.

 "Lebih dari 6 juta orang menggantungkan hidup pada industri ini, mulai dari petani, buruh pabrik, hingga pedagang eceran," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/5/2025).

1. IHT ditekan terus secara regulasi

Menkes Budi Gunadi Sadikin saat WHA 77 di Swiss. (Foto: Istimewa)

Ia menyoroti sejumlah regulasi yang dianggap menekan IHT, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012, UU Kesehatan 17/2023, PP 28/2024, hingga Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes) terbaru.

"Kalau bicara kedaulatan, isu kesehatan itu dari global. Namun bukan berarti kami tidak mau diatur, akan tetapi perhatikan kekuatan kita di tengah kondisi saat ini. Kita lihat aturan berubah terus, dari PP 109/2012, lalu keluar UU 17/2023, kemudian PP 28/2024 dan sekarang sedang mengejar R-Permenkes. Jadi ini membuktikan bahwa IHT benar-benar ditekan terus secara regulasi,” kata Sudarto.

2. Buruh bisa jadi korban

Operasi Gurita 2025, Bea Cukai Tegal gagalkan distribusi 1.342.000 batang rokok ilegal yang diangkut menggunakan truk ekspedisi pada Kamis, 01 Mei 2025. (Dok Bea Cukai)

Ia juga menilai bahwa regulasi tersebut cenderung mengabaikan aspirasi pelaku industri dalam negeri dan justru mengakomodasi kepentingan asing, merujuk pada Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) dari WHO yang hingga kini belum diratifikasi Indonesia.

“Faktanya, IHT turun secara pelan-pelan karena regulasinya yang terus menekan. Kami bukan anti regulasi, cuma pastikan lakukan mitigasi yang mendalam dan kena sasaran. Jangan sampai sasarannya (Kesehatan publik) tidak dapat, buruhnya jadi korban, ini masalah serius,” ujar Sudarto.

3. Pemerintah masih ambigu persoalan rokok

ilustrasi rokok ERA. (IDN Times/Teri).

Ketua Komunitas Perokok Bijak, Suryokoco Suryoputro menyayangkan sikap pemerintah yang cenderung ambigu dalam menghadapi persoalan rokok.

Di satu sisi, pemerintah mendorong kampanye pengendalian konsumsi rokok dengan dalih kesehatan masyarakat. Namun, pada sisi lainnya, rokok tetap dijual sebagai produk legal karena memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara melalui cukai hasil tembakau, serta menyerap jutaan tenaga kerja dari sektor hulu hingga hilir. 

“Artinya pemerintah ini kan satu sisi juga ambigu ya, sebenarnya rokok ini di mata pemerintah seperti apa? Gitu kan. Apakah memang kemudian rokok ini sebagai bagian yang mengganggu kesehatan masyarakat yang harus dihilangkan, atau kemudian rokok ini sebagai produk legal yang kemudian peredarannya perlu dikendalikan melalui kebijakan cukai,” ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
Dini Suciatiningrum
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us