Hasilkan 80 Persen Energi Fosil Global, RI Diminta Serahkan Target Iklim

- Prabowo targetkan 100 persen energi terbarukan pada 2035, tapi mendorong produksi minyak hingga 65 persen
- Pemerintah Indonesia harus serahkan SNDC sesuai komitmen Prabowo kurangi produksi energi fosil
- Seluruh negara harus buktikan komitmen sebagai bentuk upaya menurunkan produksi energi fosil
Jakarta, IDN Times - Stockholm Environment Institute (SEI), Climate Analytic, dan International Institute for Sustainable Development (IISD) mengeluarkan laporan terbaru Production Gap Report 2025. Melalui laporan tersebut, diketahui rencana produksi batu bara, minyak, dan gas dari 20 negara produsen energi fosil terbesar dunia, termasuk Indonesia, yang menyumbang sekitar 80 persen produksi energi fosil global.
“Pada 2023, pemerintah dunia mengakui perlunya meninggalkan energi fosil untuk mengurangi krisis iklim, sebuah kewajiban yang kini juga ditekankan Mahkamah Internasional. Namun laporan ini menunjukkan, meski telah menyatakan komitmennya untuk bertransisi ke energi bersih, banyak negara justru merencanakan peningkatan produksi dibandingkan dua tahun lalu,” kata Direktur Program Kebijakan Iklim di Pusat SEI Amerika Serikat, Derik Broekhoff, mengutip siaran pers Draw the Line, Senin (22/9/2025).
1. Prabowo targetkan 100 persen energi terbarukan pada 2035, tapi dorong produksi minyak 65 persen
Laporan tersebut menyoroti tidak konsistennya kebijakan energi pemerintah. Diketahui, Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen untuk mencapai 100 persen energi terbarukan pada 2035, namun di sisi lain mendorong memproduksi minyak hingga 65 persen pada 2030 dari tingkat produksi pada 2023.
Selain itu, Indonesia menargetkan peningkatan produksi gas domestik hingga 60 persen untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
Sementara, pemerintah belum menyerahkan dokumen Nationally Determined Contribution (SNDC) NDC 2025. Sebagaimana diketahui, pemerintah memperbaharui NDC pada 2022, yang menyampaikan komitmen mengurangi emisi hingga 32 persen pada 2030 dengan upaya sendiri, atau 43 persen dengan bantuan internasional.
2. Pemerintah Indonesia harus serahkan SNDC sesuai komitmen Prabowo
Sementara, Program and Policy Manager CERAH, Wicaksono Gitawan, menyampaikan, Second NDC (SNDC) Indonesia harus segera diserahkan kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). SNDC harus memuat target iklim yang sejalan dengan komitmen Prabowo terkait 100 persen energi terbarukan.
“Keterlambatan Indonesia untuk memberikan dokumen SNDC terbaru pada Februari lalu berisiko menurunkan kredibilitas di mata global. Kami berharap pemerintah tidak kembali melewati tenggat waktu baru–akhir September–yang diberikan UNFCCC, karena SNDC bukan sekadar dokumen, namun bukti keseriusan pemerintah untuk menurunkan emisi dan mempercepat transisi energi,” kata dia.
3. Seluruh negara harus buktikan komitmen sebagai bentuk upaya menurunkan produksi fosil

Pemerintah dari berbagai negara diharapkan mampu menyusun kebijakan yang terkoordinasi dan terencana, agar transisi dari energi fosil berjalan adil.
Sementara, Direktur Program Transisi Energi yang Adil di SEI Amerika Serikat, Emily Ghosh, mengatakan pemerintah di seluruh dunia perlu bertindak cepat untuk mengalihkan investasi dari fosil ke energi terbarukan. Menurutnya hal tersebut harus ditegaskan seluruh negara pada Konferensi Iklim ke-30 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau COP30.
“Pada COP30, pemerintah harus berkomitmen memperluas energi terbarukan, mengelola permintaan energi, dan melaksanakan transisi yang berpusat pada masyarakat, agar kita kembali pada jalur Perjanjian Paris. Tanpa komitmen ini, dan jika kita terus menunda langkah mitigasi, akan berdampak pada meningkatnya emisi dan memperburuk dampak iklim pada kelompok masyarakat yang paling rentan,” kata Ghosh.