Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Indonesia Penyumbang Kasus Kusta Nomor 3 di Dunia

Sejumlah anak penghuni Kompleks Penderita Kusta Jongaya terlihat bercengkerama   IDN Times/ Asrhawi Muin
Sejumlah anak penghuni Kompleks Penderita Kusta Jongaya terlihat bercengkerama IDN Times/ Asrhawi Muin

Jakarta, IDN Times - Indonesia masih menjadi penyumbang kasus kusta nomor 3 di dunia setelah India dan Brazil. Pada 2021 ada 7.146 penderita kusta baru, dengan proporsi anak sebesar 11 persen (data per 24 Januari 2022).

Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono mengatakan Kementerian Kesehatan menargetkan eliminasi kusta di tahun 2024 mendatang. Namun, upaya eliminasi kusta di Tanah Air masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satunya masih adanya stigma dan diskriminasi terhadap keluarga dan penderita kusta.

"Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan yang sangat kompleks, sebab hingga kini masih ada 6 provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta. Prevalensi kusta di keenam provinsi tersebut masih di atas 1/10.000 penduduk," ujarnya dalam siaran tertulis, Kamis (3/2/2022).

Dante merinci keenam provinsi yang belum eliminasi kusta yakni Papua Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Gorontalo. Sementara di tingkat kabupaten/kota, total masih ada 101 kabupaten/kota yang belum eliminasi kusta.

1. Penderita kusta sering mendapat stigma

Ilustrasi ancaman. (IDN Times/Mardya Shakti)

Dante mengungkapkan akibat stigma, pasien kusta tidak dapat melanjutkan pendidikan, sulit mendapat pekerjaan, diceraikan oleh pasangan, dikucilkan oleh lingkungan, ditolak di fasilitas umum bahkan fasilitas pelayanan kesehatan. Sehingga penderita semakin sulit dideteksi dan diobati.

''Deteksi dini dan pengobatan segera penderita kusta sangat penting. Kecacatan akan terjadi jika gejala atau manifestasi kusta tidak diobati segera. Akibat lainnya, timbul permasalahan ekonomi dan stigmatisasi pada penderita serta keluarganya,'' tuturnya.

2. Orang yang pernah mengalami kusta sebaiknya diberdayakan

Salah satu penderita kusta yang tinggal di Kompleks Penderita Kusta Jongaya    IDN Times/Asrhawi Muin
Salah satu penderita kusta yang tinggal di Kompleks Penderita Kusta Jongaya IDN Times/Asrhawi Muin

Sementara itu, Sri Linuwih Menaldi dari Persatuan Dokter Kulit dan Kelamin Indonesia menyebutkan stigma dan diskriminasi terhadap pasien kusta masih akan terus terjadi hingga pasca eliminasi kusta.

Untuk itu, Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dan memiliki disabilitas baik itu mata, tangan, kaki perlu diberdayakan agar kualitas hidupnya jadi lebih baik.

''Pasien kusta tidak hanya fisiknya yang sakit, mentalnya juga sakit, jadi mereka perlu diberdayakan untuk mengikis stigmanya, kita pasti bisa,'' katanya.

3. Kusta berpotensi menimbulkan kecacatan bila tidak segera diobati

Kompleks Penderita Kusta Jongaya yang berlokasi di Jalan Dangko No 31, Kelurahan Balla Parang, Kecamatan Tamalate, Makassar.    IDN Times/Asrhawi Muin
Kompleks Penderita Kusta Jongaya yang berlokasi di Jalan Dangko No 31, Kelurahan Balla Parang, Kecamatan Tamalate, Makassar. IDN Times/Asrhawi Muin

Menurutnya, paya ini membutuhkan dukungan dari seluruh stakeholders dan seluruh lapisan masyarakat, termasuk Orang Yang Pernah Mengalami Kusta.

Dia menekankan dalam upaya pengendalian kusta membutuhkan perhatian terutama penemuan penderita kusta, serta pengobatan dini sebelum terjadinya kecacatan, khususnya di fasilitas pelayanan kesehatan.

"Penderita kusta juga harus mendapatkan dukungan baik dari keluarga maupun lingkungan sosialnya. Hal ini untuk meningkatkan kepercayaan diri penyandang kusta, sehingga mereka bisa kembali berdaya, aktif dan produktif," ujarnya.

Diketahui kusta merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium leprae).

Gejala yang ditimbulkan berupa bercak putih dan merah, tidak ada rasa gatal dan sakit. Karenanya penderita kusta seringkali tidak menyadarinya. Padahal penyakit kusta berpotensi menimbulkan kecacatan apabila tidak segera diobati.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dini Suciatiningrum
EditorDini Suciatiningrum
Follow Us