Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ini Beda Senjata Glock-17 dengan HS-9 di Kasus Berdarah Ferdy Sambo

Kepolisian menggelar olah TKP terkait kasus polisi tembak polisi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu (13/7/2022). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Kepolisian menggelar olah TKP terkait kasus polisi tembak polisi di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Rabu (13/7/2022). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jakarta, IDN Times - Salah satu bukti penting dalam kasus polisi tembak polisi di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022, adalah senjata.

Menurut Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes (Pol) Budhi Herdi Susianto, Brigadir J menembak Bharada E dengan senjata H-9. Sedangkan, Bharada E memuntahkan peluru dari senapan tangan jenis Glock-17. 

"Perlu kami jelaskan bahwa saudara RE menggunakan senjata Glock-17 dengan magasin maksimum 17 butir peluru. Sedangkan, kami menemukan di TKP bahwa barang bukti yang tersebut tersisa dalam magasin ada 12 peluru. Artinya, ada lima peluru yang dimuntahkan atau ditembakan," ungkap Budhi ketika memberikan keterangan pers pada 12 Juli 2022. 

"Sedangkan saudara J, kami menemukan dan mendapatkan fakta bahwa yang bersangkutan menggunakan senjata jenis HS, 16 peluru di magasinnya, dan kami menemukan tersisa sembilan peluru yang ada di magasin. Artinya ada tujuh peluru yang ditembakkan," tutur dia, menambahkan. 

Meski demikian, Budhi tak menunjukkan bukti berupa foto atau fisik senjata api ketika memberikan keterangan pers pada pekan lalu. Padahal, bukti tersebut penting dijadikan petunjuk. Hal ini menambah deretan kejanggalan dalam peristiwa berdarah yang terjadi di kompleks Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. 

Menurut anggota Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan, bukan hal yang lumrah bagi personel Polri pangkat Bharada sudah diberikan kewenangan menembak dengan Glock-17. Sebab, senjata semi otomatis itu biasanya digunakan personel Polri dengan pangkat perwira.

Lalu, apa saja perbedaan di antara kedua senjata tersebut?

1. Glock-17 senapan tangan buatan Austria dan semi otomatis

Beda senjata Glock-17 daj HS-9 yang biasa digunakan oleh Polri. (IDN Times/Aditya Pratama)
Beda senjata Glock-17 daj HS-9 yang biasa digunakan oleh Polri. (IDN Times/Aditya Pratama)

Glock-17 merupakan senjata yang diproduksi di Austria oleh Glock GmbH. Pistol Glock-17 ini adalah generasi pertama pistol Glock berbahan polymer ringan.

Senjata semi otomatis itu memiliki kaliber 9X19 mm dan mampu menampung 17 peluru. Awalnya, pistol ini sempat ditolak pasar lantaran dianggap berbahan polimer ringan. Pistol ini disebut sempat memiliki masalah dalam daya tahan dan keandalan. 

Namun, kini pistol tersebut malah menguasai 65 persen pangsa pasar di Amerika Serikat. Pistol yang sama juga kerap digunakan di instansi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Glock-17 memiliki panjang 204 mm ini telah dilengkapi dengan pengaman trigger.

Pistol ini memiliki jarak tembak efektif sejauh 50 meter. Sedangkan, untuk kecepatan pelurunya 375 m/s. Salah satu instansi yang menggunakan pistol Glock-17 adalah Korps Brimob Polri. 

2. HS-9 senjata produksi Kroasia dan sering digunakan Polri

Senjata tangan semi otomatis buatan Kroasia, HS-9 dan kerap digunakan oleh Polri. (www.hs-produkt.hr)
Senjata tangan semi otomatis buatan Kroasia, HS-9 dan kerap digunakan oleh Polri. (www.hs-produkt.hr)

Senada dengan Glock-17, senapan tangan HS-9 juga kerap digunakan Polri. Senjata produksi Kroasia itu memiliki kaliber yang sama dengan Glock-17 yakni 9X19mm. Kemampuan magasin sanggup menampung 16 atau 17 peluru.

Pistol ini memiliki panjang 203,5 mm. Sedangkan, tingginya 140 mm dan lebar 33 mm. Senjata ini juga sudah dilengkapi dengan pengaman trigger. Tidak ada penjelasan resmi situs HS Produk terkait jarak efektif penembakan dari HS-9.

Sama seperti Glock-17, HS-9 juga merupakan senapan tangan semi otomatis buatan HS Produkt. Perusahaan itu didirikan pada 1991, dan dimotori dua insinyur mekanik yakni Ivan Zabcic dan Marko Vukovic. HS Produk mengekspor 95 persen produknya ke pasar AS dan menjadi senjata pistol favorit di Negeri Paman Sam pada 2003, 2006, 2009 dan 2013.

Senjata api ini juga pernah digunakan dalam kasus penembakan ke sesama personel Polri. Hal itu terjadi pada 2019, ketika Brigadir Rangga Tianto tembak mati rekannya, Bripka Rachmat Efendy.

Bripka Rachmat yang merupakan senior Brigadir Rangga ditembak tujuh kali hingga akhirnya tewas. Bripka Rachmat ditembak lantaran ia menolak membebaskan FZ, yang notabene paman Brigadir Rangga. 

Peristiwa itu terjadi di Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) Polsek Cimanggis, Depok, Jawa Barat. 

3. Aturan penggunaan senjata di Polri kini menjadi lebih longgar

Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, pengamat kepolisian dari Institut for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengatakan ada aturan yang tidak tertulis bahwa Tamtama belum dibolehkan membawa senjata api (senpi). Tujuannya untuk mencegah agar tidak ada penyalahgunaan senjata, terutama bagi mereka yang masa dinasnya pendek. 

"Selain itu untuk melatih agar tidak arogan," kata Bambang kepada IDN Times, Jumat, 15 Juli 2022.

Meski begitu, Bambang menyayangkan dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2022 yang mengatur soal Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api Standar Polri, Senjata Api Non Organik Polri/TNI dan Peralatan Keamanan Yang Digolongkan Senjata Api, aturan penggunaannya malah lebih longgar bagi personel kepolisian. Ia menyebut, semua personel kepolisian, terlepas dari apapun pangkatnya dibolehkan membawa senjata. 

"Selama mendapat rekomendasi langsung dari pimpinan masing-masing. Sekarang, bila sudah terjadi insiden seperti ini, siapa yang harus disalahkan dan bertanggung jawab? Pengguna (senjata api)? Pemberi rekomendasi? Atau pemberi izin dan aturan?" tanya dia. 

IDN Times telah memeriksa Perkap tersebut, di dalamnya memang tidak diatur soal jenis senjata dan pangkat personel kepolisian yang dapat menggunakannya.

Namun, Glock-17 yang diklaim Polri digunakan Bharada E, termasuk senpi organik dan semi otomatis. Senjata itu masuk kategori hand gun atau senjata api genggam dan diatur dalam Perkap. Artinya, tetap dapat digunakan asal ada rekomendasi dari pimpinan. 

Meski demikian, penggunaan senjata api jenis Glock-17 tetap tak diperkenankan meski sudah mengantongi rekomendasi. Sebab, senjata tersebut memiliki kapasitas 17 magasin peluru. 

"Tujuannya membawa senpi itu, memang mau menyerang siapa?" tanya Bambang. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us